Filipina Selatan adalah salah satu kelompok kepulauan di Filipina. Wilayahnya mencakup utamanya Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu. Pada masa modern, wilayah Filipina Selatan terdiri dari beberapa provinsi. Agama Islam pernah menjadi agama mayoritas penduduk di Filipina Selatan. Setelah kebijakan integrasi nasional oleh pemerintah Filipina, Islam menjadi agama minoritas. Filipina Selatan merupakan bagian dari Filipina yang telah berkonflik identitas sejak masa penjajahan Spanyol dan Amerika, bahkan setelah Filipina merdeka dari penjajahan pada paruh kedua abad ke-20.

Cakupan wilayah sunting

Filipina Selatan merupakan salah satu kepulauan terbesar di Filipina.[1] Wilayahnya merupakan salah satu dari tiga bagian kepulauan di negara Filipina, selain Filipina Utara dan Filipina Tengah. Cakupan wilayahnya meliputi Pulau Mindanao, Kepulauan Sulu, Tawi-Tawi, Balabac, Cotabato, dan Lanao.[2] Pada awal abad ke-16 M, wilayah Filipina Selatan dikuasai oleh dua kesultanan, yaitu Kesultanan Maguindanao dan Kesultanan Sulu.[3] Kesultanan Maguindanao didirikan lebih awal dibandingkan dengan Kesultanan Sulu.[4] Pada masa modern, wilayah Kesultanan Maguindanao menjadi provinsi di wilayah Filipina Selatan yang terletak di Pulau Mindanao. Nama provinsinya adalah Maguindanao.[5]  

Suku bangsa sunting

Penduduk di Filipina Selatan berasal dari rumpun suku bangsa Austronesia. Karena itu, penduduk aslinya memiliki kemiripan fisik dan bahasa dengan sebagian penduduk asli di Thailand Selatan, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Tagalog yang merupakan bahasa nasional Filipina memiliki kosakata yang sama dengan bahasa Melayu di Indonesia. Kosakatanya sama persis meskipun artinya dapat berbeda. Kemiripan terdekat dari segi bahasa adalah hitungan angka 1–10 yang sangat mirip dengan hitungan angka dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan bahasa Sunda.[6] Bahasa yang digunakan oleh penduduk Filipina Selatan adalah bahasa Tausug.[7]

Keagamaan sunting

Penduduk di Filipina Selatan sebagian besar beragama Islam.[8] Seluruh penduduk dari suku Melayu di Filipina Selatan beragama Islam.[6] Tradisi Islam yang berkembang di muslim dari suku Melayu sangat dominan di Filipina Selatan.[9]  Penduduk Filipina Selatan khususnya di Kepulauan Sulu mulai mengenal Islam melalui perdagangan pada abad ke-9 Masehi. Namun, Islam belum berpengaruh pada saat itu di Kepulauan Sulu. Islam kemudian mulai disebarkan dengan jalan dakwah pada abad ke-13 Masehi mulai dari wilayah Buasan di Jolo hinga ke daerah lain di Kepulauan Sulu. Pada tahun 1380 M, Islam telah dikenal oleh penduduk di Kepulauan Sulu hingga ke Pulau Mindanao. Ajaran Islam di kedua wilayah tersebut diperkenalkan oleh dua orang. Pertama, seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum. Kedua, seorang pangeran dari wilayah Minangkabau di Sumatera Barat bernama Raja Baguinda. Kedatangan Raja Baguinda untuk berdakwah di  Kepulauan Sulu dan Pulau Mindanao dilakukan setelah ia berdakwah sekitar sepuluh tahun di Kepulauan Zamboanga dan Basilan. Dakwah yang dilakukannya berakhir dengan raja Kerajaan Maguindanao bernama Kabungsuwan Manguindanao menjadi muslim.[10]

Populasi penduduk Muslim awalnya adalah mayoritas di Filipina Selatan. Namun setelah wilayahnya bergabung sebagai negara bangsa dalam Filipina, populasi Muslim menurun hingga menjadi minoritas.[11] Pada tahun 1977, pusat komunitas Muslim di Filipina adalah Mindanao dan Maguindanao dengan penduduk muslim berjumlah 2.,348 juta orang secara keseluruhan. Jumlah tersebut hanya sebanyak 5,3%. dari total penduduk Filipina di tahun tersebut.[12] Pada tahun 2001, penduduk Muslim di Filipina Selatan sebanyak 23% dari seluruh penduduknya.[13]

