Apostasi dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RobotQuistnix (bicara | kontrib)
k robot Adding: de, fr, it
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
Hal ini disebabkan karena Islam juga merupakan institusi yang tidak memisahkan urusannya dengan urusan politik. Pada masa awal penyebarannya di Madinah, orang yang murtad dianggap sebagai desertir atau yang membelot kepada institusi politik lain (dalam hal ini orang-orang Makkah), karena antara dua negara tersebut sedang berada dalam kondisi perang dan orang yang bergabung dalam Islam sendiri diikat dengan sumpah atau bay'at.
 
Di masa Khilafah Islam, kemurtadan dianggap sebagai pengkhianatan, dan karena itu diperlakukan sebagai pelanggaran hukum yang dikenakan hukuman mati (hudud); hukuman mati (hudud) dilaksanakan di bawah otoritas kholifah, apabila setelah 3 hari ialia diminta kembali pada Islam gagal. Walau mungkin sarjana modern mengeluarkan pendapat mereka sendiri dalam kasus tertentu, kini tiada otoritas pusat yang sanggup memperkenalkan dan membawa acara kerja resmi terhadap orang murtadin yang menolak atau berbicara dengan tegas menantang Islam sebab tiada lagi Khilafah Islam. Tokoh kontemporer yang paling menonjol yang dikutuk sebagai murtadin oleh sarjana individual ialah kemungkinan Salman Rushdie.[[Kategori:Islam]]
 
[[de:Apostasie im Islam]]