Iskandar Alisjahbana

akademisi Indonesia

Prof. Dr.-Ing. Iskandar Alisjahbana, (20 Oktober 1931 – 16 Desember 2008), adalah guru besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), Rektor ITB (7 Desember 1976 - 14 Februari 1978), pakar elektronik, dan Bapak sistem komunikasi satelit domestik palapa.

Prof. Dr. Ing. Iskandar Alisjahbana
Rektor ITB 1976-1978
Rektor Institut Teknologi Bandung ke-6
Masa jabatan
7 Desember 1976 – 14 Februari 1978
Sebelum
Pendahulu
Prof. Dr. Doddy A. Tisna Amidjaja
Pengganti
Rektorium:
Dr. Soedjana Sapi'ie
Prof. Dr. Moedomo
Prof. Ir. Wiranto Arismunandar, MSME
Ir. Djuanda Suraatmadja
Informasi pribadi
Lahir
Iskandar Alisjahbana

(1931-10-20)20 Oktober 1931
Batavia, Hindia Belanda
Meninggal16 Desember 2008(2008-12-16) (umur 77)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Alma materSarjana Muda - FT UI Bandung[1]

Dipl. Ing./S2 - TH Muenchen

Dr. Ing. - TH Darmstadt
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat hidup sunting

Putra sulung Prof. Dr. Mr. Sutan Takdir Alisjahbana yang dikenal egaliter dan berintegritas tinggi ini telah kehilangan ibu (Raden Ajeng Rohani Daha) ketika berusia 4 tahun. Ayahnya, Sutan Takdir Alisjahbana, kemudian menikah lagi, dan total ia punya sembilan saudara. Seorang adiknya dari ibu yang sama, Sofyan Alisjahbana, merupakan pimpinan dari Femina Group.[2]

Iskandar Alisjahbana meraih gelar Sarjana Muda Teknik Elektro FT UI Bandung[1] pada tahun 1954, gelar Dipl. Ing dari Sekolah Tinggi Teknik Muenchen Jerman Barat pada tahun 1956 dan gelar Doktor pada 1960 dari Sekolah Tinggi Teknik Darmstadt Jerman Barat. Semasa di Jerman, Prof Iskandar sempat bekerja di Laboratorium Pusat Siemens & Halske, Muenchen, Jerman Barat (1956-1960).

Pada tahun 1961-1963 Iskandar menjabat sebagai Sekretaris Departemen Teknik Elektro ITB.[3] Selanjutnya pada tahun 1966-1968 ia menjabat sebagai Ketua Departemen Teknik Elektro ITB[3] dan kemudian menjabat Dekan Fakultas Teknologi Industri ITB (1972-1974) dan Wakil Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (1974- 1976).

Bapak sistem komunikasi satelit domestik palapa[4][5] itu pernah menjadi rektor dan memimpin Institut Teknologi Bandung pada 1977-1978,[6] jabatan yang dicabut darinya karena aksi demonstrasi mahasiswa pada masa itu. Ketika itu dia "berdiri" di belakang mahasiswa melancarkan protes terhadap pemerintah saat. Akibatnya dia harus menyerahkan jabatan Rektor ITB.[7]

Masa jabatan sebagai Rektor ITB diembannya dalam periode 7 Desember 1976 - 14 Februari 1978 menggantikan Prof. Dr. Doddy A. Tisna Amidjaja yang menjabat rektor sejak periode 1969 - 7 Desember 1976.[3][8] Dengan demikian, maka nama Iskandar Alisjahbana tercatat dalam lintasan sejarah kepemimpinan ITB sebagai rektor keenam ITB atau rektor ke dua puluh dua Kampus Ganesha sejak TH Bandung didirikan.[9] Iskandar Alisyahbana dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Rektor ITB oleh Menteri P & K hari Selasa, 14 Februari 1978. Untuk itu Iskandar telah menyerahterimakan jabatannya kepada suatu Rektorium yang diketuai Dr. Soedjana Sapi'ie pada hari Kamis, 16 Februari 1978.[3][10]

Dia adalah pakar elektronik penggagas tele blackboard sebuah teknologi yang bisa merekam tulisan tangan di atas papan elektronik, yang bisa dikirim ke lokasi yang jauh menggunakan gelombang radio atau televisi, sebuah teknologi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan dan telekomunikasi.

Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr-Ing. Iskandar Alisjahbana meninggal dunia pada Selasa malam, 16 Desember 2008 di Bandung dalam usia 77 tahun. Putra sulung dari Prof. Dr. Mr. Sutan Takdir Alisjahbana dan ibu Raden Ajeng Rohani Daha itu meninggal dunia di Rumah Sakit Boromeus pada pukul 23:08.