Konflik identitas sunting

Di Filipina Selatan, Bangsamoro yang merupakan muslim terus mengalami konflik berkepanjangan untuk memperoleh identitasnya. Konflik ini telah dimulai sejak masa penjajahan Spanyol dan berlanjut hingga ke masa penjajahan Amerika Serikat di Filipina. Bangsamoro melanjutkan konflik identitasnya setelah pemerintahan Filipina terbentuk.[14] Setelah Filipina menjadi negara yang berdaulat pada tahun 1946, Sistem demokrasi Amerika Serikat digunakan kembali oleh pemerintah Filipina. Dalam kebijakannya, Pemerintah Filipina memutuskan untuk mengurus wilayah administratif di Filipina Selatan secara sistematis melalui ntegrasi nasional dan pembangunan nasional. Salah satu kebijakannya adalah mengadakan perpindahan penduduk yang beragama Kristen ke wilayah bangsamoro. Perpindahan ini mencakup wilayah Mindanao, Sulu dan Palawan.[15]    

Karena kebijakan tersebut, kelompok pembebasan muslim di Filipina Selatan terbentuk beberapa kali karena merasa dirugikan haknya atasnya. Kelompok pembebasan Gerakan Kemerdekaan Muslim dibentuk dan melaksanakan perjuangannya selama tahun 1960-an. Kemudian pada tahun 1969, perjuangannya dilanjutkan oleh Tentara Bangsa Moro. Perjuangan ini berlanjut dengan pembentukan  Front Pembebasan Nasional Moro yang mulai beroperasi pada dekade 1970-an. Lalu pada rahun 1982, kelompok pembebasan bernama Front Pembebasan Islam Moro dibentuk. Kelompok pembebasan lainnya kemudian didirikan lagi pada tahun 1990 dengan nama Kelompok Abu Sayyaf. Karena konflik yang berkelanjutan, terjadi keterpurukan ekonomi bagi penduduk muslim di Mindanao.[15]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Muhammad Nasir (2019). "Dinamika Islam di Filipina". Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban. 13 (1): 67. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-02. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  2. ^ Ghofur 2016, hlm. 176.
  3. ^ Ghofur 2016, hlm. 175.
  4. ^ Ghofur 2016, hlm. 178.
  5. ^ "Surat dari Sultan Maguindanao Kuda (b. 1699-1702) Perihal Kegiatan Perdagangan Para Nakhoda Cina serta Kebutuhan Mendapat Dukungan Militer, 16 November 1699" (PDF). Sejarah Nusantara. hlm. 2. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-10-18. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  6. ^ a b Susetyo, Heru (2009). The Journal of a Muslim Traveler: Sebuah Jurnal Perjalanan Melintasi Asia, Amerika, Eropa dan Australia. Jakarta: PT. Lingkar Pena Kreativa. hlm. 4. ISBN 978-602-8436-14-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-20. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  7. ^ Ghofur 2016, hlm. 177.
  8. ^ Abidin 2020, hlm. 7.
  9. ^ Bakri 2020, hlm. 95.
  10. ^ Hasaruddin (2019). "Perkembangan Sosial Islam di Filipina". Al Ma'arief: Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya. 1 (1): 34. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-19. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  11. ^ Helmiati (2022). Pergulatan Minoritas Muslim Thailand: Menelisik Peran Akademisi, Tokoh Agama & LSM dalam Upaya Mencari Solusi Konflik Berkepanjangan (PDF). Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi. hlm. 16. ISBN 978-623-329-611-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-06-19. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  12. ^ Hasaruddin (2019). "Perkembangan Sosial Islam di Filipina". Al Ma'arief: Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya. 1 (1): 33. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-19. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  13. ^ Apriani, Syarifah Wisa (2018). "Kelompok Separatis Pro Isis di Filipina Selatan". Jurnal Demokrasi & Otonomi Daerah. 16 (3): 231. 
  14. ^ Sahrasad, H., dan Chaidar, A. (2017). Achyanuddin, ed. Fundamentalisme, Terorisme dan Radikalisme: Perspektif atas Agama, Masyarakat dan Negara (PDF). Freedom Foundation & Centre for Strategic Studies - University of Indonesia. hlm. 248. ISBN 978-154-037-103-4. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2018-10-24. Diakses tanggal 2023-06-19. 
  15. ^ a b Syahraeni, A. (2010). "Islam di Filipina". Jurnal Adabiyah. X (2): 193. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-04. Diakses tanggal 2023-06-19. 

Daftar pustaka sunting