Delapan jam kerja sehari

Delapan jam kerja sehari merupakan proporsi waktu pekerja dalam melakukan pekerjaannya.[1] Ide ini pada awalnya adalah sebuah tuntutan yang diinisiasi oleh Robert Owen pada abad ke-18. Pada era Revolusi Industri tersebut, pabrik-pabrik di Eropa menjalankan kegiatan industrinya selama 24 jam sehari, sehingga para buruh yang bekerja selama 10 hingga 16 jam sehari jamak ditemui.[2] Oleh karena itu, para pekerja menuntut pembatasan waktu kerja menjadi delapan jam sehari. Slogan Owen yang terkenal adalah, "Delapan jam bekerja, delapan jam rekreasi, dan delapan jam istirahat."[3]

Sebuah spanduk di Melbourne, Australia, yang menyuarakan prinsip delapan jam kerja sehari.

Kebijakan Organisasi Buruh Internasional sunting

Menurut Konvensi Jam Kerja No. 1 Tahun 1919, jam kerja di bidang industri adalah delapan jam sehari dan 48 jam dalam sepekan.[4]

Kebijakan di Indonesia sunting

Di Indonesia, kebijakan mengenai waktu kerja diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003. Peraturan tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:

  • 6 (enam) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  • 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.[5]

Referensi sunting

  1. ^ "Hours of labour". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-29. 
  2. ^ Widrich, Leonhard (2014-01-07). "The Origin of the 8 Hour Work Day and Why We Should Rethink It". Huffington Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-29. 
  3. ^ Widrich, Leonhard (2014-01-07). "The Origin of the 8 Hour Work Day and Why We Should Rethink It". Huffington Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-29. 
  4. ^ "Convention C001 - Hours of Work (Industry) Convention, 1919 (No. 1)". www.ilo.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-29. 
  5. ^ "UU No. 13 Tahun 2003" (PDF).