Dilmun, atau Telmun,[2] adalah nama sebuah negeri kuno yang dihuni oleh masyarakat penutur bahasa Semit. Nama negeri Dilmun berulang kali muncul dalam catatan-catatan sejarah yang berasal dari peradaban Mesopotamia semenjak milenium ke-3 SM. Dilmun dianggap sebagai salah satu peradaban tertua di kawasan Timur Tengah.[3][4] Menurut catatan-catatan peninggalan peradaban Mesopotamia, Dilmun terletak di Teluk Persia pada jalur niaga antara Mesopotamia dan Peradaban Lembah Sungai Indus, berhampiran dengan laut dan dekat dari sumur-sumur artesis.[1][5]

Dilmun
Lua error in Modul:Location_map at line 437: Tidak ada nilai yang diberikan untuk garis bujur.
LokasiArabia Timur
WilayahKegubernuran Utara
Koordinat26°11′48″N 50°29′08″E / 26.196667°N 50.485556°E / 26.196667; 50.485556
JenisKuno
Bagian dariArabia Timur
Sejarah
Didirikanca. akhir milenium ke-4 SM[1]
Ditinggalkanca. 538 SM
PeriodeZaman Perunggu

Dilmun pernah menjadi sebuah pusat niaga yang utama. Pada puncak kejayaannya, Dilmun menguasai jalur-jalur niaga di Teluk Persia.[1] Menurut beberapa teori modern, Dilmun dianggap sebagai tempat keramat oleh orang Sumeria,[6] namun anggapan sebagai tempat keramat ini tidak pernah dijumpai dalam peninggalan-peninggalan tertulis yang sudah ditemukan. Oleh orang Mesopotamia, Dilmun disebut-sebut sebagai rekanan dagang, sumber logam tembaga, dan sebuah entrepot niaga.

Para pengkaji sepakat bahwa wilayah negeri Dilmun meliputi Bahrain, Kuwait,[7][8] Qatar, dan kawasan pesisir Provinsi Timur Arab Saudi.[9] Tentunya lingkup wilayah inilah yang disebut "Dilmun" dalam daftar negeri taklukan Raja Sargon dan anak cucunya.

Hikayat Sumeria tentang Taman Firdaus Dilmun mungkin saja merupakan sumber ilham bagi penulisan riwayat Taman Eden.[10][11][12]

Sejarah sunting

Dilmun menjadi salah satu pusat niaga utama sejak akhir milenium ke-4 sampai pada 800 SM.[1] Pada puncak kejayaannya, Dilmun menguasai jalur-jalur niaga di Teluk Persia.[1] Dilmun mengecap kemakmuran besar selama 300 tahun pertama milenium kedua.[13] Kekuasaan niaga Dilmun mulai merosot antara 1000 sampai 800 SM akibat dari kian maraknya perompakan di Teluk Persia. Pada 600 SM, Dilmun menjadi jajahan Kekaisaran Babilonia Baru dan kemudian menjadi jajahan Kekaisaran Persia.

Negeri Dilmun merupakan pusat kegiatan niaga yang menghubungkan kegiatan pertanian tradisional di lahan-lahan negeri itu—yang masih sangat subur kala itu karena sumur-sumur artesisnya belum mengering dan iklimnya masih lebih lembap—dengan kegiatan perniagaan bahari antarkawasan seperti Meluhha (Lembah Sungai Indus), Magan (Oman), dan Mesopotamia.[4] Peradaban Dilmun pertama kali disinggung dalam tulisan-tulisan pada loh-loh lempung dengan menggunakan aksara baji dan bahasa Sumeria bertarikh akhir milenium ke-3 SM, yang ditemukan di kuil Dewi Inana di kota Uruk. Kata sifat Dilmun digunakan secara khusus untuk menerangkan sejenis kapak; selain itu ada pula sebuah daftar pembagian jatah wol kepada orang-orang yang berkaitan dengan Dilmun.[14]

 
Surat-menyurat antara Ilī-ippašra, gubernur Dilmun, dan Enlil-kidinni, gubernur Nippur, sekitar 1350 SM.

