Infeksi Clostridioides difficile

Infeksi Clostridioides difficile (ICD atau C-diff), juga dikenal sebagai infeksi Clostridium difficile, adalah infeksi dengan gejala yang disebabkan oleh bakteri Clostridioides difficile yang membentuk spora.[1][5] Tanda dan gejala mencakup diare yang mengandung banyak air, demam, mual, dan nyeri pada perut.[2] ICD adalah 20% kasus diare yang berhubungan dengan antibiotik. Antibiotik dapat berkontribusi dalam perubahan mikrobiota perut yang merusak; khususnya, antibiotik mengurangi penyerapan asam lemak rantai pendek, mengakibatkan diare osmotik, atau berair.[6] Komplikasi mencakup radang usus besar, megakolon toksik, perforasi usus besar, dansepsis.

Infeksi Clostridioides difficile
Spesimen patologis menunjukkan pseudomembranous colitis
Informasi umum
Nama lainC. difficile associated diarrhea (CDAD), Clostridium difficile infection, C. difficile colitis
SpesialisasiPenyakit infeksius
PenyebabClostridioides difficile enyebar lewat Transmisi fekal–oral[1]
Faktor risikoAntibiotik, Penghambat pompa proton, perawatan di rumah sakit, masalah kesehatan penyerta, usia tua[2]
Aspek klinis
Gejala dan tandaDiare, demam, mual, nyeri perut[2]
DiagnosisKultur feses, pengecekan DNA atau toksin bakteri[2]
Tata laksana
PencegahanCuci tangan, terminal room cleaning [1]
PerawatanMetronidazol, vankomisin, fidaksomisin, transplantasi mikrobiota[2][3]
Distribusi dan frekuensi
Prevalensi453,000 (US 2011)[1][4]
Kematian29,000 (US)[1][4]

Infeksi Clostridioides difficile menular melalui spora bakteri pada tinja. Permukaan benda dapat terkontaminasi oleh spora dan kemudian penularan terjadi melalui tangan tenaga kesehatan. Faktor risiko infeksi mencakup penggunaan antibiotik atau inhibitor pompa proton, rawat inap, masalah kesehatan lain, dan usia lanjut. Diagnosis dilakukan dengan kultur tinja atau uji DNA atau toksin bakteri. Jika hasil uji seseorang adalah positif tetapi tanda dan gejala tidak tampak, orang itu mengalami C. difficile kolonisasi C. diffile, bukan infeksi.[2]

Upaya pencegahan antara lain pembersihan ruangan terminal di rumah sakit, pembatasan penggunaan antibiotik, dan kampanye cuci tangan di rumah sakit.[1] Penyanitasi tangan berbahan dasar alkohol tidak efektif. Pemberhentian antibiotik dapat menyelesaikan gejala dalam tiga hari pada 20% penderita.[2] Antibiotik metronidazol, vankomisin atau fidaksomisin, akan mengobati infeksi.[3] Pengujian ulang setelah pengobatan, selama gejala berakhir, tidak direkomendasikan karena seseorang akan tetap terkolonisasi. Munculnya kembali gejala dilaporkan terjadi pada hingga 25% penderita.[7] Beberapa bukti yang ada saat ini menunjukkan transplantasi mikrobiota tinja dan probiotik dapat mengurangi terjadinya kembali infeksi.

Infeksi C. difficile terjadi di seluruh dunia. Sekitar 453.000 kasus terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2011, menyebabkan 29.000 kematian.[1][4] Tingkat terjadinya penyakit secara global meningkat antara 2001 dan 2016. Infeksi C. difficile terjadi lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki. Bakteri ini ditemukan pada tahun 1935 dan didapati menyebabkan penyakit pada 1978.[8] Di Amerika Serikat, infeksi dengan penularan di rumah sakit meningkatkan biaya perawatan sebanyak AS$1,5 milyar setiap tahun.[9] Meskipun infeksi C. difficile umum terjadi di rumah sakit, sekurang-kurangnya 30% infeksi ditularkan di rumah sakit.[10] Sebagian besar infeksi terjadi di luar rumah sakit, yang mana pengobatan dan riwayat baru terjadinya penyakit diare (e.g. penyalahgunaan pencahar atau keracunan makanan karena Salmonellosis) dianggap mendorong risiko kolonisasi.[11]