Prof Iskandar dimakamkan pada hari Rabu 17 Desember 2008 di samping makam ayahnya di Tugu, Jawa Barat. Prof Iskandar meninggalkan seorang istri, Prof Anna Alisjahbana, tiga anak, Andi Alisjahbana, Rian Alisjahbana, dan Bachti Alisjahbana, serta enam orang cucu. Iskandar Alisjahbana adalah mertua dari Armida Alisjahbana, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Bandung belum beranjak siang di awal Januari 1978. Lelaki setengah baya berbadan tinggi, dengan langkah tergopoh-gopoh, masuk ke ruangan Panglima Kodam Siliwangi di Jalan Aceh di pusat Kota Bandung. Tamu tak diundang itu langsung berkacak pinggang di depan Panglima Siliwangi, "Waarom hebben jullie mijn huis beschoten?" - Mengapa kalian menembaki rumah saya?

Mayor Jenderal Himawan Soetanto kaget mendapat berondongan pertanyaan seperti itu. Apalagi pagi itu belum ada laporan dari stafnya perihal penembakan di rumah dinas Rektor ITB. Jenderal Himawan pun menjawab dengan Holland spreken pula, "Kalau ada yang menembaki rumah, itu bukan cara saya dan pasti bukan kerjaan anak buah saya."

Lelaki tinggi itu tak lain adalah Prof. Dr. Ing. Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB. Kala itu ia dan keluarganya nyaris terserempet pelor dari aksi penembak gelap yang memberondong rumah dinasnya. Tak puas mendapat jawaban itu, Prof. Iskandar kembali bertanya, "Wie dan?" (Lalu siapa?) Jenderal Himawan tetap menggelengkan kepala.

Pertanyaan Prof. Is - panggilan akrab Iskandar Alisjahbana - sampai kini belum terjawab tuntas, padahal sudah 30 tahun berlalu setelah peristiwa pendudukan kampus ITB oleh tentara pada 20 Januari 1978. Pemerintah pun "menghadiahi" sikap gentleman Prof. Is dengan mencopot jabatannya sebagai Rektor ITB pada 14 Februari 1978. Alasannya, seperti disampaikan oleh Menteri Pendidikan Syarief Thayeb, saat itu Prof Iskandar Alisjahbana dianggap tak mampu memulihkan kampus ITB yang dalam kacamata pemerintah telah menjadi "sarang pemberontak".

Pemerintah menilai Prof. Is terlalu membela Heri Akhmadi, Rizal Ramli, Al Hilal Hamdi, Jusman Syafii Djamal, Ramles Manapang, dan para pemimpin Dewan Mahasiswa (DM) Indonesia lainnya. Saat itu para pemimpin mahasiswa memang mengkritik keras kebijakan pemerintah Orde Baru. Bahkan, dalam satu butir Ikrar Mahasiswa yang dibacakan di depan 8.000 mahasiswa di lapangan basket ITB, pimpinan DM se-Indonesia menuntut dilangsungkannya Sidang Istimewa MPR meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto.

Alih-alih membubarkan aksi "nekat" para mahasiswa itu, Prof. Is malah ikut berbaur di antara kerumunan demonstrasi mahasiswa. Bahkan rektor yang mempunyai hobi fotografi ini malah sibuk dengan tustelnya, jeprat-jepret mendokumentasikan aksi happening art para aktivis mahasiswa dalam acara yang disebut Gelora Kebangkitan 28 Oktober 1977.

Delapan tahun lalu, dalam diskusi peluncuran buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77-78 di Aula ITB Bandung, Prof. Is, yang membaca cerita soal penembakan di kediamannya, sempat menanyakan siapa sebenarnya pelaku yang menembaki rumahnya. Kala itu penulis yang masih terikat "janji" pun tak memberitahukan perihal siapa penembak gelap itu. Dalam buku Menentang Tirani, penulis menyebutkan bahwa pelaku penembakan rumah Rektor ITB adalah seorang perwira pertama Angkatan Darat yang memiliki kedekatan dengan Jenderal Benny Moerdani, yang saat itu menjabat Asisten G-1 (Intel) Hankam. Selain menembak dengan senapan tua eks Perang Dunia II, sang kapten yang veteran pejuang ini dengan gamblang membeberkan operasi pendudukan Ganesha.