Salah satu prasasti paling awal yang menyebut-nyebut Dilmun adalah yang berasal dari Raja Ur-Nanshe dari Lagash (sekitar 2300 SM) ditorehkan dalam lubang purus pada lapik daun pintu: "Kapal-kapal Dilmun mengantarkan kepadanya kayu sebagai upeti dari negeri-negeri asing."[15]

Dilmun disebut-sebut dalam dua surat yang ditemukan di Nippur, berasal dari masa pemerintahan Burnaburiash II (sekitar 1370 SM), pada era dinasti Kass di Babilon. Surat-surat ini dikirimkan seorang pejabat provinsi di Dilmun bernama Ilī-ippašra kepada sahabatnya Enlil-kidinni, gubernur Nippur. Nama kedua orang ini adalah nama-nama orang Akkadia. Surat-surat ini dan juga dokumen-dokumen lain menunjukkan adanya hubungan administratif antara Dilmun dan Babilon di kala itu. Setelah runtuhnya dinasti bangsa Kass, dokumen-dokumen Mesopotamia tidak lagi menyebut-nyebut Dilmun kecuali sebuah prasasti Asyur dari tahun 1250 SM yang memproklamirkan raja Asyur sebagai raja Dilmun dan Meluhha, serta Laut Bawah dan Laut Atas. Prasasti-prasasti Asyur memuat keterangan mengenai upeti yang dipersembahkan Dilmun.

Ada beberapa prasasti Asyur dari milenium pertama SM yang mengindikasikan keberdaulatan Asyur atas Dilmun.[16] Salah satu dari situs-situs awal yang ditemukan di Bahrain memperlihatkan bahwa agaknya Sanherib, raja Asyur (707–681 SM), telah menyerang kawasan timur laut Arabia dan merebut pulau-pulau Bahrain.[17] Referensi paling mutakhir mengenai Dilmun berasal dari era dinasti Babilonia Baru. Catatan-catatan administrasi Kekaisaran Babilonia Baru, berpenanggalan 567 SM, menyatakan bahwa Dilmun berada di bawah kendali raja Babilon. Nama Dilmun tidak lagi disebut-sebut setelah runtuhnya Babilon pada 538 SM.[16]

Cap bundar khas "Teluk Persia" yang distempelkan (bukannya digelindingkan) diketahui berasal dari Dilmun, yang ditemukan di Lothal di Gujarat, India, serta Failaka, dan juga di Mesopotamia, merupakan bukti kuat akan adanya perniagaan laut jarak jauh. Apa saja yang diperdagangkan belum banyak diketahui: kayu dan kayu berharga, gading, lapis lazuli, emas, dan barang-barang mewah seperti batu carnelian dan manik-manik batu berglazur, mutiara dari Teluk Persia, tatahan cangkang kerang dan tulang, termasuk dalam barang-barang yang dikirim ke Mesopotamia sebagai penukar untuk perak, timah, bahan sandang dari wol, minyak zaitun dan biji-bijian.

Tembaga batangan dari Oman dan aspal yang muncul secara alami di Mesopotamia boleh jadi telah dipertukarkan dengan bahan sandang katun dan unggas ternakan, yakni produk-produk utama wilayah Indus yang tidak dihasilkan sendiri di Mesopotamia. Bukti-bukti semua barang dagangan ini telah ditemukan. Nilai penting dari perniagaan ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa bobot dan ukuran yang digunakan di Dilmun identik dengan yang digunakan di Indus, bukan dengan yang digunakan di Mesopotamia selatan.

Sehubungan dengan penambangan dan peleburan tembaga, Umm an-Nar dan Dalma di Uni Emirat Arab, serta Ibri di Oman secara khusus memiliki posisi penting.[18]

Beberapa kapal Meluhha boleh jadi telah berlayar langsung ke bandar-bandar Mesopotamia, namun menjelang periode Isin-Larsa, Dilmun memonopoli perdagangan. Museum Nasional Bahrain berpendapat bahwa "zaman keemasan" Dilmun berlangsung kira-kira 2200–1600 SM. Reruntuhan-reruntuhan yang ditemukan di kawasan Teluk Persia boleh jadi adalah peninggalan Dilmun.[19]

Penduduk, bahasa, dan agama sunting

Penduduk Dilmun adalah bangsa Semit yang menunjukkan ciri-ciri Amori; mereka menggunakan aksara paku Sumeria,[20] dan menuturkan bahasa yang mungkin adalah salah satu dialek bahasa Akkadia, atau yang serumpun dengan bahasa Akkadia, atau mungkin pula yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Akkadia.[21][22] Dewa utama Dilmun bernama Inzak, dan dewi pasangannya bernama Panipa.[23]

Mitologi sunting

Di awal epos "Enmerkar dan Penguasa Aratta", peristiwa-peristiwa utama, yang berpusat pada usaha Enmerkar membangun ziggurat di Uruk dan Eridu, dikisahkan berlangsung pada masa "sebelum Dilmun didirikan".