Tanda dan gejala sunting

Tanda dan gejala ICD beragam, mulai dari diare ringan hingga radang usus besar yang parah dan mengancam jiwa.[12]

Pada orang dewasa, aturan prediksi klinis menunjukkan bahwa tanda yang paling jelas adalah diare yang signifikan ("onset baru kondisi lebih dari tiga kali buang air besar dengan tinja encer atau tinja yang tidak sepenuhnya terbentuk"), paparan antibiotik, nyeri perut, demam (hingga 40.5 °C 105 °F), dan bau khas busuk pada tinja yang mirip kotoran kuda.[13] Pada pasien rumah sakit, tanda pernah menggunakan antibiotik dan diare atau nyeri perut menunjukkan sensitivitas uji 86% dan spesifikasi uji 45%.[14] Penelitian dengan prevalensi uji sitotoksin positif 14% menunjukkan nilai prediktif positif adalah 18% dan nilai prediktif negatif adalah 94%.

Pada anak-anak, gejala yang paling sering timbul adalah diare encer dengan sekurang-kurangnya tiga kali buang air besar dalam sehari selama dua hari atau lebih, mungkin bersama dengan demam, hilangnya nafsu makan, mual, dan/atau nyeri perut.[15] Pasien yang mengalami infeksi parah juga menderita peradangan usus besar yang serius dan diare ringan atau tidak diare.

Sebab sunting

Infeksi bakteri C. difficile menyebabkan diare C. difficile.

C. difficile sunting

Clostridia adalah bakteri anaerob motil dan banyak dijumpai di alam, terutama di tanah. Dengan mikroskop, bakteri ini tampak sebagai sel yang panjang, ireguler (sering kali berbentuk pemukul genderang atau gelondong) dengan tonjolan pada ujung-ujungnya. Dengan pewarnaan Gram, sel C. difficile menunjukkan Gram-positif dan tumbuh optimum pada agar darah dalam suhu tubuh manusia tanpa oksigen. Dengan adanya stresor, bakteri menghasilkan spora yang dapat bertahan pada kondisi ekstrem yang mana bakteri aktif tidak dapat hidup di dalamnya.[16]

C. difficile dapat membentuk koloni pada usus besar manusia tanpa menimbulkan gejala; diperkirakan 2-5% populasi dewasa merupakan pembawa bakteri ini, angka itu mungkin perlu disesuaikan demografi.[16] Risiko kolonisasi diasosiasikan dengan riwayat penyakit diare yang tidak berhubungan (e.g. penyalahgunaan pencahar dan keracunan makanan Salmonelosis atau infeksi Vibrio cholerae).[11]

Strain patogenik C. difficile memproduksi sejumlah toksin.[17] Zat yang telah paling baik diketahui adalah enterotoksin (toksin A) dan sitotoksin (toksin B); keduanya menyebabkan diare dan peradangan pada orang yang terinfeksi, tetapi kontribusi relatif keduanya masih diperdebatkan.[16] Toksin A dan B adalah glukosiltransferase yang memiliki sasaran inaktivasi keluarga Ro GTP-ase. Toksin B (sitotoksin) menginduksi depolimerasi aktin dengan mekanisme yang berhubungan dengan penurunan ribosilasi ADP oleh protein Ro pengikat GTP yang memiliki massa molekul rendah.[18] Toksin lain, toksin biner, ditemukan, tetapi perannya dalam penyakit ini belum sepenuhnya diketahui.[19]

Penanganan CDI dengan antibiotik memiliki kendala karena adanya resistensi antibiotik dan faktor fisiologi bakteri (pembentukan spora dan efek perlindungan pseudomembran).[16] Munculnya strain baru yang sangat toksik dan resisten terhadap antibiotik fluorokuinolon, seperti siprofloksasin dan levofloksasin, dianggap menimbulkan wabah yang tersebar luas secara geografis di Amerika Utara pada tahun 2005.[20] Center for Disease Control and Prevention (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) Amerika Serikat di Atlanta memperingatkan munculnya strain epidemi dengan keganasan tinggi, resistensi antibiotik, atau keduanya.[21]

