Invasi Kesultanan Demak ke Melaka Portugis

artikel daftar Wikimedia

Sejak Melaka jatuh ke tangan Portugal pada 1511, Sultan Malaka Mahmud Syah yang mengungsi di Pulau Bintan meminta bantuan kepada Dinasti Ming dan beberapa kerajaan Islam di Nusantara untuk merebut kembali Malaka.

Pati Unus sangat mengerti bahwa kekuatan utama Portugis adalah pada armada lautnya. Portugis memiliki kapal yang kuat, bahkan lebih kuat dibandingkan dengan kapal Majapahit. Selain itu, Portugis sudah menggunakan meriam yang dipasang di masing-masing kapal di mana pada waktu itu meriam adalah senjata pamungkas yang tidak bisa ditandingi oleh senjata apapun.

Oleh karena itu, langkah pertama Pati Unus adalah menghidupkan kembali kekuatan armada Majapahit yang tertidur lama pada saat masa-masa perebutan kekuasaan (Perang Regreg), Perang. Kapal-kapal baru tersebut juga dilengkapi dengan Cetbang, yaitu meriam isian belakang (breech loader), di mana kapal dan cetbang juga merupakan kekuatan andalan Armada Majapahit. Pusat produksi kapal-kapal ini adalah Semarang, dan Jepara, dengan bantuan orang-orang Muslim Tionghoa lokal.[1]

Ekspedisi Jihad I nomer 10 sunting

Pada 1513 Armada Kesultanan Demak, Kesultanan Palembang dan armada Melayu melakukan serangan pertama di bawah pimpinan Pati Unus. Armada kesultanan Demak dari Jepara terdiri dari 100 kapal dan 12.000 personil. Armada Demak terdiri dari berbagai jenis kapal dan perahu, diantaranya:

  • Kapal jong (bahasa Portugis: junco) — Merupakan kapal layar besar yang berukuran beberapa ratus ton.
  • Lancaran (bahasa Portugis: lanchara) — Perahu dengan satu hingga tiga tiang dan bisa didayung.
  • Penjajap (bahasa Portugis: pangajava/pangajaua) — Kapal kargo yang diubah menjadi untuk perang dan dapat dipersenjatai dengan meriam, bisa digerakkan layar dan dayung.[2][3]
  • Kelulus (bahasa Portugis: calaluz) — Perahu dayung kecil dan kadang kala juga menggunakan layar, digunakan untuk menurunkan orang ke pantai.

Kapal-kapal ini dikumpulkan dari banyak kota di Jawa. Setelah peperangan berakhir, Tome Pires melaporkan bahwa banyak kota yang melemah kekuatan perdagangannya karena kapalnya telah digunakan oleh Pati Unus.

Pada akhir 1512 sampai Januari 1513 Pati Unus mencoba mengejutkan Malaka, membawa sekitar 100 kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari Jepara dan Palembang. Sekitar 30 dari mereka adalah jung besar seberat 350–600 ton (pengecualian untuk kapal utama Pati Unus), sisanya adalah kapal jenis lancaran, penjajap, dan kelulus. Jung-jung itu sendiri membawa 12.000 orang. Kapal-kapal itu membawa banyak artileri yang dibuat di Jawa.[catatan 1][4]:23, 177 Meskipun dikalahkan, Patih Unus berlayar pulang dan mendamparkan kapal perangnya sebagai monumen perjuangan melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak.[5][6]:70–71 Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pati Unus, mengatakan:[3]:151-152

Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali. Kami menyerangnya dengan bombard, tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan (tembakan) esfera (meriam besar Portugis)[catatan 2] yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus; kapal itu memiliki tiga lapisan logam, yang semuanya lebih dari satu cruzado tebalnya.[catatan 3] Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi raja Malaka.
-Fernão Pires de Andrade, Cartas, III, hlm. 59

Pertempuran hebat terjadi di selat Malaka, dimana armada gabungan nusantara dan armada Portugis bertempur habis-habisan. Pada pertempuran 70 kapal dan perahu Demak berhasil dihancurkan oleh Portugis[7] dan 800 pasukan demak tewas di medan pertempuran.[8] Namun serangan bersama ini gagal mengusir Portugis dari Malaka.[9] Karena keberanian Pati Unus memimpin penyerangan ke Malaka Portugis, ia mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor.

Ekspedisi Jihad II sunting

Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun. Armada kesultanan Demak melancarkan serang kedua ke Malaka untuk membantu Sultan Mahmud Syah dari Malaka mengambil kembali kota Malaka dari tangan Portugis. Armada ekspedisi kedua kesultanan Demak ini dipimpin kembali oleh Pati Unus yang saat itu telah menjabat sebagai Sultan Demak. Pertempuran hebat terjadi di malaka selama 3 hari 3 malam baik di laut maupun di darat. Pada pertempuran sengit ini Pati Unus terbunuh di medan perang. Posisi Sultan di demak digantikan oleh Trenggana. Serangan Kedua ini juga belum berhasil menggulingkan kekuasaan Portugis di Malaka.

Ekspedisi Susulan sunting

Sepeninggal Pati Unus, tercatat beberapa ekspedisi dikirim dari wilayah kesultanan Demak untuk mengusir portugis dari Malaka.