Dilmun, yang kadang-kadang digambarkan sebagai "tempat matahari terbit" dan "negeri orang-orang yang hidup", merupakan latar belakang bagi beberapa versi Mitos penciptaan Sumeria, dan tempat Utnapistim (Ziusudra), pahlawan air bah Sumeria yang didewakan itu, diangkat oleh para dewa ke dalam kehidupan abadi. Dalam terjemahan Kejadian Eridu karya Thorkild Jacobsen, Dilmun disebut sebagai "Gunung Dilmun" yang katanya adalah suatu "negeri semi-khayali nun jauh".[24]

Dilmun disebut pula dalam Epos Enki dan Ninhursag sebagai tempat terjadinya penciptaan. Enuma Elis, mitos penciptaan versi Babilonia, menyebut tempat terjadinya penciptaan sebagai tempat di mana air asin yang dipersonifikasikan sebagai Tiamat bertemu dan bercampur dengan air tawar yang dipersonifikasikan sebagai Abzu. Bahrain dalam bahasa Arab berarti "air kembar", tempat air tawar dari akuifer Arabia bercampur dengan air asin Teluk Persia. Janji Enki kepada Ninhursag, Ibu Pertiwi:

Bagi Dilmun, tanah yang mendapat tempat di hati Tuan Puteri, akan kuciptakan jalur-jalur air yang panjang, sungai-sungai dan terusan-terusan, supaya air mengalirinya demi memuaskan dahaga segenap makhluk dan mendatangkan kelimpahan kepada segala yang hidup.

Ninlil, dewi udara dan angin selatan Sumeria berdiam di Dilmun.

Sekalipun demikian, diperkirakan pula bahwa Gilgames harus melintasi Gunung Masyu untuk mencapai Dilmun dalam Epos Gilgames, yang biasanya disamakan dengan seluruh rangkaian pegunungan Libanon dan Anti-Libanon, dengan celah sempit di antara pegunungan-pegunungan ini sebagai terowongannya.[25]

Lokasi sunting

 
Reruntuhan sebuah pemukiman yang diyakini sebagai peninggalan peradaban Dilmun, di Sar, Bahrain

Sekalipun para pakar sepakat bahwa Dilmun kuno meliputi tiga lokasi yang ada sekarang—kawasan pasang-surut di pesisir timur Arabia mulai dari wilayah di sekitar Kuwait sekarang ini sampai ke Bahrain; pulau Bahrain; Pulau Failaka di sebelah timur Kuwait—beberapa peneliti telah mecermati pula geografi lubuk laut yang berbeda secara radikal sebagaimana yang tampak di Teluk Persia sebelum tenggelam akibat naiknya permukaan laut pada sekitar 6000 SM.[26]

 
Lokasi gundukan makam di Bahrain

Pada 1987, Theresa Howard-Carter mengemukakan pendapatnya bahwa Dilmun dari zaman ini mungkin adalah sebuah tell yang belum teridentifikasi di dekat Shatt al-Arab antara Qurnah dan Basra di Irak saat ini.[27] Sejalan dengan proposal Howard-Carter, telah diketahui bahwa kawasan ini memang terletak sebelah timur Sumer ("tempat matahari terbit"), dan tepian sungai tempat anak-anak dara Dilmun telah digagahi terletak sejajar dengan Sungai Shatt al-Arab yakni di tengah-tengah rawa. "Muara sungai-sungai" yang konon merupakan lokasi Dilmun bagi Howar-Carter adalah pertemuan aliran Sungai Tigris dan Sungai Efrat di Qurnah.

