Charles Saerang (lahir 20 Februari 1952) adalah generasi ketiga keturunan Nyonya Meneer, wirausahawan produk jamu ternama di Indonesia, yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Nyonya Meneer hingga penutupannya pada 4 Agustus 2017. Ia adalah seorang pemerhati perkembangan jamu tanah air dan wirausahawan Indonesia.

Charles Saerang
Informasi pribadi
Lahir20 Februari 1952 (umur 72)
Indonesia Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Suami/istridr Lindawati Suryadinata
AnakVanessa Kalani
Claudia Alana
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat hidup sunting

Charles Saerang adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya Ong Han How atau nama lain Hans Ramana (almarhum) adalah anak laki-laki Nyonya Meneer.[1] Pada April 1976 setelah lulus dengan gelar Bachelor of Science dari Business School Miami University, Ohio, Amerika Serikat (setaraf sarjana atau S1[2]) Ia diminta ayahnya untuk ikut mengelola perusahaan jamu milik keluarga Jamu Potret Cap Nyonya Meneer. Ia menikah dengan dr Lindawati Suryadinata dan memiliki dua putri yaitu Vanessa Kalani dan Claudia Alana yang bersekolah di Garden International School, Kuala Lumpur, Malaysia . Charles meraih gelar doktor ilmu pemasaran di Universitas Kensington, AS, 1981. Disertasinya berjudul Jamu Awet Memiliki Peranan Penting dalam Memperluas Pemasaran Industri Farmasi dan Herbal Nyonya Meneer (Jamu Awet Plays a Very Important Role in Expanding the Sales of the Pharmaceutical & Herbs Industry Nyonya Meneer)

Pendidikan sunting

Pendidikan Formal

1981 : Doktor Philosophy Marketing, Kensington University, California, USA

1979: Master of Science, Kensington University California, USA

1976 : Sarjana Ilmu Bisnis, Miami University, Ohio

Pendidikan Informal

1997: “Acquisition and Merger at Wharton School of Business”, University of Pennsylvania, USA,

1988 : “Competitive Marketing Strategies Program“, University of California, Berkeley, USA.

1987 : “Strategic Planning in Asia” INSEAD, Switzerland,

1982: “Executive Pacific Asian Management Institute, Program on International Business”, University of Hawaii, USA.

1981 : “Modern Concepts in Finance”, Massachusetts Institute of Technology ( MIT ) Boston, USA.

1980 : “Young Executive Program”, Pennsylvania State University, USA.

1977 : “An Executive Education Program on Agribusiness”, Harvard Business School, USA.

Bisnis Jamu sunting

Pada tahun 1976 pada usia 24 tahun, Charles diminta ayahnya untuk ikut mengelola perusahaan keluarganya, PT Nyonya Meneer. Ayahnya kemudian meninggal pada tahun yang sama. Kematian ayahnya dirahasiakan dari Nyonya Meneer yang saat itu memang sedang sakit-sakitan, karena khawatir akan mengganggu kesehatannya. Sepeninggalan Nyonya Meneer pada tahun 1978, bisnis jamu keluarga itu diterpa konflik internal dan selama kurun waktu 1984–2000, anak-anak Nyonya Meneer saling berebut kekuasaan, karena Nyonya Meneer tidak pernah menunjuk penggantinya.

Keluarga keturunan Nyonya Meneer pun terancam pecah dan sempat dibawa ke pengadilan. Begitu sengitnya pertikaian di tubuh PT Nyonya Meneer, Menaker Cosmas Batubara saat itu ikut turun tangan, karena pertikaian antar keluarga sampai melibatkan ribuan pekerja perusahaan itu. Beruntung kisruh bisnis keluarga terselesaikan. Anggota-anggota keluarga yang lain sepakat menjual kepemilikannya di Nyonya Meneer kepada Charles.[3]

Pada tahun 1991, setelah setelah penyelesaian konflik, Charles Saerang langsung menjadi pemilik tunggal dan sekaligus pimpinan.

