Kependudukan Maluku dipantau oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. Pada 2020, penduduk Maluku diproyeksikan mencapai 1.831.800 jiwa dengan angka kesuburan 3,20 anak tiap wanita.

Suku bangsa sunting

Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik yang masih berkerabat dengan Fiji, Vanuatu, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.

Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).

Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, serta bentuk tubuh yang lebih atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah masyarakat kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.

Sejak zaman dahulu, banyak di antara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain yaitu dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda dan Portugal) serta Spanyol, kemudian bangsa Arab sudah sangat lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2.300 tahun dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi namun tetap mewarisi dan hidup dengan gaya Melanesia-Alifuru.

Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa dan Arab inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah yang memiliki kaum Mestizo terbesar selain Timor Leste (sekarang menjadi negara sendiri). Bahkan hingga sekarang banyak nama fam/mata ruma di Maluku yang berasal adat bangsa asing seperti Belanda (van Afflen, van Room, de Wanna, de Kock, Kniesmeijer, Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra, van der Weden, dan lain-lain) serta Portugal (da Costa, de Fretes, Que, Carliano, de Souza, de Carvalho, Pareira, Courbois, Frandescolli, dan lain-lain). Ditemukan pula fam keturunan bangsa Spanyol (Oliviera, Diaz, de Jesus, Silveira, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, de Lopez, dan lain-lain) serta fam-fam Arab yang berasal dari Hadramaut (al-Kaff, Chatib, Bachmid, Bachdim, Bakhwereez, Bahasoan, al-Qadri, Alaydrus, Assegaff, dan lain-lain). Cara penulisan fam orang Maluku pun masih mengikuti dan disesuaikan dengan cara pembacaan ejaan asing seperti Rieuwpassa (dibaca Riupasa), Nikijuluw (dibaca Nikiyulu), Louhenapessy (dibaca Lohenapesi), Kallaij (dibaca Kalai), dan Akyuwen (dibaca Akiwen).

Saat ini, masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja melainkan tersebar di berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka yang hijrah keluar negeri disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu sebab yang paling klasik adalah perpindahan besar-besaran masyarakat Maluku ke Eropa pada tahun 1950-an dan menetap di sana hingga sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, menuntut ilmu, kawin dengan bangsa lain, yang di kemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di belahan bumi lain. Para ekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam komunitas yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara seperti Belanda (yang dianggap sebagai tanah air kedua oleh orang Maluku selain tanah Maluku itu sendiri), Suriname, dan Australia. Komunitas Maluku di wilayah lain di Indonesia dapat ditemui di Medan, Palembang, Bandung, Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Kupang, Manado, Samarinda, Sorong, dan Jayapura.

Bahasa sunting

Bahasa yang digunakan di Provinsi Maluku adalah Bahasa Ambon, yang merupakan salah satu dari rumpun bahasa Melayu timur yang dikenal sebagai bahasa dagang atau trade language. Bahasa yang dipakai di Maluku terkhusus di Ambon sedikit banyak telah dipengaruhi oleh bahasa-bahasa asing, bahasa-bahasa bangsa penjelajah yang pernah mendatangi, menyambangi, bahkan menduduki dan menjajah negeri/tanah Maluku pada masa lampau. Bangsa-bangsa itu ialah bangsa Spanyol, Portugis, Arab, dan Belanda.

Bahasa Ambon selaku lingua franca di Maluku telah dipahami oleh hampir semua penduduk di wilayah Provinsi Maluku dan umumnya, dipahami juga sedikit-sedikit oleh masyarakat Indonesia Timur lainnya seperti orang Ternate, Manado, Kupang, dll. karena Bahasa Ambon memiliki struktur bahasa yang sangat mirip dengan bahasa-bahasa trade language di wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, serta Nusa Tenggara Timur.

Bahasa Indonesia selaku bahasa resmi dan bahasa persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi dan formal seperti di kantor-kantor pemerintah dan di sekolah-sekolah serta di tempat-tempat seperti museum, bandara, dan pelabuhan.

