Dharmavimala (釋定淨; Pinyin: Shì Dìng Jìng, lahir 19 September 1962) terlahir Ananda Salim, akrab disapa Bhante Vim. Ia merupakan murid langsung dari Bhante Ashin Jinarakkhita; (釋體正 Pinyin: Shì Tǐ Zhèng) [1] yang merupakan tokoh kebangkitan Agama Buddha di Indonesia. Ia menjabat sebagai wakil kepala Wihara Ekayana Arama[2] sejak 1995 s.d. sekarang dan aktif dalam mengajarkan meditasi terapan dalam kehidupan sehari-hari (the art of mindful living).[3]

Bhante

Dharmavimala
釋定淨
GelarMahathera
Informasi pribadi
Lahir19 September 1962 (umur 61)
AgamaBuddha
MazhabSekolah Linji (臨済宗)
SilsilahGenerasi ke-76 (Buddha)
Generasi ke-39 (Linji)
Almamater Universitas Padjadjaran
Universitas Indonesia
PekerjaanBiksu
Kedudukan senior
GuruAshin Jinarakkhita 釋體正
Yuán Zhuō Chánshī 圓拙禪師
LokasiWihara Ekayana Arama
Siswa
  • Nyanagupta 釋學志
    Nyanabhadra 釋學賢
    Nyanayasha 釋學耀
    Nyanabandhu 釋學親
Situs webdharmavimala.org

Latar belakang pendidikan sunting

Riwayat hidup sunting

Masa kecil sunting

Ananda Salim merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak kecil ia sudah sering diajak oleh ayahnya, Liem Yoe Kiong, berkunjung ke Wihara Vimala Dharma, mengikuti kegiatan Tamanputra (Sekolah Minggu) Bodhiwardhana, kemudian aktif dalam membantu Bhante Ashin Jinarakkhita.[4] Sejak usia belia, ia sudah terjun dalam berbagai kegiatan OSIS dan Pramuka serta terus mengembangkan hobi membaca buku Dharma dan majalah Buddhis. Ia memiliki ketertarikan terhadap dunia meditasi dan pernah mendapat pelatihan meditasi dari Bhante Dharmasurya Bhumi di Wihara Vimala Dharma Bandung.

Perjalanan spiritual sunting

Setelah lulus SMA, ia diangkat menjadi pembina Remaja Buddhis Bodhiwardhana. Ia ikut serta dalam Sarasehat II Generasi Muda Buddhis Indonesia di Wihara Sakyawanaram, Pacet. Pada waktu bersamaan, ia juga aktif dalam organisasi kepemudaan yaitu Pemuda Vihara Vimala Dharma, kadang wihara menjadi rumah keduanya.[4] Pada Januari 1983, ia menerima penahbisan samanera sementara di Wihara Sakyawanaram selama 3 minggu. Dari sinilah ia banyak belajar dari Bhante Aryasasano tentang sejarah dan mengetahui lebih banyak tentang peran Sangha Agung Indonesia serta tantangan-tantangan dalam pengembangan Agama Buddha di Indonesia.[4] Mengikuti nasihat dari Bhante Ashin Jinarakkhita, dia melanjutkan kuliah hingga selesai. Awalnya ia kuliah di Teknik Elektro Universitas Kristen Maranatha kemudian pindah ke Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran. Berkat pengalaman di universitas yang mayoritas kristiani dan juga muslim, dia tidak canggung manakala harus berada di komunitas lintas agama, termasuk menjalin hubungan baik dengan organisasi buddhis seperti Tzu Chi,[5][6] kegiatan bersama Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).[7] Pada tanggal 18 April 2016, ia ikut menandatangani "Interfaith Climate Change Statement to World Leaders" yang difasilitasi oleh GreenFaith bersama 15 organisasi spiritual lainnya bertepatan dengan seremoni penandatanganan the Paris Climate Change Agreement oleh Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa.[8] Kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan juga menjadi bagian dari kehidupan spiritualnya.[9]

Ia bersama Bhante Aryamaitri mendirikan Wihara Ekayana yang awalnya hanya dua ruko kecil hingga saat ini menjadi kawasan yang sangat luas dan banyak dikunjungi mahasiswa. Wihara Ekayana juga pernah mengalami peristiwa yang mengguncang dunia yaitu peristiwa ancaman pengeboman pada tahun 2013.[10][11][12][13][14] Dia pernah menginisiatif latihan Peace Walk (Berjalan Damai) yang diadakan di Monas pada tanggal 11 Mei 2013 yang mendapat penghargaan Rekor Muri[15]] sebagai acara meditasi jalan dengan jumlah peserta terbanyak.[16][17] Ia kemudian diangkat menjadi dosen tetap di STIAB (Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha) Smaratungga Apel - Boyolali, kemudian menjadi pendiri STIAB Jinarakkhita di Lampung.

