Ikan fermentasi adalah salah satu cara dalam mengawetkan ikan dan produk ikan secara tradisional. Fermentasi umum dilakukan di berbagai tempat jauh sebelum adanya metode pendinginan dan pengalengan ikan. Boga bahari merupakan salah satu jenis makanan yang cepat rusak. Fermentasi meningkatkan keasaman dari boga bahari hingga ke titik di mana bakteri berhenti berkembang biak.

Daging ikan hiu sedang dalam proses fermentasi menjadi hakarl, di Islandia
Keluarga suku Inuit berbagi igunaq, daging mamalia laut yang difermentasi

Metode modern dalam meningkatkan keasaman tanpa melalui fermentasi adalah dengan penambahan senyawa yang bersifat anti bakteri dengan pH rendah, seperti asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, dan peptida tertentu.[1][2] Namun ikan yang difermentasi memiliki rasa dan aroma yang khas karena proses yang dialami oleh produk tersebut.

Risiko sunting

Fermentasi ikan mentah memiliki risiko tertentu. Di Alaska kasus botulisme akibat ikan fermentasi sudah tercatat sejak tahun 1985 dan terus meningkat dan merupakan negara bagian di Amerika Serikat dengan kasus botulisme tertinggi.[3] Peningkatan kasus botulisme terjadi karena penggunaan wadah plastik tertutup rapat yang mengakibatkan fermentasi terjadi secara anaerobik dan menyebabkan bakteri Clostridium botulinum tumbuh dengan cepat, dibandingkan dengan cara tradisional yang menggunakan lubang di tanah dengan hanya ditutupi jerami.[3]

Jenis ikan fermentasi sunting

Bagoong
Produk ikan fermentasi khas Filipina, terbuat dari ikan atau udang cincang yang difermentasi, dicampur dengan garam, dan disimpan dalam wadah tanah liat.[4][5][6] Di dalam wadah, daging ikan yang telah dicincang tersebut didiamkan selama 30 hingga 90 hari, dan diaduk beberapa kali.[7] Umumnya diberikan pewarna makanan alami yang terbuat dari angkak sehingga memberikan warna merah atau merah muda.[5] Hasil akhirnya terkadang dicincang ulang agar menghasilkan produk yang lebih halus seperti pasta.[8]
Fesikh
Di Mesir, ikan dari family Mugilidae difermentasi menjadi Fesikh. Ikan ini hidup di Laut Mediterania dan Laut Merah. Ikan ini dibuat dengan cara menjemur ikan di bawah cahaya matahari sebelum diawetkan dalam tumpukan garam. Metode dan resep Fesikh dapat berbeda-beda di setiap keluarga. Makanan ini umumnya disajikan di kala festival Sham el-Nessim.[9]
Garum
Merupakan saus yang dibuat dari ikan fermentasi. Memiliki rasa yang kuat, dan menjadi mata uang di zaman Romawi Kuno.
Hakarl
Merupakan ikan fermentasi yang menjadi makanan khas Islandia. Hakarl dibuat dengan memfermentasikan daging ikan hiu dari spesies Somniosus microcephalus dan Cetorhinus maximus. Hakarl merupakan makanan yang memiliki aroma dan rasa yang sangat kuat, sehingga orang yang tidak terbiasa memakannya tidak akan menyukainya.[10] Fermentasi secara tradisional dilakukan di dalam tanah ditumpuk bebatuan untuk mengeluarkan cairan dari dalam tubuh hiu selama 6 hingga 12 minggu. Setelah itu ikan dipotong dan dijemur di dalam ruangan selama beberapa bulan.
Hongehoe
Berasal dari Korea, makanan ini dibuat dari ikan dari famili Rajidae yang difermentasikan. Ikan ini memiliki aroma seperti amonia dan disajikan mentah bersama makanan lain, umumnya kimchi.
Igunaq
Igunaq dibuat dengan memfermentasikan daging walrus dan mamalia laut lainnya dengan cara dikubur di dalam tanah. Daging dipotong dalam bentuk bistik sebelum difermentasikan. Fermentasi terjadi selama musim gugur, membeku ketika musim dingin, dan disajikan di musim semi. Kondisi fermentasi tidak tertulis melainkan ada dalam bentuk tradisi yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Pembuatan Igunaq yang tidak sesuai akan menyebabkan keracunan (botulisme).[11][12]
Kusaya
Merupakan ikan asin yang kering dan difermentasikan dan merupakan makanan khas Jepang. Memiliki aroma yang kuat namun tidak mengganggu. Rasanya cukup ringan. Biasanya disajikan bersama sake atau shōchū. Kusaya berasal dari Kepulauan Izu.
Lakerda
Merupakan hasil fermentasi ikan Sarda sarda asli Yunani dan Turki Ottoman. Lakerda tidk terfermentasi dalam waktu lama, biasanya hanya seminggu. Daging ikan yang telah dipotong dalam bentuk bistik ikan direndam dalam larutan garam, dan lalu dijemur dan disimpan selama seminggu. Di Yunani, Lakerda disajikan sebagai Meze dengan irisan bawang merah. Di Turki, Lakerda disajikan bersama bawang merah, minyak zaitun, dan lada hitam.
Ngari
Berasal dari India, Ngari dibuat dari ikan air tawar berukuran kecil yang difermentasikan bersama minyak mustard dan garam. Ikan ini lalu disimpan di dalam kendi dari tanah liat dan ditutup hingga kedap udara. Kendi lalu dikubur selama 30 hingga 40 hari. Sebelum disajikan, Ngari dipanggang sebentar.[13][14]
Pla ra
Berasal dari Thailand, Pla ra merupakan kecap ikan yang dibuat dengan memfermentasikan ikan Channa striata. Setelah dipotong dan dibersihkan, ikan ini dicampur dengan garam dan bekatul lalu disimpan dalam kendi besar dan ditutup kayu. Fermentasi berlangsung selama tiga bulan hingga setahun.[15]
Rakfisk
Berasal dari Norwegia, makanan ini terbuat dari ikan trout yang diasinkan dan difermentasikan selama dua bulan hingga setahun, dan disajikan tanpa dimasak terlebih dahulu. Istilah "rakfisk" telah ada dalam sejarah tertulis sejak tahun 1348, tetapi makanan yang sejenis mungkin telah ada jauh sebelum itu.[16]
Surströmming
Berasal dari Swedia dan terbuat dari ikan herring dari laut Baltik yang difermentasikan dalam drum kayu.

