Keraton Surakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baris 64:
=== Kompleks Kedaton ===
[[Berkas:Bangsal-maligi.jpg|thumb|right|Bangsal Maligi tampak dari arah timur.]]
[[Berkas:Sasana sewaka.jpg|thumb|right|Bagian dalam bangunan Pendapa Sasana Sewaka dilihat dari Paningrat sisi selatan.]]
[[Berkas:Sasana handrawina.jpg|thumb|right|Bagian dalam bangunan Sasana Handrawina.]]
''Kori Sri Manganti Lor'' menjadi pintu untuk memasuki kompleks ''Kedaton'' dari utara. Pintu gerbang yang dibangun oleh [[Pakubuwana IV|Susuhunan Pakubuwana IV]] pada tahun [[1792]] ini disebut juga dengan ''Kori Ageng''. Bangunan ini memiliki kaitan erat dengan ''Pangung Sangga Buwana'' secara filosofis. Pintu yang memiliki gaya ''Semar Tinandu'' ini digunakan untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan. Bagian kanan dan kiri pintu ini dipasang beberapa cermin besar dan dihiasi oleh ragam hias berwarna putih-biru di atas pintu gerbang. Halaman ''Kedaton'' dialasi dengan pasir hitam dari pantai selatan dan ditumbuhi oleh 72 batang pohon sawo kecik (''Manilkara kauki''; Famili ''Sapotaceae'') yang ditanam atas prakarsa [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]]. Selain itu halaman ini juga dihiasi dengan patung-patung bergaya eropa. Kompleks ini memiliki bangunan utama diantaranya adalah ''Sasana Sewaka'', ''Bangsal Maligi'', ''Dalem Ageng Prabasuyasa'' atau ''Dhatulaya'', ''Sasana Handrawina'', dan ''Panggung Sangga Buwana''.
 
''Sasana Sewaka'' aslinya merupakan bangunan peninggalan pendapa Keraton Kartasura. Pada masa pemerintahan [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] tepatnya pada tahun [[1985]] tempat ini (bersama dengan ''Bangsal Maligi'', ''Dalem Ageng Prabasuyasa'', dan ''Sasana Handrawina'') pernah mengalami musibah kebakaran. Di bangunan ini pula Sri Sunan bertahta dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti ''grebeg'', ''tingalandalem jumenengan'' (peringatan hari kenaikan tahta), dan ulang tahun Sri Sunan. Pendapa besar ini dikelilingi oleh selasar pada masing-masing sisinya yang disebut ''Paningrat''. Pada selasar bagian selatan terdapat dua rangkaian gamelan yaitu ''Kyai Kadukmanis'' dan ''Kyai Manisrengga''. Di tengah-tengah bangunan terdapat lampu kristal rasaksa yang disebut ''Kyai Remeng''.

Di sebelah barat bangunan ''Sasana Sewaka'' terdapat ''Sasana Parasdya'', sebuah ''pringgitan'' atau tempat menggelar pertunjukan wayang kulit. Di sebelah barat ''Sasana Parasdya'' terdapat ''Dalem Ageng Prabasuyasa'' (''praba'' = cahaya, ''suyasa'' = rumah/kediaman). Tempat ini merupakan bangunan inti dan terpenting dari seluruh bangunan yang ada di Keraton Surakarta. Di tempat inilah disemayamkan pusaka-pusaka kebesaran dan juga singgasana tahta (''Dhampar Kencana'') Sri Sunan yang menjadi simbol kerajaan. Di lokasi ini pula Sri Sunan bersumpah ketika mulai bertahta sebelum upacara pemahkotaan dihadapan rakyat dan tamu undangan di ''Siti Hinggil Lor''. Di sisi timur ''Sasana Sewaka'' terdapat ''Bangsal Maligi'' yang dibangun pada masa pemerintahan [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]] pada tahun [[1882]], berfungsi sebagai tempat mengkhitankan putra Sri Sunan dari permaisuri.
 
Bangunan berikutnya adalah ''Sasana Handrawina''. Tempat ini digunakan sebagai tempat perjamuan makan resmi kerajaan. Kini bangunan ini biasa digunakan sebagi tempat seminar maupun ''gala dinner'' tamu asing yang datang ke kota [[Surakarta]]. Di depan ''Sasana Handrawina'' terdapat tiga bangunan serupa bangsal yang berukuran kecil yaitu ''Bangsal Bujana'' (tempat menjamu pengikut tamu agung), ''Bangsal Pradangga'' (tempat memukul gamelan), dan ''Bangsal Musik'' (tempat memainkan musik moderen atau orkes). Bangunan utama lainnya di kompleks ini adalah ''Panggung Sangga Buwana''. Menara ini digunakan sebagai tempat meditasi Sri Sunan sekaligus untuk mengawasi [[Benteng Vastenburg]] milik [[Belanda]] yang berada tidak jauh dari istana. Bangunan yang memiliki lima lantai ini juga digunakan untuk melihat posisi bulan untuk menentukan awal suatu bulan. ''Panggung Sangga Buwana'' ini didirikan tahun [[1777]] saat pemerintahan [[Pakubuwana III|Susuhunan Pakubuwana III]] . Pembangun ''Panggung Sangga Buwana'' adalah Kyai Baturetna, seorang tukang batu, dan Kyai Nayawreksa, seorang tukang kayu (''kalang'') pada saat itu. Di atas atap menara terdapat gambar seseorang menaiki seekor naga yang sekaligus sebagai ''candrasengkala'' ''Naga Muluk Tinitihan Janma''. Arti ''sengkala'' tersebut adalah tahun [[1708]] [[Kalender Jawa|Jawa]] ([[1782]] [[Masehi]]), tahun pembuatan menara. Menara ini pernah terbakar pada tahun [[1954]] dan selesai dipugar kembali pada tahun [[1978]].