Di bawah kepemimpinannya, perusahaan jamu keluarga yang telah melewati tiga generasi itu berkembang pesat. Jumlah karyawan yang tadinya 140 orang menjadi 3.500 orang. Produknya pun kini mencapai 254 merek meliputi dan berhasil dipasarkan ke tiga benua: Asia, Eropa, dan Amerika. Sekitar 80 persen dari produk untuk kepentingan wanita

Rheumaneer sunting

Pada tahun 2000, Nyonya Meneer membuat terobosan dengan mengeluarkan produk fitofarmaka bermerek Rheumaneer untuk mengobati penyakit reumatik. Fitofarmaka adalah obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan dan lulus uji klinis. Di Indonesia hanya ada lima perusahaan yang mengeluarkan fitofarmaka, dan Nyonya Meneer satu-satunya perusahaan jamu sementara sisanya adalah perusahaan farmasi. Rheumaneer adalah jawaban Charles menanggapi dunia kedokteran terhadap khasiat jamu. Biaya untuk riset hingga menghasilkan produk menghabiskan 3 miliar rupiah dan memakan waktu delapan tahun, tetapi menjadi bukti bagaimana jamu dapat sejajar dengan obat-obatan kimia.[2]

Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GPJI) sunting

Charles Saerang juga menjabat sebagai Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (DPP GPJI). Kegiatannya antara lain dengan menjalin kerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta dan membuka pendidikan program diploma 2 (D2), sementara menyelenggarakan program baru khusus mengenai jamu dengan Universitas Trisakti, Jakarta. Dengan masuknya Jamu ke kampus dan resmi sebagai salah satu jurusan usaha ini diharapkan membantu masyarakat medis untuk mengakui keampuhan obat tradisional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Charles juga mempunyai ambisi agar jamu dapat dijadikan sebagai metode pengobatan di rumah sakit.[4]

Penghargaan sunting

PENGHARGAAN DAN PENCAPAIAN

2012 : Penghargaan Satyalencana Pembangunan Tahun 2012, Kategori “ Pembina Lingkungan Hidup “

2012 : Apresiasi CSR Sejahtera Indonesia 2012, PT Nyonya Meneer Sebagai Pemenang Kategori Budaya

2012 : Penghargaan Sebagai Penggerak Kewirausahaan dari Menteri Negara Koperasi dan UKM RI

2003 : Finalis Entrepreneur of The Year, Ernest & Young Indonesia

2002 : Kalpataru Awards 2002, Kategori Category “Lingkungan Hidup”

2002 : Properti Awards dari Organisasi Konvensi Hak Kekayaan Intelektual Dunia

2002 : Penganugerahan Pangkat Kaningratan Sebagai Bupati Sepuh Keraton Surakarta Hadi Ningrat, dengan Gelar Kaningratan:

           “ KANJENG PANGERAN CHARLES ONGKOWIDJOYO HADININGRAT “.

2001 : “ Best Executive” Awards, Certificate of ASEAN

1995 : Male Enterpreneur Award, Indonesian Awards Presentation Program.

1992 : Penghargaan Kehormatan Seumur Hidup dari World ABI – USA

Jabatan dan kegiatan lain sunting

1990 – Sekarang: Presiden Direktur dan C.E.O PT. Nyonya Meneer

2012: Advisor PT Metro Garmin (Metro Garment Industries, Ltd.)

2004 – 2005: Gubernur Distrik Lions Clubs Indonesia Distrik 307B

2001 – Sekarang: Anggota Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan ( KNAPPP )

2009 – 2011: Anggota Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat, Dewan Riset Nasional ( DRN )

2010 – 2015: Ketua Komite Tetap Industri Obat Tradisional Kamar Dagang dan Industri ( KADIN INDONESIA )

2011 – 2015: Ketua Umum Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia ( GP Jamu )

2013 - 2014: Council Chairperson Lions Clubs Indonesia MD 307

KEANGGOTAAN PROFESIONAL sunting

Anggota “Association Fundraising Professionals”, Indonesia

Anggota “British Institute of Management”, England

Anggota “British Institute of Marketing”, England

Anggota “American Marketing Association”, USA

Anggota “American Biographical Institute”, INC, USA

Anggota “International Biographical Center”, England

Anggota “The Chartered Institute of Marketing", England

Kontroversi sunting

Charles Saerang secara terbuka mengumumkan "perang" terhadap produk jamu yang mengandung bahan kimia.[2][5] Keberatannya ini bahkan telah menempuh jalur hukum, melalui BPOM Charles mengumpulkan bukti-bukti untuk mengajukan seorang pengusaha jamu kimia ke pengadilan. Namun Pengadilan Negeri memenangkan pengusaha jamu kimia dengan alasan barang bukti yang diajukan bukan milik terdakwa. Walaupun menurut Charles barang bukti ditemukan di gudang milik terdakwa. Perkara tersebut kini naik banding ke pengadilan tinggi dan akan diperjuangkan oleh Charles hingga ke Mahkamah Agung, bila gagal ditingkat pengadilan tinggi.