  1. Tahun 1550, Ratu Kalinyamat, puteri Sultan Trenggana mengirimkan bantuan 40 kapal dan 4000 personil atas permintaan Sultan Johor untuk menyerang Malaka. Gabungan Armada Jepara, Melayu dan Aceh berjumlah total 200 kapal mengepung Malaka. Kekuatan gabungan ini berhasil memukul mundur Portugis dan mengambil alih sebagian besar kota Malaka, sebelum akhirnya berhasil Portugis berhasil menyerang balik. Prajurit-prajurit Melayu berhasil dipukul mundur ke kapal, sementara prajurit-prajurit Jawa dari Jepara tatap bertahan di darat. Setelah Portugis berhasil membunuh pemimpin pasukan Jawa dan menewaskan 2000 prajurit jawa barulah pasukan Jawa mundur ke kapal. Namun badai di laut mengakibatkan 2 kapal Jepara terdampar di pantai dan menjadi sasaran empuk Portugis. Lebih dari setengah pasukan Jepara gugur di medan pertempuran.[10][11]
  2. Tahun 1574, Ratu Kalinyamat dari Jepara mengirimkan kapal bantuan untuk ekspedisi Kesultanan Aceh menyerang Portugis di Malaka berjumlah 300 kapal (80 diantaranya adalah jung besar dengan berat burthen sampai dengan 400 ton) serta 15.000 personil. Setelah pengepungan dan pertempuran sengit selama 3 bulan. Dua per tiga pasukan Jepara gugur, hanya sekitar 5000 pasukan yang masih selamat dan kembali ke Jepara.[12][13]:212 Namun serangan ini menyebabkan posisi Portugis di kepulauan Maluku terjepit karena bala bantuan dari Malaka terhambat, sehingga Sultan Baabullah dari Ternate berhasil mengusir Portugis dari kesultanan Ternate pada tahun 1575.[14][15]

Catatan sunting

  1. ^ Menurut Horst H. Liebner, sebagian besar meriam tersebut berjenis meriam putar (swivel gun), kemungkinan dari jenis cetbang atau rentaka, yaitu sejenis meriam ukuran kecil dan sedang yang biasa dipasang di pinggir kapal. Meriam tetap yang ukurannya lebih besar pada kapal-kapal Melayu biasanya dipasang di apilan (gunshield atau perisai meriam).
  2. ^ Espera atau esfera adalah meriam besar Portugis yang diisi dari depan. Memiliki panjang 2–5 meter dengan berat hingga 1800 kg, biasanya digunakan pada karavel. Espera menembakkan bola meriam seberat 12–20 pon (5,44–9,1 kg). Lihat Earle, T. F. (1990). Albuquerque: Caesar of the East: Selected texts by Alfonso de Albuquerque and his son. Pers Universitas Oxford. hlm. 287.
  3. ^ Sejenis uang Portugis berdiameter 3,8 cm.

Sumber sunting

  1. ^ Keat Gin Ooi; Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO(2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia from Angkor Wat to Timor.
  2. ^ "Significado de "pangajava"". www.dicionarioinformal.com.br. Diakses tanggal 2017-01-12. 
  3. ^ a b Cortesão, Armando (1944). The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515 volume I. London: The Hakluyt Society. ISBN 9784000085052.    Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  4. ^ Crawfurd, John (1856). A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries. Bradbury and Evans. 
  5. ^ De Graaf, Hermanus Johannes (1974). De eerste Moslimse vorstendommen op Java: Studiën over de Staatkundige Geschiedenis van de 15de en 16de eeuw. 's-Gravenhage: M. Nijhoff. hlm. 44. 
  6. ^ Winstedt, Richard Olaf (1935). "A History of Malaya". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 13 (1): iii–270. 
  7. ^ 179, C. Guillot; Denys Lombard; Roderich Ptak, eds. (1998). From the Mediterranean to the China Sea: miscellaneous notes.
  8. ^ Chronological table, 489. History of the Indian Archipelago: Containing an Account of the Manners, Art, Languages, Religions, Institutions, and Commerce of Its Inhabitants. John Crawfurd, Cambridge University Press (2013).
  9. ^ Keat Gin Ooi; Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO(2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia from Angkor Wat to Timor. Merle Calvin Ricklefs; Stanford University Press (1993). A History of Modern Indonesia Since C. 1300.
  10. ^ Andreas Gosana, Xlibris Corporation (2016). Warawiri: Life Consists of Endless Back and Forth Journeys in Time.
  11. ^ H. Kahler, Brill Archive (1981) Modern Times.
  12. ^ Marsden, William (1783). The History of Sumatra: Containing an Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants. London: W. Marsden. hlm. 350-351.
  13. ^ Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', dalam Anthony Reid (ed.), Southeast Asia in the Early Modern Era (Ithaca: Cornell University Press), hlm. 197-213.
  14. ^ .S.A. de Clercq, Bijdragen tot de kennis der Residentie Ternate, Leiden-E,J Brill (1890)
  15. ^ Muridan Satrio Widjojo, The Revolt of Prince Nuku: Cross-Cultural Alliance-making in Maluku, C.1780-1810. BRILL (2009)

Bacaan lanjutan sunting

  • Keat Gin Ooi; Santa Barbara, Calif.: ABC-CLIO (2004).
  • Pires, Tomé, Suma Oriental
  • Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1300, Standford University Press (1993).
  • Fernão Mendes Pinto, Rebecca D. Catz, The Travels of Mendes Pinto, University of Chicago Press (1989)