Operasi pendudukan kampus ITB atas perintah Kepala Staf Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib) Laksamana Soedomo. Sebagai komandan pelaksana operasi adalah Benny Moerdani. Lantaran operasi intelijen, pelaksana berada di bawah komando Satgas Kopkamtib dan pelaksana lapangan oleh Asisten 1 (Intelijen) Kodam Siliwangi, Kolonel Samalo. Jalur inilah yang melampaui Himawan Soetanto, sebagai Pangdam. Pembeberan operasi ini dibuka dengan sebuah janji nama sang kapten tetap dirahasiakan. Namun, janji ini bisa dilanggar dan nama sang kapten bisa dibuka jika Benny Moerdani yang mantan atasannya sudah meninggal. Prof. Is, lewat anak menantunya, Mas Bambang Harymurti, dalam beberapa kali perjumpaan menanyakan kepada saya siapa penembak rumah Prof Is.

Waktu itu saya menjawab Benny Moerdani belum meninggal, sehingga saya belum bisa membuka identitas sang kapten tersebut. Kini Prof. Is telah berpulang dan Benny Moerdani pun sudah lama tiada. Lewat tulisan inilah penulis ingin menyampaikan jawaban yang sudah 30 tahun tak terbalaskan. Sang Kapten memang bukan perwira karier lulusan akademi militer. Dia, secara tak sengaja, penulis temui saat mewawancarai pelaku-pelaku sejarah Indonesia dalam rubrik wawancara di majalah Tempo. Dalam kesaksiannya, sang kapten menyebut tembakan ke rumah Prof Iskandar hanya untuk menakut-nakuti. Arah tembakan ke genting rumah sehingga tak berbahaya. Namun, tetap saja namanya tembakan senjata, si pemilik rumah sudah tentu dibuat berang jadinya.

Selain kepada penulis, Sang Kapten mengaku sudah menceritakan aksi operasi "koboinya" kepada mantan Pangdam Siliwangi Himawan Soetanto. Sebagai pengungkapan sejarah, seperti juga disampaikan oleh para pelaku, kini saatnya jati diri Sang Kapten dibuka. Sang Kapten, yang masih kerabat pejuang Pembela Tanah Air Supriyadi, tak lain adalah Ki Oetomo Darmadi. Walaupun agak terlambat, pengungkapan ini semoga menjawab pertanyaan Prof Iskandar Alisjahbana (almarhum) yang lama tak terjawab. Selamat jalan, Prof Is, pendidik humanis yang keberaniannya banyak menginspirasi para mahasiswanya dan juga Indonesia.

- dikutip dari "Mengenang Iskandar Alisjahbana" oleh Edy Budiyarso[11]

Catatan sunting

  1. ^ a b Periode 1950-1959 sebelum ITB diresmikan, kampus Jl. Ganesha Bandung merupakan lokasi Fakultas Teknik dan FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) Universitas Indonesia. Tanggal 2 Maret 1959 kedua fakultas tersebut beserta seluruh sumber dayanya baik berupa prasarana fisik, staf pengajar, staf administrasi, dan mahasiswanya dipisahkan dari Universitas Indonesia dan diresmikan sebagai Institut Teknologi di Kota Bandung. Beberapa tahun kemudian Universitas Indonesia mendirikan Fakultas Teknik dan FIPIA yang baru (1960-1963) di Jakarta.
  2. ^ engineeringtown
  3. ^ a b c d Sakri, A. (1979:45).
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-19. Diakses tanggal 2008-12-18. 
  5. ^ http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2008/12/17/brk,20081217-151490,id.html[pranala nonaktif permanen]
  6. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-22. Diakses tanggal 2008-12-18. 
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-02. Diakses tanggal 2008-12-18. 
  8. ^ "Selesai pelantikan rektor ITB yang baru, 7 Desember kemarin ... puji Prof. Dr. Ing. Iskandar Alisjahbana yang baru beberapa hari saja jadi rektor ITB yang baru." dikutip dari Majalah Tempo edisi 25 Desember 1976 [1] Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.
  9. ^ "Sejarah Rektor TH Bandung - ITB". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-13. Diakses tanggal 2012-05-19. 
  10. ^ "dikutip dari Majalah Tempo edisi 25 Pebruari 1978". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2012-05-19. 
  11. ^ Mengenang Iskandar Alisjahbana[pranala nonaktif permanen]

Rujukan sunting

  • Sakri, A. (1979). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Bandung: Penerbit ITB.

Pranala luar sunting

Jabatan akademik
Didahului oleh:
Prof. Dr. Doddy Achdiat Tisna Amidjaja
Rektor ke-6 Institut Teknologi Bandung
1976–1978
Diteruskan oleh:
Ketua Rektorium: Dr. Soedjana Sapi'ie

Anggota: Prof. Dr. Moedomo Soedigdomarto
Prof. Ir. Wiranto Arismunandar, MSME
Ir. Djuanda Suraatmadja