C. difficile ditularkan dari orang ke orang melalui jalur fekal-oral. Bakteri ini membentuk spora yang tahan panas dan tidak bisa mati dengan pemberian sanitasi berbahan alkohol atau pembersihan permukaan perabot yang rutin. Spora dapat bertahan lama pada lingkungan klinis sehingga bakteri dapat membentuk kultur dari, kurang lebih, permukaan mana saja. Setelah spora tertelan, ketahanannya terhadap asam memudahkan penerobosan ke lambung. Saat spora terkena asam empedu, spora tumbuh dan berlipat ganda menjadi sel-sel vegetatif di usus besar. Orang tanpa riwayat gangguan saluran cerna karena penggunaan antibiotik atau penyakit diare jarang dikolonisasi oleh C. difficile.[11]

Pada tahun 2005, analisis molekuler berhasil mengidentifikasi strain C. difficile kelompok BI dengan analisis endonuklease restriksi, sebagai NAP1 tipe pulse-field Amerika Utara dengan PFGE dan sebagai ribotipe 027; istilah yang berbeda-beda menggambarkan teknik yang digunakan dalam penggolongan epidemiologi. Strain ini dinamai C. difficile BI/NAP1/027.[22]

Faktor risiko sunting

Antibiotik sunting

Radang usus besar karena C. difficile berkaitan erat dengan penggunaan antibiotik: fluorokuinolon, sefalosporin, dan klindamisin.[23]

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan rutin antibiotik dalam peternakan turut berperan dalam pecahnya wabah infeksi bakteri seperti C. difficile.[24]

Lingkungan fasilitas kesehatan sunting

Infeksi paling sering terjadi di rumah sakit, panti jompo,[25] atau fasilitas kesehatan lain meskipun infeksi di luar lingkungan perawatan juga meningkat. Seseorang dapat terkena infeksi ini jika menyentuh benda atau permukaan yang terkontaminasi tinja dan kemudian menyentuh mulut atau membran mukosa lain. Tenaga kesehatan dapat menyebarkan bakteri atau mengontaminasi berbagai permukaan melalui kontak tangan.[26] Tingkat kontak dengan C. difficile diperkirakan mencapai 13% pada perawatan inap rumah sakit hingga dua pekan dan 50% pada perawatan inap yang lebih lama dari empat pekan.[27]

Rawat inap di rumah sakit jangka panjang atau hidup dalam panti jompo dalam periode satu tahun sebelumnya adalah faktor risiko independen untuk peningkatan kolonisasi.[28]

Pengobatan penekan asam lambung sunting

Tingkat CDI nosokomial yang membesar berkaitan dengan penggunaan obat yang menekan produksi asam lambung: antogonis reseptor H2 meningkatkan risiko 1,5 kali lipat sementara inhibitor pompa proton meningkatkan 1,7 kali pada penggunaan satu kali sehari dan 2,4 kali pada penggunaan lebih dari satu kali sehari.[29][30]

Penyakit diare sunting

Orang dengan riwayat medis penyakit diare dalam jangka waktu dekat berisiko lebih tinggi mengalami kolonisasi C. difficile jika terpapar spora. Penyakit diare yang dimaksud termasuk gejala karena penyalahgunaan pencahar dan patogen saluran cerna.[11] Gangguan yang meningkatkan motilitas usus dianggap meningkatkan konsentrasi gula makanan untuk sementara waktu, memungkinkan C. difficile berkembang biak dan mengamankan kedudukannya di usus.[31] Meskipun tidak semua kolonisasi berujung pada penyakit, orang pembawa tanpa gejala akan tetap memiliki koloni tersebut selama bertahun-tahun.[11] Pada jangka waktu itu, banyaknya C. difficile bervariasi dari hari ke hari, menimbulkan peluruhan yang dapat berkontribusi besar pada tingkat infeksi yang ditularkan di masyarakat.[11]

