13.920
suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan|date=2010}}
{{Infobox Officeholder
|honorific-prefix =
'''Jenderal (Purn) Chairudin Ismail''' adalah [[Kapolri]] yang menggantikan Jenderal [[Suroyo Bimantoro]], dan pernah menjadi tim sukses pasangan capres [[Jusuf Kalla|JK]]-[[Wiranto]].▼
|name = {{PAGENAME}}
|image = Cismail.gif
|imagesize = 200px
|caption =
|order = 16
|office = [[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]
|president = [[Abdurrahman Wahid]]
|term_start = [[23 September]] [[2000]]
|term_end = [[21 Juli]] [[2001]]
|predecessor = [[Surojo Bimantoro]]
|successor = [[Da'i Bachtiar]]
|birth_date = {{Tanggal lahir dan umur|1946|11|1}}
|birth_place = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
|death_date =
|death_place =
|party =
|spouse =
|children =
|residence =
|alma_mater =
|occupation =
|religion =
}}
▲
Pada masa kepemimpinan [[Suroyo Bimantoro]] terjadi polemik kekisruhan di tubuh [[Polri]]. Presiden dan para pendukungnya memang belakangan sukses membujuk parlemen agar menerima pengangkatan Bimantoro, meski dengan syarat.{{fact}} Tetapi belakangan, muncul ironi baru: Presiden mengulangi kekeliruan dengan "memecat" Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chaerudin Ismail tanpa persetujuan parlemen.{{fact}} Dan situasi berbalik, Bimantroro menjadi salah satu pion DPR dalam perang politiknya melawan Presiden.{{fact}} Bagaimanapun, masa bulan madu antara Bimantoro dan Presiden memang hanya sebentar. Baru satu bulan menjadi Kapolri, Bimantoro sudah berseberangan pikiran dengan Presiden.{{fact}} Mereka berbeda dalam penanganan gerakan Papua Merdeka. Presiden Abdurrahman memperbolehkan pengibaran [[Bendera Bintang Kejora|Bintang Kejora]], simbol [[Organisasi Papua Merdeka]], sedangkan Bimantoro tegas tidak menoleransinya.{{fact}} Perbedaan pendapat itulah yang menurut Kepala Badan Hubungan Masyarakat Mabes Polri menjadi awal mula kerenggangan hubungan antara Polri dan Istana.
Baris 10 ⟶ 34:
Pengangkatan Chaerudin memunculkan penolakan 102 jenderal polisi yang tidak menghendaki ada politisasi di tubuh Polri.{{fact}} Masalah Polri ini semakin berlarut-larut.{{fact}} Bertepatan dengan peringatan [[Hari Bhayangkara]], 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Kapolri nonaktif Bimantoro, dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai [[Duta Besar]] RI di [[Malaysia]]<ref>[http://www.tempo.co.id/harian/fokus/64/2,1,6,id.html "Bimantoro Non-Aktif, Chairuddin Jadi Wakapolri"]</ref>. Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak. Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden. Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis. Pada tanggal [[21 Juli]] [[2001]], dia melantik Chaerudin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri, meski dengan bayaran yang mahal. Pelantikan itu memicu krisis politik baru: DPR meminta MPR segera menyelenggarakan [[sidang istimewa]], meski Presiden mengangkat Chaerudin hanya sebagai Pejabat Sementara Kapolri dengan pangkat jenderal penuh bintang empat.{{fact}}
==Referensi==
{{reflist}}▼
== Lihat pula ==
* [[Kepolisian Republik Indonesia]]
* [[Abdurrahman Wahid]]
▲{{reflist}}
{{kotak mulai}}
{{s-pol}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]|pendahulu=[[Surojo Bimantoro]]|pengganti=[[Da'i Bachtiar]]|tahun=2000–2001}}
{{kotak selesai}}
{{DEFAULTSORT:Ismail, Chairuddin}}
|