Terhitung sejak 2008, para arkeolog gagal menemukan situs yang berasal dari kurun waktu antara 3300 SM (Uruk IV) sampai 556 SM (era Babilonia baru), yakni kurun waktu munculnya Dilmun dalam peninggalan-peninggalan tertulis. Menurut Hojlund, tidak ada pemukiman manusia yang di daerah pasang-surut Teluk Persia yang berasl dari 3300–2000 SM. Dengan demikian pada 2008, para arkeolog tidak berhasil menemukan situs perkiraan lokasi Dilmun yang berasal dari kurun waktu ketika Dilmun pertama kali muncul dalam naskah-naskah kuno (3300–2000 SM).

Akan tetapi baru-baru ini telah diketahui bahwa pada 2000 SM, orang-orang Mesopotamialah yang menghuni Pulau Failaka.[28] Failaka menyimpan banyak bangunan bergaya Mesopotamia, sama seperti yang telah ditemukan di Irak yang berasal dari kurun waktu sekitar 2000 SM.[28]

Pada sebuah situs di Teluk Kuwait, telah ditemukan sebuah model kapal layar yang diperkirakan berasal dari ca. 4000 SM. Menurut Michael Rice, diyakini bahwa masyarakat di teluk kuno itu adalah orang-orang yang pertama kali mengembangan kapal layar lintas samudra.[29]