Lain-lain sunting

Konsumsi jangka panjang elemental diet meningkatkan risiko munculnya infeksi C. difficile karena penekanan populasi bakteri-bakteri sehat yang disebabkan oleh hilangnya sumber makanan bakteri-bakteri tersebut.[32] Kadar albumin yang rendah menjadi faktor risiko munculnya infeksi C. difficile dan penyakit parah jika infeksi tersebut sudah terjadi.[33][34] Efek perlindungan albumin serum dapat dikaitkan dengan pengikatan toksin A dan toksin B sehingga toksin tidak masuk ke enterosit.[34]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g Butler M, Olson A, Drekonja D, Shaukat A, Schwehr N, Shippee N, Wilt TJ (March 2016). "Early Diagnosis, Prevention, and Treatment of Clostridium difficile: Update". AHRQ Comparative Effectiveness Reviews.: vi,1. PMID 27148613. 
  2. ^ a b c d e f g "Frequently Asked Questions about Clostridium difficile for Healthcare Providers". CDC. March 6, 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 September 2016. Diakses tanggal 5 September 2016. 
  3. ^ a b Nelson RL, Suda KJ, Evans CT (March 2017). "Antibiotic treatment for Clostridium difficile-associated diarrhoea in adults". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 3: CD004610. doi:10.1002/14651858.CD004610.pub5. PMC 6464548 . PMID 28257555. 
  4. ^ a b c Lessa FC, Mu Y, Bamberg WM, Beldavs ZG, Dumyati GK, Dunn JR, et al. (February 2015). "Burden of Clostridium difficile infection in the United States". The New England Journal of Medicine. 372 (9): 825–34. doi:10.1056/NEJMoa1408913. PMID 25714160. 
  5. ^ Guh AY, Kutty PK (October 2018). "Clostridioides difficile Infection". Annals of Internal Medicine. 169 (7): ITC49–ITC64. doi:10.7326/AITC201810020. PMC 6524133 . PMID 30285209. 
  6. ^ Mullish BH, Williams HR (June 2018). "Clostridium difficile infection and antibiotic-associated diarrhoea". Clinical Medicine. 18 (3): 237–241. doi:10.7861/clinmedicine.18-3-237. PMC 6334067 . PMID 29858434. 
  7. ^ Long SS, Pickering LK, Prober CG (2012). Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4th). Elsevier Health Sciences. hlm. 979. ISBN 978-1455739851. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2016. 
  8. ^ Lessa FC, Gould CV, McDonald LC (August 2012). "Current status of Clostridium difficile infection epidemiology". Clinical Infectious Diseases. 55 Suppl 2: S65–70. doi:10.1093/cid/cis319. PMC 3388017 . PMID 22752867. 
  9. ^ Leffler DA, Lamont JT (April 2015). "Clostridium difficile infection". The New England Journal of Medicine. 372 (16): 1539–48. doi:10.1056/NEJMra1403772. PMID 25875259. 
  10. ^ Eyre DW, Cule ML, Wilson DJ, Griffiths D, Vaughan A, O'Connor L, et al. (September 2013). "Diverse sources of C. difficile infection identified on whole-genome sequencing". The New England Journal of Medicine. 369 (13): 1195–205. doi:10.1056/NEJMoa1216064. PMC 3868928 . PMID 24066741. 
  11. ^ a b c d e f VanInsberghe D, Elsherbini JA, Varian B, Poutahidis T, Erdman S, Polz MF (April 2020). "Diarrhoeal events can trigger long-term Clostridium difficile colonization with recurrent blooms". Nature Microbiology. 5 (4): 642–650. doi:10.1038/s41564-020-0668-2. PMID 32042128. 
  12. ^ Joshi NM, Macken L, Rampton DS (December 2012). "Inpatient diarrhoea and Clostridium difficile infection". Clinical Medicine. 12 (6): 583–8. doi:10.7861/clinmedicine.12-6-583. PMC 5922602 . PMID 23342416. 
