Mujair
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
O. mossambicus
Nama binomial
Oreochromis mossambicus

Mujair (Oreochromis mossambicus) adalah sejenis ikan yang biasa dikonsumsi. Penyebaran alami ikan ini adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan di Indonesia oleh Pak Mujair di muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski masih menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan Blitar [1] Ikan ini berkerabat dekat dengan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berasal dari Afrika bagian utara dan Levant.

Ciri-ciri sunting

Ikan berukuran sedang, panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah sekitar 40 cm. Bentuk badannya pipih dengan warna hitam, keabu-abuan, kecokelatan atau kuning.

Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15–17 duri (tajam) dan 10–13 jari-jari (duri berujung lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 9–12 jari-jari.

Penyebaran dan Habitat sunting

Mujair merupakan ikan asli perairan air tawar dan air payau di wilayah tenggara Afrika, mulai dari Mozambik, Malawi, Zambia, Zimbabwe, hingga Sungai Bushman di Provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan. Ikan ini merupakan ikan yang mudah beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan. Mujair dapat hidup di semua jenis ekosistem perairan tawar, serta daerah pesisir laut.[2]

Di wilayah asalnya, populasi mujair asli terdesak oleh keberadaan ikan nila. Selain berkompetisi dalam memperebutkan makanan dan habitat, kedua spesies sering melakukan perkawinan silang menghasilkan hibrida. Kasus ini telah terjadi di Sungai Zambesi dan Sungai Limpopo, sehingga mujair strain murni dikhawatirkan akan lenyap dari kedua perairan tersebut.[2]

Sebagai ikan invansif sunting

Ikan mujair mulai diintroduksi ke berbagai wilayah di dunia sejak awal 1930-an sebagai ikan budi daya dan juga mengendalikan populasi tumbuhan air dan serangga liar.[3] Akan tetapi, kini mujair dikenal sebagai ikan invasif karena merugikan ikan asli dengan bersaing dalam memperebutkan makanan dan tempat bertelur, serta memangsa ikan kecil. Bahkan, ikan ini dinobatkan sebagai anggota ke-66 dalam daftar "100 Jenis Asing Invasif Terburuk di Dunia" oleh GISD.[4]

Kebiasaan sunting

Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam (salinitas), sehingga dapat hidup di air payau. Jenis ikan ini memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah dewasa kecepatannya ini akan menurun.

Mujair juga sangat peridi. Ikan ini mulai berbiak pada umur sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan sekali. Setiap kalinya, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan ‘dierami’ dalam mulut induk betina, yang memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas. Hingga beberapa hari setelahnya pun mulut ini tetap menjadi tempat perlindungan anak-anak ikan yang masih kecil, sampai anak-anak ini disapih induknya.

Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja, populasi ikan ini dapat meningkat sangat pesat. Mujair mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan makanan.

Tidak mengherankan apabila ikan ini dianggap invasif dan menimbulkan berbagai masalah baru di perairan yang didatanginya, seperti halnya di Singapura, dan di California Selatan, Amerika Serikat. Tidak luput pula adalah berbagai waduk dan danau-danau di Indonesia yang 'ditanami' ikan ini, seperti misalnya Danau Lindu di Sulawesi Tengah.

Lihat pula sunting

  • Ikan nila (Oreochromis niloticus), kerabat dekat ikan mujair yang juga menjadi komoditas perikanan Indonesia.

Referensi sunting

  1. ^ Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. hlm. 105. 
  2. ^ a b Bills (SAIAB), Roger (2017-10-02). "IUCN Red List of Threatened Species: Oreochromis mossambicus". IUCN Red List of Threatened Species. Diakses tanggal 20 Juni 2021. 
  3. ^ Russell, D. J.; Thuesen, P. A.; Thomson, F. E. (2012-09-01). "A review of the biology, ecology, distribution and control of Mozambique tilapia, Oreochromis mossambicus (Peters 1852) (Pisces: Cichlidae) with particular emphasis on invasive Australian populations". Reviews in Fish Biology and Fisheries (dalam bahasa Inggris). 22 (3): 533–554. doi:10.1007/s11160-011-9249-z. ISSN 1573-5184. 
  4. ^ "100 of the World's Worst Invasive Alien Species". www.iucngisd.org. Diakses tanggal 20 Juni 2021. 

Sumber bacaan lainnya sunting

  • Kottelat, M.; A.J. Whitten; S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK).
  • Nagl, S.; H. Tichy; W.E. Mayer; I.E. Samonte; B.J. McAndrew & J. Klein. 2001. Classification and Phylogenetic Relationships of African Tilapiine Fishes Inferred from Mitochondrial DNA Sequences. Molecular Phylogenetics and Evolution 20(3): 361–374.
  • Soeseno, S. 1984. Perkenalkan: Ikan (Pak) Mujair. dalam Dari Kutu sampai ke Gajah. PT Gramedia, Jakarta.
  • Whitten, A.J; M. Mustafa. 1984. Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta.

Pranala luar sunting