Garuda Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 10342651 oleh 114.125.173.31 (bicara)
Lukas Tobing (bicara | kontrib)
Baris 93:
[[Berkas:Garuda MD-11 Spijkers-1.jpg|thumb|McDonnell Douglas MD-11 Garuda Indonesia mendarat di Hawaii sebelum melanjutkan penerbangan ke Los Angeles pada dekade 1990-an.]]
 
Sepanjang dekade [[1990]], Garuda yang saat itu dipimpin oleh Wage Mulyono melakukan pembelian armada pesawat 9 unit [[McDonnell-Douglas MD-11]] (datang tahun [[1991]] sebagai pengganti DC-10), [[Boeing 737]] seri -300 , -400, dan -500 (datang tahun [[1992]], sebagai pengganti DC-9), serta [[Boeing 747|Boeing 747-400]] (datang tahun [[1994]], 2 dibeli langsung dari Boeing, 1 dibeli dari [[Varig]]) dan [[Airbus A330|Airbus A330-300]] (datang tahun [[1996]], pembeli pertama). Tetapi, pada masa ini Garuda mengalami dua musibah besar yang terjadi di dua tempat, yang pertama [[Garuda Indonesia Penerbangan 865|di Fukuoka]], Jepang, dan satunya lagi terjadi [[Garuda Indonesia Penerbangan 152|di desa Sibolangit]], Sumatera Utara. Musibah yang kedua ini ini menewaskan seluruh penumpangnya, disamping itu, maskapai ini sejak 1997 juga terkena imbas [[Krisis Finansial Asia]] yang juga membuat keuangan Indonesia menjadi lesu. Hal ini membuat Garuda harus memotong semua rute yang tidak menguntungkan, terutama rute jarak jauh menuju ke Eropa maupun Amerika (,meski beberapa rute ke Eropa seperti Frankfurt, London dan Amsterdam sempat dibuka kembali pada awal 2000-an, namun akhirnya kembali ditutup untuk mengurangi kerugian.) Rute terakhir Garuda ke Eropa yaitu [[Amsterdam]] ditutup pada tahun 2004. Disamping menutup rute jarak jauh yang tidak menguntungkan, maskapai ini juga mengembangkan rute domestik yang bisa membantu meningkatnya neraca keuangan, serta mengurangi jumlah pesawat dengan secara gradual memensiunkan dan menjual atau mengembalikan ke penyewa sisa-sisa armada [[Fokker F28]], [[Airbus A300]], dan MD-11 pada masa ini.
 
Memasuki tahun 2000-an, maskapai ini membentuk anak perusahaan bernama Citilink yang menyediakan penerbangan berbiaya murah dari Surabaya ke kota-kota lain di Indonesia. Namun,Pada Garudamasa masihini saja bermasalah, selainpula masalah keuangan, jugayang dialami Garuda diperburuk oleh beberapa peristiwa internasional (termasuk didan Indonesia), seperti [[Serangan 11 September 2001]] yang didasari pada motif Jihad ala Al-Qaeda, dilanjutkan dengan terjadinya [[Bom Bali 2002|Bom Bali I]] dan [[Bom Bali 2005|Bom Bali II]] dan serangkaian teror bom lain di Indonesia pada awal dekade 2000-an ini, wabah [[SARS]], serta meninggalnya aktivis HAM, [[Munir Said Thalib]] yang (diduga) diracuni oleh seseorang yang diyakininya "ingin mendiamkannya", serta [[Tsunami Aceh|Bencana Tsunami Aceh 26 Desember 2004]]. Selain itu, Garuda juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah peristiwa Garuda Indonesia Penerbangan 200, akibat hal ini, Uni Eropa memberi surat larangan terbang ke Eropa bagi semua maskapai Indonesia. Namun, setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan Frederico Grandini yang bertugas untuk memastikan segala kemungkinan yang ada untuk memulai pembukaan kembali rute dengan merekomendasikan pembukaan rute Jakarta - Amsterdam.<ref>[http://ec.europa.eu/transport/air-ban/pdf/list_en.pd The European Airline Banlist: Garuda to apply for Amsterdam flights]</ref>. Pada masa awal 2000-an ini pula Garuda akhirnya memensiunkan armada DC-10 dan Boeing 747-200.
 
=== Slogan perusahaan ===