Maluku merupakan wilayah kepulauan terbesar di seluruh Indonesia, Provinsi Maluku dan Maluku Utara menyusun sebuah big islands yang dinamai Kepulauan Maluku. Banyaknya pulau yang saling terpisah satu dengan yang lainnya, juga mengakibatkan semakin beragamnya bahasa yang dipergunakan di provinsi ini. Beberapa bahasa yang paling umum dipetuturkan di Maluku yaitu:

Tiga bahasa yang hampir punah adalah Palamata dan Moksela serta Hukumina. Ratusan bahasa di atas dipersatukan oleh sebuah bahasa pengantar yang telah menjadi lingua franca sejak lama yaitu Bahasa Ambon. Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Tiongkok, Spanyol, Portohis, Wolanda, dan Inggris) menginjakkan kakinya di Maluku, bahasa-bahasa asli Maluku tersebut sudah hidup setidaknya ribuan tahun dan menjadi bahasa-bahasa dari keluarga atau rumpun paling barat keluarga bahasa-bahasa Pasifik/Melansia (bahasa Papua-Melanesoid)

Agama sunting

Agama di Maluku pada 2021.[1]

  Islam (52.85%)
  Protestan (39.39%)
  Katolik (6.87%)
  Hindu (0.32%)
  Buddha (0.02%)
  Kepercayaan (0.55%)

Penduduk Maluku sebagian besar beragama Islam dengan jumlah penganut lebih dari satu juta jiwa.[2] Islam dibawa oleh para pedagang dari Melaka dan Jawa Timur, khususnya Gresik, seiring dengan dilaluinya Maluku oleh Jalur Sutra.[3][4] Sementara itu, Kekristenan menempati urutan kedua. Cabang terbesarnya ialah Protestanisme dengan penganut mendekati 700.000 jiwa, kemudian Katolik, lebih dari seratus ribu jiwa.[1] Pada mulanya, Katolik dibawa oleh Portugis pada abad ke-16 dengan tokoh penting Fransiskus Xaverius sebagai pelopor, lalu diteruskan oleh Yesuit dengan penganut besar di Ambon.[5] Kemudian, setelah Belanda mengambil alih Maluku, Protestanisme mulai menyebar.[6]

 
GPM[pranala nonaktif permanen] Silo di Ambon, jemaat terbesar Gereja Protestan Maluku.

Gereja Protestan terbesar Maluku merupakan Gereja Protestan Maluku (GPM) yang melayani Maluku dan Maluku Utara serta merupakan hasil kemandirian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI). Keduanya didirikan di Ambon sebelum pada masa VOC-Belanda dan terpengaruh oleh para zending Belanda.[7] Sementara itu, Maluku juga memiliki keuskupannya sendiri, yaitu Keuskupan Amboina yang merupakan keuskupan sufragan dari Keuskupan Agung Makassar. Kesukupan Amboina juga melayani Maluku Utara atau dengan kata lain melayani seluruh Kepulauan Maluku.[8]

Ketiga agama kecil lainnya memiliki penganut yang tersebar di seluruh penjuru Maluku. Penganut Hindu tercatat ada di seluruh kabupaten dan kota dengan Buru, Buru Selatan, dan Maluku Tenggara sebagai kabupaten yang memiliki penduduk Hindu terbanyak. Kedua agama lainnya, Buddha dan Konghucu tidak memiliki penganut di seluruh kabupaten dan kota Maluku. Buddha memiliki penganut terbanyak di Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, dan Buru, sedangkan tercatat tidak memiliki penganut di Seram Bagian Barat, Maluku Barat Daya, Buru Selatan, dan Tual. Sebagai agama terkecil, penganut Konghucu hanya terdapat di daerah-daerah seperti Maluku Tenggara Barat, Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Buru, dan Kepulauan Aru.[1]

Sosial budaya sunting

Dalam masyarakat Maluku dikenal suatu sistem hubungan sosial yang disebut Pela dan Gandong. Pela dan Gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat/menganggap sebagai saudara satu sama lain. Pela Gandong sendiri merupakan intisari dari kata "Pela" dan "Gandong". Pela adalah suatu ikatan persatuan, sedangkan Gandong mempunyai arti saudara.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :1
  2. ^ "Persentase Pemeluk Agama Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku 2019". www.maluku.kemenag.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-28. Diakses tanggal 24 September 2020. 
  3. ^ Zuhdi & Wulandari 1997, hlm. 34.
  4. ^ Pattikayhatu 1978, hlm. 59.
  5. ^ Aritonang & Steenbrink 2008, hlm. 28.
  6. ^ Aritonang & Steenbrink 2008, hlm. 103.
  7. ^ van den End 1999, hlm. 77.
  8. ^ Rahardi 2007, hlm. 156.