  13. ^ Bomers MK, Menke FP, Savage RS, Vandenbroucke-Grauls CM, van Agtmael MA, Covington JA, Smulders YM (April 2015). "Rapid, accurate, and on-site detection of C. difficile in stool samples". The American Journal of Gastroenterology. 110 (4): 588–94. doi:10.1038/ajg.2015.90. PMID 25823766. 
  14. ^ Katz DA, Lynch ME, Littenberg B (May 1996). "Clinical prediction rules to optimize cytotoxin testing for Clostridium difficile in hospitalized patients with diarrhea". The American Journal of Medicine. 100 (5): 487–95. doi:10.1016/S0002-9343(95)00016-X. PMID 8644759. 
  15. ^ Moreno MA, Furtner F, Rivara FP (June 2013). "Clostridium difficile: a cause of diarrhea in children". JAMA Pediatrics. 167 (6): 592. doi:10.1001/jamapediatrics.2013.2551. PMID 23733223. 
  16. ^ a b c d Sherris medical microbiology : an introduction to infectious diseases. Kenneth J. Ryan, C. George Ray, John C. Sherris (edisi ke-4th ed). New York: McGraw-Hill. 2004. ISBN 0-8385-8529-9. OCLC 52358530. 
  17. ^ Di Bella, Stefano; Ascenzi, Paolo; Siarakas, Steven; Petrosillo, Nicola; di Masi, Alessandra (2016-05-03). "Clostridium difficile Toxins A and B: Insights into Pathogenic Properties and Extraintestinal Effects". Toxins. 8 (5). doi:10.3390/toxins8050134. ISSN 2072-6651. PMC 4885049 . PMID 27153087. 
  18. ^ Just, I.; Selzer, J.; von Eichel-Streiber, C.; Aktories, K. (1995-03). "The low molecular mass GTP-binding protein Rho is affected by toxin A from Clostridium difficile". The Journal of Clinical Investigation. 95 (3): 1026–1031. doi:10.1172/JCI117747. ISSN 0021-9738. PMC 441436 . PMID 7883950. 
  19. ^ Barth, Holger; Aktories, Klaus; Popoff, Michel R.; Stiles, Bradley G. (2004-09). "Binary bacterial toxins: biochemistry, biology, and applications of common Clostridium and Bacillus proteins". Microbiology and molecular biology reviews: MMBR. 68 (3): 373–402, table of contents. doi:10.1128/MMBR.68.3.373-402.2004. ISSN 1092-2172. PMC 515256 . PMID 15353562. 
  20. ^ Loo, Vivian G.; Poirier, Louise; Miller, Mark A.; Oughton, Matthew; Libman, Michael D.; Michaud, Sophie; Bourgault, Anne-Marie; Nguyen, Tuyen; Frenette, Charles (2005-12-08). "A predominantly clonal multi-institutional outbreak of Clostridium difficile-associated diarrhea with high morbidity and mortality". The New England Journal of Medicine. 353 (23): 2442–2449. doi:10.1056/NEJMoa051639. ISSN 1533-4406. PMID 16322602. 
  21. ^ McDonald, L. Clifford (2005-08). "Clostridium difficile: responding to a new threat from an old enemy". Infection Control and Hospital Epidemiology. 26 (8): 672–675. doi:10.1086/502600. ISSN 0899-823X. PMID 16156321. 
  22. ^ Rupnik, Maja; Wilcox, Mark H.; Gerding, Dale N. (2009-07). "Clostridium difficile infection: new developments in epidemiology and pathogenesis". Nature Reviews. Microbiology. 7 (7): 526–536. doi:10.1038/nrmicro2164. ISSN 1740-1534. PMID 19528959. 
  23. ^ "Clostridium Difficile Infection: Prevention, Treatment, and Surgical Management". Surgical Clinics of North America (dalam bahasa Inggris). 94 (6): 1335–1349. 2014-12-01. doi:10.1016/j.suc.2014.08.006. ISSN 0039-6109. 
  24. ^ "Scientists probe whether C. difficile is linked to eating meat". web.archive.org. 2006-10-24. Archived from the original on 2006-10-24. Diakses tanggal 2021-07-30. 
