Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat

Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPERA) merupakan komite aksi dari Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (PPPY/P3Y). FAMPERA merupakan pelopor Gerakan Rakyat Yogyakarta pada 20 Mei 1998 di alun-alun Yogyakarta, sehari sebelum lengsernya presiden Soeharto. Aksi yang dikenal sebagai pisowanan agung 1998 ini melibatkan ratusan ribu rakyat bersatu dalam sebuah aksi damai. FAMPERA kemudian dibubarkan dan Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (PPY) tetap berlanjut bersama organisasi lain dari berbagai daerah untuk mempelopori terbentuknya sebuah organisasi pergerakan kepemudaan nasional yang setia pada perjuangan rakyat dalam aras nasional, demokrasi, kerakyatan. Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (PPPY) didirikan pada tahun 1996 sebagai antisipasi atas represi aparat Orde Baru pasca meletusnya kerusuhan yang dikenal sebagai Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (KUDATULI) yang membuat seluruh elemen pergerakan pro-demokrasi kerakyatan mengalami intimidasi dan ancaman bahkan secara fisik dengan pembenaran sepihak bahwa para aktivis itu adalah anggota atau kader atau simpatisan Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Tradisi pergerakan PPPY lahir dari transformasi atas organisasi yang sebelumnya sudah bekerja di Yogyakarta yaitu Dewan Mahasiswa dan Pemuda Yogyakarta (DMPY). DMPY lahir dari konflik di tubuh Forum Komunikasi Mahasisa Yogyakarta (FKMY) dari periode pergerakan dekade '80-an. Bagian lain dari FKMY kemudian mendirikan Solidartitas Mahasiswa Yogyakarta (SMY) yang merupakan cikal bakal dari Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) yang kemudian menyatakan sebagai berpayung di bawah Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sejak ketika SMY bermetamorfosa menjadi SMID, faksi terkuta di dalam SMY yaitu RODE UII memisahkan diri. Sebelum PPPY berdiri, organisasi gerakan yang menjadi basis dari DMPY secara otonom dan independen melakukan aliansi taktis sebagai usaha membangun eksperimentasi baru taktik strategi gerakan. Aliansi taktis dalam hal ini dilakukan dengan basis-basis organisasi RODE UII dan melahirkan berbagai komite aksi seperti Komite Solidaritas Perjuangan Mahasiswa Ujungpandang Yogyakarta (TETASJUANGMAJUYO) dalam rangka solidaritas huru-hara dan kematian mahasiswa UMI-Makasar, Front Perjuangan Kaum Muda Yogyakarta (FPKMY), dan juga termasuk Front Rakyat Penyelamat Demokrasi Indonesia (FRPDI) yang dibentuk sebagai komite aksi solidaritas kepada massa pro-Megawati yang mengalami intervensi dari militer Orde Baru. Pada bulan-bulan aksi dari TETASJUANGMAJUYO, FPKMY, juga FRPDI kelompok gerakan yang biasa disebut dengan elemen parlemen jalanan sudah melangsungkan komunikasi dan diskusi terencana dengan aktivis dari organisasi mahasiswa intra kampus (saat itu istilahnya Senat) dan juga organisasi mahasiswa dari kelompok yang dipersatukan sebagai Kelompok Cipayung. Komunikasi dan diskusi terencana itu disusun dalam tema besar mengenai regenerasi politik nasional. Hasil diskusi yang sudah disepakati dan rencana aksi yang hendak dijalankan, akhirnya tinggal menjadi agenda karena terjadinya Tragedi 27 Juli 1996 di Kantor Pusat PDI di Jl. Diponegoro Jakarta. Setelah PPPY berdiri dan kondisi rakyat semakin terbuka dalam menyatakan perlawanan terhadap Orde Baru di tengah menguatnya tanda-tanda krisis nasional, jaringan yang sebelumnya telah terbangun dalam berbagai eksperimentasi keorganisasian dan aliansi taktis dari komite aksi ke komite aksi yang lain inilah yang menjadi ruang konsolidasi bagi terbentuknya Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPERA). Cara pandang FAMPERA mengenai aksi yang direncanakan dan kemudian dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1998 di Yogyakarta adalah suatu aksi damai dalam semangat strategi taktik PEMOGOKAN UMUM.