Charles pun mengkritik kurangnya perhatian dan lemahnya perlindungan pemerintah terhadap pengrajin produsen jamu tradisional Indonesia.[6][7] Tindakan Charles ini menimbulkan protes dari massa perajin jamu dari Cilacap dan Banyumas, mereka merasa dirugikan karena kampanye negatif Charles mendiskreditkan pengusaha kecil jamu dari Cilacap. Unjuk rasa pada 17 Desember 2006 berlangsung di jalan utama yang menghubungkan Yogyakarta-Purwokerto -Bandung menyebabkan kemacetan lalu lintas cukup parah karena diikuti oleh 1000 lebih perajin jamu dan diwarnai dengan orasi, pemasangan poster spanduk, dan pembakaran salah satu produk jamu asal Semarang. Poster bergambar Charles Saerang Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia juga dibakar. Poster-poster antara lain berbunyi "Gantung Charles Saerang (Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia)", "POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) jangan diskriminatif", "Anak Kami Butuh Makan" dan sebagainya.

Koordinator lapangan unjuk rasa Nadliyin dalam orasinya mengatakan adanya upaya kampanye negatif yang mengindikasikan persaingan bisnis tidak sehat antara jamu PT Ny. Meneer dengan jamu Cilacap dan Banyumas. Kampanye negatif itu telah melumpuhkan ekonomi rakyat dan UKM, dan bila berhasil akan banyak kredit macet dan eksekusi tempat usaha dan industri jamu rumahan oleh pihak bank. Ketua Koperasi Jamu (Kopja) Aneka Sari Yahya Karomi menyatakan, saat ini ada upaya secara sistematik untuk menghancurkan produk jamu Cilacap dan Banyumas. Permasalahan utamanya persaingan bisnis jamu. Namun kampanye negatif sudah berdampak, yakni dengan terpuruknya industri jamu Cilacap dan Banyumas," katanya. Kopja meminta agar pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk tidak bersikap diskriminatif karena jamu Cilacap dan Banyumas merupakan penyangga ekonomi ratusan ribu masyarakat jamu di wilayah tersebut.[8]

Jamu kimia adalah jamu yang bahan-bahannya dicampur dengan zat-zat kimia. Menurut aturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), jamu harus berbahan tumbuh-tumbuhan alami dan tak boleh dicampur zat sintetis atau kimia. Menurut Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia diperkirakan 90 persen pengusaha jamu gendong menjual jamu kimia. Menurut Charles jamu kimia beredar di Malaysia dan menuding kebanyakan bahan kimia yang menjadi campuran adalah yang telah kedaluwarsa.

Pada 23 Januari 2007 pemerintah melalui Komisi IX akan membentuk Timja Kasus Jamu Tradisional. Pemerintah meminta agar semua produsen jamu nasional diminta tidak mengeluarkan pernyataan merisaukan seputar adanya dugaan jamu tradisional berbahan kimia obat.[9] Wakil Ketua Komisi IX Max Sopacua selaku pemimpin rapat mengatakan, pendiskreditan hanya akan merugikan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, pemerintah harus ikut menyelamatkan industri jamu.

Faktanya bahan kimia obat (BKO) yang dicampurkan dalam jamu memang menimbulkan kerugian bagi semua perajin jamu di seluruh Indonesia. Indikasi meluasnya kerugian itu adalah total nilai ekspor jamu Indonesia tahun ini turun sekitar 60 persen dibandingkan tahun 2005, menjadi Rp 1,5 triliun.

Ketua Umum GP Jamu Charles Saerang dalam rapat itu menjelaskan, laporan-laporan GP Jamu tentang jamu BKO tidak lain untuk kepentingan nasional. Pertama, untuk melindungi konsumen dari produk-produk yang dilarang pemerintah. Kedua, menyelamatkan usaha industri jamu sebagai anggota GP Jamu.[10]

Menurut catatan GP Jamu, dari jumlah 1.166 industri jamu di Indonesia, sebanyak 1.037 atau 90 persennya berkategori industri kecil, termasuk industri jamu rumahan. GP Jamu berupaya untuk mempertahankan produk tersebut tetap menjadi aset nasional yang besar dengan meningkatkan mutu dan kualitas produk tradisional yang layak konsumsi. Namun Ketua Koperasi Industri Kecil Jamu "Aneka Sari" Yahya Karomay mengatakan, ada kecenderungan industri kecil dituduh sebagai produsen jamu yang mengandung BKO, di mana stigma itu sangat menyakitkan dan merugikan.

Referensi dan catatan kaki sunting