Teori Taman Eden sunting

Pada 1922, Eduard Glaser mengemukakan teori bahwa Taman Eden terletak di Arabia Timur di dalam peradaban Dilmun.[30] Seorang pakar arkeologi Timur Tengah, Juris Zarins, juga meyakini bahwa Taman Eden terletak di Dilmun dekat pantai terdalam dari Teluk Persia, tempat Sungai Tigris dan Sungai Efrat bermuara di laut, berdasarkan kajian yang dilakukannya atas daerah ini dengan menggunakan informasi dari berbagai sumber, termasuk citra-citra Landsat dari luar angkasa. Menurut teori ini, Gihon dalam Alkitab sesuai letaknya dengan dengan Karun di Iran, dan Sungai Pison sesuai letaknya dengan jaringan sungai Wadi Batin yang pernah dialiri air namun kini kering, tetapi suatu ketika dulu merupakan bagian penting dari Semenanjung Arab yang cukup subur.[31]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e Jesper Eidema, Flemming Højlundb (1993). "Trade or diplomacy? Assyria and Dilmun in the eighteenth century BC". World Archaeology. 24 (3): 441–448. doi:10.1080/00438243.1993.9980218. 
  2. ^ "Dilmun" adalah hasil rekonstruksi ejaan Sumeria, sementara "Telmun" adalah hasil rekonstruksi ejaan Semit.
  3. ^ "Bahrain digs unveil one of oldest civilisations". BBC. 
  4. ^ a b "Qal'at al-Bahrain – Ancient Harbour and Capital of Dilmun". UNESCO. Diakses tanggal 17 Agustus 2011. 
  5. ^ "Dilmun and Its Gulf Neighbours". Harriet E. W. Crawford. 1998. hlm. 9. 
  6. ^ Rice, Michael (2004). Egypt's Making: The Origins of Ancient Egypt 5000-2000 BC. Routledge. ISBN 978-1-134-49263-3. , page 230
  7. ^ "The Invention of Cuneiform: Writing in Sumer". Jean-Jacques Glassner. 1990. hlm. 7. 
  8. ^ "Area Handbook for the Persian Gulf States". Richard F. Nyrop. 2008. hlm. 11. Sejak sekitar 4000 sampai 2000 SM, peradaban Dilmun mendominasi 250 mil dari wilayah pesisir timur Arabia mulai dari Kuwait sekarang ini sampai ke Bahrain dan membentang sejauh enam puluh mil ke pedalaman sampai di Oase Hufuf (lih. gambar 2). 
  9. ^ "Prehistory and Protohistory of the Arabian Peninsula: Bahrain". M. A. Nayeem. 1990. hlm. 32. 
  10. ^ Edward Conklin. Getting Back Into the Garden of Eden. hlm. 10. 
  11. ^ Kramer, Samuel Noah (1961). Sumerian Mythology: A Study of Spiritual and Literary Achievement in the Third Millennium B.C.: Edisi Revisi. Philadelphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press. hlm. 54–59. ISBN 0-8122-1047-6. Diakses tanggal 21 Mei 2017. 
  12. ^ Kramer, Samuel Noah (1963). The Sumerians: Their History, Culture, and Character. Chicago, Illinois: University of Chicago Press. hlm. 145-150. ISBN 0-226-45238-7. Diakses tanggal 21 Mei 2017. Kenyataannya, ada cukup banyak alasan untuk meyakini bahwa gagasan tentang firdaus, taman dewa-dewa, bermula dari bangsa Sumeria. 
  13. ^ "Dilmun and Its Gulf Neighbours". Harriet E. W. Crawford. 1998. hlm. 152. 
  14. ^ Crawford, Harriet E. W. (1998). Dilmun and its Gulf neighbours. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 5. ISBN 0-521-58348-9. 
  15. ^ Samuel Noah Kramer (1963). The Sumerians: their history, culture, and character. hlm. 308. 
  16. ^ a b Larson, Curtis E. (1983). Life and land use on the Bahrain Islands: The geoarcheology of an ancient society. Chicago: University of Chicago Press. hlm. 50–51. ISBN 0-226-46905-0. 
  17. ^ Mojtahed-Zadeh, Pirouz (1999). Security and Territoriality in the Persian Gulf: A Maritime Political Geography. Richmond, Surrey: Curzon. ISBN 0-7007-1098-1. 
  18. ^ "Egypt's Making: The Origins of Ancient Egypt 5000–2000 BC". Michael Rice. 1991. hlm. 229. 
  19. ^ The UK Register, Science, Lost ancient civilisation's ruins lie beneath Gulf, By Lewis Page Science, December 9, 2010
  20. ^ William H. Stiebing Jr (2016). Ancient Near Eastern History and Culture. hlm. 217. ISBN 9781315511153. 
  21. ^ Jean Jacques Glassner (2013-10-28). "Dilmun, Magan and Meluhha". Dalam Julian Reade. The Indian Ocean In Antiquity. hlm. 242. ISBN 9781136155314. 
  22. ^ Serge Cleuziou (1996). "The emergence of oasis towns in eastern and southern Arabia". Dalam G. Afanas'ev; S. Cleuziou; R. Lukacs; M. Tosi. The prehistory of Asia and Oceania, Forlí: Colloquia of the XIII International congress of prehistoric and protohistoric sciences. 16. ABACO Edizioni, Forlì. hlm. 157. ISBN 978-88-86-71206-4. 
  23. ^ Jean Jacques Glassner (2013-10-28). "Dilmun, Magan and Meluhha". Dalam Julian Reade. The Indian Ocean In Antiquity. hlm. 239. ISBN 9781136155314. 
  24. ^ Thorkild Jacobsen (23 September 1997). The Harps that once--: Sumerian poetry in translation. Yale University Press. hlm. 150. ISBN 978-0-300-07278-5. Diakses tanggal 2 July 2011. 
  25. ^ P. T. H. Unwin; Tim Unwin (18 June 1996). Wine and the Vine: An Historical Geography of Viticulture and the Wine Trade. Psychology Press. hlm. 80–. ISBN 978-0-415-14416-2. Diakses tanggal 31 May 2011. 
  26. ^ "8000 years BP": Jeffrey Rose, "New light on human prehistory in the Arabo-Persian Gulf oasis" Current Anthropology 51.6 (Desember 2010)
  27. ^ Howard-Carter, Theresa (1987). "Dilmun: At Sea or Not at Sea? A Review Article". Journal of Cuneiform Studies. 39 (1): 54–117. doi:10.2307/1359986. JSTOR 1359986. 
  28. ^ a b "Traders from Ur?". Archaeology Magazine. Diakses tanggal 28 August 2013. 
  29. ^ "Egypt's Making: The Origins of Ancient Egypt 5000–2000 BC". Michael Rice. 1991. hlm. 230. 
  30. ^ W. F. Albright (October 1922). "The Location of the Garden of Eden". The American Journal of Semitic Languages and Literatures. 39 (1): 15–31. doi:10.1086/369964. JSTOR 528684. 
  31. ^ Hamblin, Dora Jane (May 1987). "Has the Garden of Eden been located at last?" (PDF). Smithsonian Magazine. 18 (2). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-01-09. Diakses tanggal 8 January 2014. 

Pranala luar sunting