Teungku Ishak Daud (12 Januari 1960 – 8 September 2004) adalah Panglima GAM wilayah Peureulak. Dia pernah dipenjarakan oleh pemerintah Republik Indonesia, tetapi dibebaskan kembali pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000. Selanjutnya, dia bergabung kembali dengan GAM, dan meninggal pada suatu peristiwa penyergapan oleh TNI, tahun 2004.[1][2][3]

Ishak Daud
Lahir(1960-01-12)12 Januari 1960
Blang Geulumpang, Idi Rayeuk, Aceh Timur, Aceh
Meninggal8 September 2004(2004-09-08) (umur 44)
Peureulak, Aceh
Pengabdian Aceh Merdeka
Lama dinasJuni 1987 — 8 September 2004
PangkatPanglima Wilayah
KesatuanTentara Nasional Aceh
KomandanTgk Abdullah syafi'i
Perang/pertempuranPemberontakan di Aceh  

Biografi sunting

Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan, sedangkan ibunya berjualan kue. Ishak Daud merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, saat usianya 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapura. Apalagi banyak orang Aceh di negeri situ. Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapura pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapura Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh. Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya. Sepulang dari Libya, dia singgah di Singapura selama 12 hari. Ishak Daud pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM. Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.

Meninggal Dunia sunting

Pada 20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu, dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok Ishak Daud juga berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis minimi. Untuk perbuatannya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan Aceh Merdeka. Namun, Ishak Daud hanya sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan. Ishak memutuskan kembali bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2004.[4]

Referensi sunting