Achmad Djajadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Penambahan kategori
Baris 29:
Tekanan Achmad nyaris tanpa akhir di masa pertumbuhannya di masa kanak-kanak. Lepas dari pesantren, lepas dari olokan anak dusun sebangsanya, Achmad yang memmulai pendidikan sekulernya harus berhadapan dengan anak-anak Eropa yang lebih jago mengejek. Lepas dari perang kelas di pesantren, Achmad harus ditekan bocah-bocah rasis di sekolahnya, saat sekolah di [[Europeesche Lagere School]] - [[SD]] paling elit sebelum dan sesudah ada [[Hollandsch-Inlandsche School]] di tanah Hindia.
 
Selanjutnya Pangeran Aria Achmad Djajadingrat meneruskan pendidikan menengahnya di [[HBS]] ''Gymnasium''[[Koning Willem III School te Batavia]]''. Di sini Achmad memakai nama Willem van Banten, agar terkesan "Belanda" di mata murid-murid lain yang rasis dan memiliki rasa sentimen pada orang-orang pribumi - walaupun orang pribumi itu adalah dari golongan ningrat. Setelah lulus dari HBS Batavia, Achmad bekerja sebagai pegawai kolonial. Kariernya itu dimulai dengan magang pada tahun 1889. Karier Achmad terus meningkat hingga menjadi bupati menggantikan ayahnya. Achmad pernah bertugas di Bodjonegoro sebagai asisten wedana (27 Juli 1900-4 Juli 1901). Setelah itu, sejak 1901, dia menjadi bupati Serang menggantikan ayahnya. Achmad pernah ditunjuk menjadi bupati Batavia — jabatan yang disandangnya sejak 1924 sampai 1929.<ref name="istori">[http://petrikmatanasi.blogspot.com/2012/07/kenang-kenangan-pangeran-aria-ahmad.html "Kenang-kenangan Pangeran Aria Ahmad Djajadiningrat"]</ref>
 
Achmad yang pertama kali mendukung perubahan di tanah Banten yang beranjak modern. Gerakan Sarekat Islam masuk di Banten bahkan diberi ruang yang cukup berarti oleh Achmad, walau Achmad tidak aktif dalam organisasi pergerakan itu. Achmad justru aktif dalam organisasi lain yang mengantarkannya sebagai anggota ''[[Volksraad]]''. Sebagai bupati dan anggota ''[[Volksraad]]''-lah Achmad memainkan peran-nya dalam peregerakan.<ref name="istori"/> Hal ini sungguh berbeda dengan daerah lain, dimana para pejabat pribumi agak takut dengan perubahan yang akan dibawa oleh SI di daerah mereka. Adik Achmad, Hasan Djajadiningrat, kemudian juga menjadi tokoh SI yang cukup berpengaruh di Banten sampai akhir hayatnya.