Guru dan silsilah sunting

Pada usia belia, ia telah menerima visudhi Trisarana oleh Bhante Agga Jinamitto dan diberi nama Dharmabahu, kemudian menerima penahbisan Upasaka dari Bhante Dharmasurya Bhumi. Pada tanggal 18 April 1992[2] ia menerima penahbisan biksu dari Bhante Ashin Jinarakkhita. Bhante Vim yang terkenal ramah itu menetap di Wihara Tanda Bakti selama dua tahun lebih kemudian mulai terjun aktif ke dalam organisasi Sangha Agung Indonesia.

Bhante Vim kemudian menjadi murid Maha Biksu Yuan Zhuo[2] (圓拙禪師; Pinyin: Yuán Zhuō Chánshī) atas rekomendasi dari Bhante Ashin Jinarakkhita. Maha Biksu Yuan Zhuo merupakan sesepuh dari Wihara Guanghua (Putian), Tiongkok, yang mana beliau juga pernah belajar Vinaya dan menjadi asisten dari Zen Master Hong Yi (弘一禪師; Pinyin: Hóngyī Chánshī).

Bhante Vim merupakan generasi ke-39 dari perguruan meditasi Rinzai atau Linji. Ia menerima transmisi sila bodhisatwa (14 Mindfulness Trainings)[18] dari tradisi Zen Vietnam Plum Village menjadikannya sebagai anggota dari The Order of Interbeing. Jika ditelusuri berdasarkan garis silsilah Zen dari Buddha Shakyamuni, ia merupakan generasi ke-76.

Murid spiritual sunting

Sebagai seorang biksu senior dalam tradisi buddhis yang telah menjalankan kehidupan biara selama 20 tahun lebih, ia mendapat gelar "Mahasthavira". Ia telah menerima beberapa murid yang masih aktif hingga saat ini adalah Biksu Nyanagupta(釋學志; Pinyin: Shì Xué Zhì), Biksu Nyanabhadra (釋學賢; Pinyin: Shì Xué Xián), Biksu Nyanayasha(釋學耀; Pinyin: Shì Xué Yào), dan Biksu Nyanabandhu(釋學親; Pinyin: Shì Xué Qīn)yang pada umumnya mereka dikirim untuk belajar meditasi di Plum Village,[19] pusat meditasi yang merupakan asuhan dari Zen Master Thich Nhat Hanh. Selain itu, juga ada murid yang belajar dan berlatih di perguruan Buddha Chan Taiwan bernama Dharma Drum[20] dibawah asuhan mendiang Chan Master Sheng Yeng (聖嚴禪師).

Penerbitan Buddhis sunting

Sejak aktif di wihara, ia terjun ke dalam penerbitan majalah "Vimala Virya" dan majalah buddhis nasional "Manggala" ditetapkan pada sarasehan III Sekber GMBI (Generasi Muda Buddhis Indonesia). Saat ini Sekber GMBI telah berubah nama menjadi Sekber PMVBI (Persaudaraan Muda-Mudi Vihara-Vihara Buddhayana Indonesia). Ia pernah menjabat sebagai pemimpin umum Majalah Manggala pada tahun 1990. Tahun 1989, bersama Bapak Adamas, Ir. Edyanto, Herry Ronny Suteja, William Kamajaya, Edij, Apheng, Cien In, dan Denwy mendirikan Penerbit Karaniya, ia sempat menjabat sebagai pemimpin umum selama tiga periode. Karaniya pernah mendapat penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia sebagai penerbit Buddhis paling produktif.[1] Ia termasuk salah satu pendiri penerbit "Dian Dharma" yang menerbitkan karya-karya Buddhis yang bersifat non sektarian dan didistribusikan secara gratis ke berbagai daerah di Indonesia.[21]

Organisasi sosial sunting

Pada tahun 1993, ia menjadi pelopor kebangkitan kembali Sekber PMVBI yang telah vakum bertahun-tahun dengan mengadakan Rapat Paripurna Anggota (RPA) dan program latih diri "Bina Widya" di Bandung, dengan terpilihnya Budiman S.Kom sebagai ketua umum. Selain aktif di organisasi kepemudaan, dia juga aktif dalam Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) dengan menjabat dalam beberapa posisi strategis seperti Sekretaris Rayon VI (Jawa Barat), sektretaris II MBI Jawa Barat, dan bagian kepemudaan MBI Pusat, ia banyak memberikan konsep-konsep pemikiran guna menciptakan perubahan signifikan bagi organisasi sosial.

Referensi sunting