Dandan Kali atau disebut juga dengan becekan adalah sebuah ritual atau upacara adat yang merupakan bagian dari tradisi Etnis Jawa, khususnya Etnis Jawa yang berada di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Upacara ini dilaksanakan di sekitar kawasan Lereng Gunung Merapi, tepatnya di beberapa dusun di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain; Dusun Kepuh, Dusun Manggong, dan Dusun Pagerjuang. Semua dusun yang menjadi lokasi pelaksanaan upacara dandan kali terletak di desa yang sama, yakni Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.[1][2][3][4][5][6][7][8][9]

Asal-Usul Upacara sunting

Istilah "Dandan Kali" berasal dari lokasi tempat pelaksanaan upacara, yang memang dilaksanakan di kawasan aliran sungai atau yang biasa orang Jawa menyebutnya dengan kali. Sungai yang biasa menjadi lokasi upacara adalah Lereng Gunung Merapi dan Sungai Gendol dan juga sungai-sungai disekitarnya seperti Sungai Kretek dan Sungai Kebeng. Secara harfiah (dalam Bahasa Indonesia) nama "Dandan Kali" berarti merias sungai.[1][2][4][6][9]

Selain di Lereng Gunung Merapi dan Sungai Gendol, masyarakat juga melakukannya dibeberapa titik yang dianggap keramat, salah satunya di pelataran sebuah gua bekas penjajahan Kekaisaran Jepang pada Perang Dunia II.[8]

Upacara Dandan Kali sendiri tidak dijelaskan kapan pertama kali muncul, tetapi jelas sekali kalau Desa Kepuharjo adalah desa pertama yang melakukan tradisi ini. Saat itu Desa Kepuharjo sempat mengalami kemarau panjang hingga 8 bulan lamanya, untuk mensiasatinya warga desa akhirnya melakukan sebuah ritual atau upacara berupa menyembelih kambing dan membawa berbagai macam sesajen ke Sungai Gendol. Tidak terlalu lama setelah pelaksanaan upacara, Desa Kepuharjo kemudian diguyur hujan lebat yang membuat desa itu kemudian menjadi salah satu desa yang subur.[1][2]

Tata Cara Upacara sunting

Seperti halnya upacara adat pada umumnya, upacara Dandan Kali juga memiliki aturan atau tata cara yang wajib dipatuhi. Salah satu syarat utama dalam upacara Dandan Kali adalah seluruh pesertanya harus diikuti oleh laki-laki, sementara perempuan tidak diperbolehkan. Tidak diketahui secara pasti kenapa perempuan dilarang untuk ikut, tetapi hal ini sudah menjadi aturan turun temurun warga Desa Kepuharjo dalam melaksanakan uapcara Dandan Kali. Walaupun perempuan dilarang untuk ikut dalam prosesi upacara Dandan Kali, tetapi biasanya perempuan tetap bisa terlibat diluar prosesi, seperti membuat dan mempersiapkan masakan untuk sesajen berupa nasi tumpeng ataupun persiapan-persiapan lainnya.[1][2]

Sementara untuk perihal pakaian dalam prosesi upacara Dandan Kali tidak ada aturan khusus, semua peserta upacara bebas menggunakan pakaian apapun yang penting menjunjung norma sopan santun. Kaum laki-laki yang mengikuti proses upacara hanya tinggal membawa persiapan sesajen yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh kaum perempuan dan juga tidak lupa membawa seekor kambing dari masing-masing dusun, jadi jumlahnya ada 3 ekor kambing yang akan disembelih sebagai perwakilan dari 3 dusun yang terdapat di Desa Kepuharjo, yakni Dusun Kepuh, Dusun Manggong dan Dusun Pagerjuang.[1][2]

Perihal kambing yang dipergunakan untuk upacara Dandan Kali juga memiliki aturan tersendiri. Kambing yang diperbolehkan disembelih dalam prosesi upacara Dandan Kali haruslah dari jenis Kambing Jawa dan tidak boleh jenis kambing lainnya. Selain itu, Kambing Jawa yang menjadi sesajen haruslah berjenis kelamin jantan, tidak boleh berjenis kelamin betina. Menurut kepercayaan warga Desa Kepuharjo, bila menyembelih kambing selain Kambing Jawa ataupun menyembelih kambing berjenis kelamin betina untuk upacara Dandan Kali maka akan terjadi bencana dan malapetaka.[1][2]