  25. ^ Dumyati, Ghinwa; Stone, Nimalie D.; Nace, David A.; Crnich, Christopher J.; Jump, Robin L. P. (2017-04-05). "Challenges and Strategies for Prevention of Multidrug-Resistant Organism Transmission in Nursing Homes". Current Infectious Disease Reports (dalam bahasa Inggris). 19 (4): 18. doi:10.1007/s11908-017-0576-7. ISSN 1534-3146. PMC 5382184 . PMID 28382547. 
  26. ^ CDC (2021-07-20). "Could you or your loved one have C. diff?". Centers for Disease Control and Prevention (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-07-30. 
  27. ^ Clabots, C. R.; Johnson, S.; Olson, M. M.; Peterson, L. R.; Gerding, D. N. (1992-09-01). "Acquisition of Clostridium difficile by Hospitalized Patients: Evidence for Colonized New Admissions as a Source of Infection". Journal of Infectious Diseases. 166 (3): 561–567. doi:10.1093/infdis/166.3.561. ISSN 0022-1899. 
  28. ^ Halsey, Jennifer (2008-04-15). "Current and future treatment modalities forClostridium difficile-associated disease". American Journal of Health-System Pharmacy. 65 (8): 705–715. doi:10.2146/ajhp070077. ISSN 1079-2082. 
  29. ^ Deshpande, Abhishek; Pant, Chaitanya; Pasupuleti, Vinay; Rolston, David D.K.; Jain, Anil; Deshpande, Narayan; Thota, Priyaleela; Sferra, Thomas J.; Hernandez, Adrian V. (2012-03). "Association Between Proton Pump Inhibitor Therapy and Clostridium difficile Infection in a Meta-Analysis". Clinical Gastroenterology and Hepatology. 10 (3): 225–233. doi:10.1016/j.cgh.2011.09.030. ISSN 1542-3565. 
  30. ^ Howell, Michael D.; Novack, Victor; Grgurich, Philip; Soulliard, Diane; Novack, Lena; Pencina, Michael; Talmor, Daniel (2010-05-10). "Iatrogenic gastric acid suppression and the risk of nosocomial Clostridium difficile infection". Archives of Internal Medicine. 170 (9): 784–790. doi:10.1001/archinternmed.2010.89. ISSN 1538-3679. PMID 20458086. 
  31. ^ Ferreyra, Jessica A.; Wu, Katherine J.; Hryckowian, Andrew J.; Bouley, Donna M.; Weimer, Bart C.; Sonnenburg, Justin L. (2014-12). "Gut Microbiota-Produced Succinate Promotes C. difficile Infection after Antibiotic Treatment or Motility Disturbance". Cell Host & Microbe. 16 (6): 770–777. doi:10.1016/j.chom.2014.11.003. ISSN 1931-3128. PMC 4859344 . PMID 25498344. 
  32. ^ O'Keefe, Stephen JD (2010-01-14). "Tube feeding, the microbiota, and Clostridium difficile infection". World Journal of Gastroenterology (dalam bahasa Inggris). 16 (2): 139–142. doi:10.3748/wjg.v16.i2.139. PMC 2806551 . PMID 20066732. 
  33. ^ Crook, Derrick W.; Walker, A. Sarah; Kean, Yin; Weiss, Karl; Cornely, Oliver A.; Miller, Mark A.; Esposito, Roberto; Louie, Thomas J.; Stoesser, Nicole E. (2012-08-01). "Fidaxomicin Versus Vancomycin for Clostridium difficile Infection: Meta-analysis of Pivotal Randomized Controlled Trials". Clinical Infectious Diseases. 55 (suppl_2): S93–S103. doi:10.1093/cid/cis499. ISSN 1537-6591. PMC 3388031 . PMID 22752871. 
  34. ^ a b Sartelli, Massimo; Di Bella, Stefano; McFarland, Lynne V.; Khanna, Sahil; Furuya-Kanamori, Luis; Abuzeid, Nadir; Abu-Zidan, Fikri M.; Ansaloni, Luca; Augustin, Goran (2019-02-28). "2019 update of the WSES guidelines for management of Clostridioides (Clostridium) difficile infection in surgical patients". World Journal of Emergency Surgery. 14 (1): 8. doi:10.1186/s13017-019-0228-3. ISSN 1749-7922. PMC 6394026 . PMID 30858872.