Referensi sunting

  1. ^ Ababouch, Lahsen (2005) "Preservation techniques" FAO Fisheries and Aquaculture topics. Rome. Updated 27 May 2005.
  2. ^ Alzamora, Stella; Tapia, Maria Soledad; López-Malo, Aurelio (2000). Minimally Processed Fruits and Vegetables: Fundamental aspects and applications. Springer. hlm. 266. ISBN 978-0-8342-1672-3. 
  3. ^ a b "Why does Alaska have more botulism". Centers for Disease Control and Prevention (U.S. federal agency). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-07. Diakses tanggal 18 July 2011. 
  4. ^ J. Dagoon (2000). Agriculture & Fishery Technology III. Rex Bookstore, Inc. hlm. 242–243. ISBN 978-971-23-2822-0. 
  5. ^ a b National Research Council (U.S.). Board on Science and Technology for International Development (1988). Fisheries technologies for developing countries: report of an ad hoc panel of the Board on Science and Technology for International Development, Office of International Affairs, National Research Council. National Academies. hlm. 163. 
  6. ^ Chris Rowthorn, Greg Bloom (2006). Lonely planet: Philippines. Lonely Planet. hlm. 147. ISBN 978-1-74104-289-4. 
  7. ^ Priscilla C. Sanchez (2008). Philippine fermented foods: principles and technology. UP Press. hlm. 424. ISBN 978-971-542-554-4. 
  8. ^ Home Economics and Livelihood Education 5. Rex Bookstore, Inc. 1990. hlm. 409. ISBN 978-971-23-0033-2. 
  9. ^ [1] Baheyeldin Dynasty site
  10. ^ Herz, Rachel (28 January 2012). "You eat that?". Wall Street Journal. Diakses tanggal 30 January 2012. 
  11. ^ Science of Igunaq
  12. ^ Pass the Igunaq![pranala nonaktif permanen] from UK newspaper The Independent.
  13. ^ Jeyaram K, Singh TA, Romi W, Devi AR, Singh WM, Dayanidhi H, Singh WM and Tamag JP (2009) "Traditional fermented foods of Manipur" Indian Journal of Traditional Knowledge, 8 (1): 115–121.
  14. ^ Thapa N, Pal J and Tamang JP (2004) "Microbial diversity in ngari, hentak and tungtap, fermented fish products of North-East India" World Journal of Microbiology & Biotechnology, 20: 599–607.
  15. ^ Pla ra
  16. ^ "Rakfisk historie". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-06. Diakses tanggal 2014-06-16. 

Bahan bacaan terkait sunting