Tujuan Upacara sunting

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, upacara Dandan Kali memiliki tujuan untuk meminta berkah, terutama dalam hal meminta turun hujan. Berdasarkan tradisi warga Desa Kepuharjo upacara Dandan Kali telah membawa kesuburan bagi desa mereka, sehingga upacara ini tetap harus berlangsungkan. Selain itu upacara Dandan Kali juga bertujuan sebagai bentuk rasa syukur warga Desa Kepuharjo kepada Zat Adikodrati atas segala nikmat dan rezeki yang telah mereka peroleh. Upacara ini juga bentuk penghormatan terhadap arwah atau roh nenek moyang atau leluhur yang dipercaya telah melindungi warga selama ini.[5] Menurut Mardi Wiyono (maestro), masyarakat percaya saat manusia sudah meninggal sebenarnya hanya fisiknya saja yang mati, sementara rohnya masih hidup.[1][2]

Upacara Dandan Kali juga memiliki tujuan umum, yakni meminta keselamatan bagi seluruh penduduk Desa Kepuharjo. Keselamatan yang dimaksudkan juga sangat luas, beberapa diantaranya adalah; keselamatan bagi warga yang bekerja di sekitar tebing atau lereng Gunung Merapi, keselamatan bagi petani agar diberikan hujan yang membuat subur lahan pertanian agar bisa bercocok tanam dan meningkatkan hasil panen, masyarakat dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, dan kebaikan-kebaikan lainnya.[1]

Selain itu, secara singkat upacara Dandan Kali memiliki fungsi-fungsi lainnya, antara lain; norma sosial, pengendalian sosial (social control), media sosial dan pengelompokkan sosial.[9]

Prosesi Upacara sunting

Upacara Dandan Kali dilangsungkan menurut Pranotomongso yang jatuh pada Mangsa Kapat, tepatnya Hari Jumat Kliwon pagi hari, biasanya sudah dimulai sejak pukul 07.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Tahap-tahapan yang dilangsungkan dalam upacara Dandan Kali antara lain sebagai berikut;[9]

  1. Membakar kemenyan di belik yang dianggap keramat.
  2. Tirakatan (membaca doa-doa kepada leluhur).
  3. Kenduri (makan-makan) di rumah Kepala Dusun.

Setelah warga sudah berkumpul di lokasi upacara, maka selanjutnya adalah dilaksanakannya prosesi penyembelihan kambing yang sebelumnya telah dibawa dan dipersiapkan oleh masing-masing dusun. Di samping prosesi penyembelihan kambing, beberapa warga lainnya mempersiapkan bumbu dan peralatan masak lainnya guna untuk memasak daging kambing yang telah disembelih. Masakan yang biasanya disajikan adalah gulai kambing atau istilahnya dalam Bahasa Jawa disebut sebagai becekan - dari sinilah nama 'becekan' berasal.[1]

Masyarakat Desa Kepuharjo percaya bahwa doa-doa yang mereka panjatkan selama prosesi upacara Dandan Kali, akan membawa harapan mereka kepada Tuhan dan akan dikabulkan, dan jika tidak dilakukan, masyarakat Desa Kepuharjo percaya kalau malapetaka atau bencana akan terjadi. Oleh karena itu masyarakat Desa Kepuharjo tetap berupaya mempertahankan tradisi atau upacara Dandan Kali, selain karena tradisi Dandan Kali adalah warisan nenek moyang yang harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j Direktorat Jenderal Kebudayaan, Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018) hal. 192-193
  2. ^ a b c d e f g "Dandan Kali » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  3. ^ "Uparaca Dandan Kali Di Yogyakarta". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-05. 
  4. ^ a b "Ritual Adat Dandan Kali - Informasi Budaya Jawa Ritual Adat Dandan Kali". Informasi Budaya Jawa. 2019-02-25. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  5. ^ a b Depriani, Trisna (2011-01-24). "Uparaca Dandan Kali Di Yogyakarta". [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ a b "Dinas Kebudayaan Provinsi DIY". tasteofjogja.org. Diakses tanggal 2019-04-05. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ "Tradisi Dandan Kali Getuk". www.antarafoto.com. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  8. ^ a b Aloysius Jarot Nugroho, Kendurian Dandan di Pelataran Gua Jepang, dalam https://news.okezone.com/view/2017/07/14/1/39877/kendurian-dandan-di-pelataran-gua-jepang/1 diakses pada 5 April 2019.
  9. ^ a b c d Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI), "Dandan Kali", Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=122 diakses pada 5 April 2019.

Pranala luar sunting

Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia