AirAsia Indonesia

perusahaan asal Indonesia

PT AirAsia Indonesia Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: CMPP) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di anak usahanya, maskapai penerbangan Indonesia AirAsia. Berkantor pusat di Jl. Marsekal Suryadharma, Tangerang, Banten,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya.

PT AirAsia Indonesia Tbk
Sebelumnya
  • PT Centris Multi Persada Pratama
  • PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk
Kode emitenIDX: CMPP
Didirikan
  • 25 Juli 1989 (1989-07-25) sebagai PT Centris Multi Persada Pratama
  • 20 Juni 2014 (2014-06-20) sebagai PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk
  • 03 Januari 2018 (2018-01-03) sebagai PT AirAsia Indonesia Tbk
Kantor
pusat
,
Wilayah operasi
Indonesia
Tokoh
kunci
  • Veranita Yosephine Sinaga (Direktur Utama)
  • Tharumalingam Kanagalingam (Komisaris Utama)
PendapatanKenaikan Rp3,78 triliun (2022)
Kenaikan (Rp1,32 triliun) (2022)
Kenaikan (Rp1,65 triliun)--> (2022)
Total asetKenaikan Rp5,36 triliun (2022)
Total ekuitasPenurunan (Rp6,82 triliun) (2022)
Pemilik
  • AirAsia Aviation Group Limited (46,25%)
  • PT Fersindo Nusaperkasa (46,16%)
  • Publik (7,59%)
Karyawan
1.711 (2022)
Anak
usaha
PT Indonesia AirAsia
Situs webir.aaid.co.id

Anak usaha sunting

  • PT Indonesia AirAsia (57,25%). Indonesia AirAsia bergerak pada bidang usaha penerbangan komersial berjadwal,[2] berdiri pada 28 September 1999. Saat ini, dibantu dengan 28 armada (2020), Indonesia AirAsia bergerak pada penerbangan lokal dan internasional.[1]
  • PT Garda Tawang Reksa Indonesia (38,36%)[1]

Sejarah dan perkembangan sunting

Perusahaan taksi sunting

Perusahaan ini didirikan pada 25 Juli 1989[3] dengan nama PT Centris Multipersada Pratama.[4] Bisnis awalnya adalah perusahaan taksi yang pada suatu waktu merupakan salah satu pemain terbesar di bidang ini, dengan pernah memiliki kurang lebih 3.000 armada dan beroperasi di banyak daerah di Indonesia.[5] Bisnis taksi ini menggunakan merek Kartika, Liberty, Mercury, Ratax, Sri Medali, Victory, Centrisraya, Centris dan Solo Central Taksi.[6]

Bisnis taksi Centris dirintis oleh Suherman Ade Yulimar, seorang pengusaha pemilik dealer mobil asal Bandung. Pada tahun 1987, Suherman membeli PT Centris Bandung Rayalestari yang mengoperasikan 100 armada taksi di Bandung dari tangan Moh. Gunawan Satyapermana dengan 200 karyawan.[7] Perusahaan taksi tersebut sebenarnya sudah beroperasi sejak tahun 1978, awalnya hanya memiliki 30-40 armada saja.[8] Untuk mengembangkan bisnis taksi yang baru dibelinya itu, Suherman berkerjasama dengan beberapa rekan, seperti Ginawan Chondro. Ekspansi masif kemudian dilakukan pada 1989 dengan mendirikan PT Solo Central Taxi (100 unit taksi, beroperasi di kota Surakarta); PT Botabek Central Taxi (200 unit taksi, beroperasi di kota Jabotabek); PT Varia Indoperkasa Pratama (100 unit taksi, beroperasi di kota Medan); dan PT Triyasa Megaperkasa (50 unit taksi, beroperasi di kota Bandung). Centris kemudian juga mengakuisisi operator taksi lain, PT Ratax Armada (lewat PT Vaya Interpersada) dari tangan Pemda DKI Jakarta. Ekspansi terus berlanjut pada tahun 1990 dengan pendirian 1990 PT Centris Metro Sarana (operator taksi Liberty, 300 unit), PT Centris Wahana Taxi (operator taksi Wahana, 500 unit) dan PT Adhicita Sarana Kartika (100 unit) yang kesemuanya beroperasi di Jabotabek; PT Centris Nusantara Transportasi (100 unit, beroperasi di Padang) dan PT Citraperdana Kendedes (100 unit taksi, beroperasi di Kota Malang). Sementara PT Centris Multipersada Pratama sendiri awalnya didirikan untuk menangani bisnis taksi Centris Group di kota Semarang.[9]

Perusahaan-perusahaan taksi tersebut kemudian dikonsolidasikan dalam PT Centris Multipersada Pratama sebagai perusahaan induk.[9] Dengan ekspansi masif tersebut, pada pertengahan 1990-an perusahaan ini sudah menancapkan kukunya sebagai salah satu perusahaan taksi terbesar di tanah air, dengan diperkirakan memiliki 2.093 unit yang beroperasi di Jabotabek, Solo, Yogyakarta dan Semarang, belum lagi rencana akuisisi pada sejumlah taksi di Medan, Sidoarjo, Surabaya dan Malang.[6] Mulai 8 Desember 1994, PT Centris Multipersada Pratama telah menjadi perusahaan publik dengan melepas 20 juta sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan harga penawaran Rp 2.450/lembar.[10] Kode emiten CMPP berasal dari singkatan nama perseroan saat itu. Belakangan, kemudian bergabung juga Andri Tedjadharma dalam perusahaan taksi ini. Bisnis taksi Centris kemudian berkembang ke daerah-daerah lain seperti Bali, menyediakan jasa limosin, memiliki 13 anak usaha. Pada tahun 1997, diperkirakan dari seluruh anak usaha dan merek yang dimiliki oleh Centris Multipersada, terdapat sekitar 3.500 unit taksi yang beroperasi.[8] Seakan tidak terdampak oleh krisis, pada tahun 1999, Centris Multipersada kemudian meluncurkan "taksi wisata" yang dilengkapi dengan fasilitas informasi pariwisata yang ditangani anak usahanya, Ratax.[11] Meskipun sempat merugi Rp 10,4 miliar pada 1998, perusahaan bisa kembali mendapat untung Rp 570 juta pada 1999 dan Rp 4,2 miliar pada 2000. Perusahaan taksi ini yang pada awal 2001 mengoperasikan 2.739 unit taksi dan memperkerjakan 4.800 supir, merencanakan ekspansi ratusan taksi baru dengan modal Rp 9 miliar pada tahun 2001.[12]

Belakangan, nama Suhendra dan Ginawan menghilang, menyisakan Andri dalam posisi kepemimpinan perusahaan ini.[13] Pada tahun 2004, tercatat CMPP memiliki anak usaha taksi yang beroperasi di Jakarta (Jabodetabek), Bandung, Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta, Sidoarjo, Medan dan Malang, dengan armada 2.693 taksi yang ditargetkan bertambah 250 unit baru di tahun tersebut. Tidak hanya itu, lewat anak usahanya Ratax, Centris juga memiliki 33% saham di operator BRT Transjakarta.[14] Namun, pada periode ini (2000-an), tekanan mulai membayangi Centris. Kenaikan 80% persen harga bahan bakar minyak pada 2005, membuat argo harus dinaikkan dan membuat pendapatan menurun, serta membebani keuangan perusahaan ini yang sebelumnya melakukan pembelian armada baru. Selain itu, perusahaan pun kemudian juga harus berhutang ratusan miliar rupiah. Untuk memperbaiki kondisinya, perusahaan pun melepas bisnis taksinya di beberapa kota, seperti Malang dan Surakarta. Akibatnya, pada tahun 2009 armada Centris Multipersada sudah menurun menjadi 800 unit saja dan direncanakan tidak akan bertambah lagi. Target keuntungan pada tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp 17 miliar.[15][16] Tidak hanya di dua kota tersebut, tercatat pada 2010, Centris juga melepas bisnis taksinya di kota asalnya, Bandung kepada Cipaganti yang diubah namanya sesuai pemilik barunya.[17] Malah, meskipun pada 2012 menargetkan peremajaan armada (mayoritas saat itu Toyota Limo) dan penambahan armada menjadi 1.000 unit, tercatat di kuartal-III 2011 perseroan merugi Rp 2,41 miliar.[18]

Perusahaan batu bara sunting

Pada Desember 2012, pihak Centris Multipersada mengumumkan rencananya untuk masuk dalam bisnis pertambangan batu bara lewat anak usahanya yang baru dibentuk bernama PT Multi Mekar Lestari yang dimiliki sahamnya sebesar 55%. Bisnis batu bara yang dijalani adalah transportasi batu bara, baik dengan kapal tongkang maupun dump truck.[19] Kemudian, di tanggal 3 Januari 2013, Andri Tedjadharma lewat PT Centris Mekarlestari melepas 62,96% sahamnya di CMPP kepada PT Rimau Multi Investama. Rimau kemudian menaikkan sahamnya menjadi 80,26% setelah tender offer di tanggal 26 Februari 2013.[4] Awalnya, pemilik baru masih mempertahankan bisnis taksi Centris. Namun, kemudian pada 17 Maret 2014, diakuisisilah sebuah perusahaan transportasi batu bara bernama PT Rimau Shipping sebanyak 65% seharga Rp 13,08 miliar.[4] Tidak lama setelah itu, di bulan yang sama, pemilik baru Centris Multipersada kemudian melepas seluruh bisnis taksinya (pada anak usahanya Centris Wahana Taksi, Adhi Citra Sarana, Botabek Central Taksi, Varia Indoperkasa Pertama, Bogor Adi Pradana, serta unit-unit taksi di Semarang dan Yogyakarta) dengan total transaksi Rp 8,75 miliar. Pelepasan bisnis taksi ini diklaim karena prospeknya yang terus menurun, dari 2012 mencapai Rp 5,91 miliar menjadi Rp 1,63 miliar pada 2013 dan bisnis batu bara lewat PT Multi Mekar Lestari dirasa lebih menguntungkan.[20] Diharapkan, pasca-akuisisi (lebih tepatnya proses backdoor listing Rimau) tersebut, keuntungan perusahaan naik menjadi 30-68% di tahun 2014.[21][22]

Anak-anak usaha dan bisnis taksi tersebut dilepas ke PT Catur Mandiri Sejati.[23] Kurang jelas sendiri bagaimana perkembangan bisnis taksi eks-CMPP pasca pelepasan tersebut, dengan tercatat hanya di Yogyakarta saja taksi tersebut beroperasi.[24][25] Sementara itu, pasca-pelepasan usaha taksi, nama PT Centris Multipersada Pratama Tbk resmi diganti menjadi PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk pada 20 Juni 2014. Pergantian nama ini juga diiringi dengan perubahan kantor pusat dan direksi.[26] Tidak lama kemudian, perusahaan juga melakukan stock split sahamnya 1:4.[27] Meskipun bisa menaikkan pendapatannya menjadi Rp 33,82 miliar dan laba menjadi 3,52 miliar di kuartal pertama 2016,[28] namun bisnis batu bara yang ditangani dua anak usahanya, PT Multi Mekar Lestari dan PT Rimau Shipping, tercatat harus terdampak penurunan harga komoditas dan kelesuan bisnis batu bara di pertengahan 2010-an. Kedua perusahaan itu menyalurkan 104.000 ton batu bara pada 2015 ke luar negeri (ke India, Vietnam, Tiongkok) dan dalam negeri (ke PLN). Untuk menunjang bisnisnya, perseroan berencana untuk terjun ke bisnis manufaktur dan pembangkit listrik.[29] Untuk memenuhi kewajiban saham publik 7,5%, sejak 28 Januari 2016, kepemilikan PT Rimau Multi Investama (induk usaha CMPP) telah menurun menjadi 76,23% seiring pelepasan sejumlah sahamnya ke publik.[30] Memasuki tahun 2017, tercatat perusahaan ini masih merugi Rp 10,98 miliar.[31]

Induk usaha Indonesia AirAsia sunting

Hanya tiga tahun setelah berganti bisnis dan kepemilikan, CMPP kembali dijadikan alat backdoor listing oleh perusahaan tertutup lainnya. Sebuah perusahaan penerbangan yaitu Indonesia AirAsia, sebelumnya merencanakan akan melakukan penawaran umum perdana di bursa saham pada 2016. Rencana ini merupakan ide langsung dari pemilik AirAsia di Malaysia, Tony Fernandes dan direncanakan sebesar 30% saham maskapai itu akan dilepas ke publik.[32] Rencana IPO sebesar US$ 300 miliar tersebut, kemudian tertunda setelah sempat direncanakan pada awal 2016.[33] Rupanya, kemudian rencana IPO tersebut terealisasi lewat backdoor listing di CMPP.[34] Dimulai pada Oktober 2017, pihak Rimau Multi Putra Pratama mengumumkan rencana rights issue sebesar Rp 3,4 triliun, dimana hak rights issue itu akan dibeli oleh dua pemegang saham pengendali Indonesia AirAsia, PT Fersindo Nusaperkasa and AirAsia Investment Ltd. Sementara, kepemilikan pemegang saham sebelumnya (PT Rimau Multi Investama) dan masyarakat akan terdilusi menjadi di bawah 2%.[35] Selanjutnya, sebanyak Rp 2,6 triliun hasil proses tersebut akan digunakan untuk membeli Indonesia AirAsia dari dua pemilik sebelumnya lewat skema konversi prepetual securities, sedangkan sisanya untuk belanja modal.[33] Perubahan itu diklaim sebagai upaya memperbaiki kinerja perseroan di tengah minat masyarakat akan transportasi udara yang meningkat.[31] Nantinya, CMPP akan memiliki 57,25% saham di Indonesia AirAsia, sedangkan bisnis batu baranya akan dilepas.[36][37] Pasca transaksi yang tuntas pada Desember 2017 tersebut, mulai 21 Desember 2017, nama perusahaan diganti menjadi PT AirAsia Indonesia Tbk. Pada saat yang sama, juga dilakukan perubahan bisnis perusahaan dan manajemen.[38] Secara resmi, CMPP telah menjadi perusahaan induk bagi Indonesia AirAsia sejak 29 Desember 2017.[39]

Nyatanya, setelah proses tersebut, kondisi keuangan AirAsia Indonesia ikut merefleksikan anak usahanya yang sering merugi. Pada tahun 2018, walaupun pendapatan naik dari 2017 sebesar Rp 3,76 triliun menjadi Rp 4,19 triliun, namun tahun tersebut perusahaan merugi Rp 907 miliar. Anak usahanya yang memang gemar menawarkan penerbangan murah ke konsumen itu, dibebani oleh biaya avtur yang belakangan membengkak meskipun jumlah penumpang naik[40][41] dan adanya bencana alam di berbagai wilayah yang menurunkan niat berpergian masyarakat.[42] Load factor Indonesia AirAsia sendiri mencapai 82% pada 2018 (menurun 2% dari tahun sebelumnya)[43] Pada kuartal I 2019 pun juga menemui hasil serupa: penumpang naik, tetapi tetap merugi,[44] walaupun tercatat masih bisa diperbaiki di kuartal III pada tahun yang sama.[45] Lebih-lebih setelah munculnya pandemi COVID-19 yang memukul industri penerbangan, pendapatan perseroan anjlok parah dari Rp 6,7 triliun menjadi Rp 1,61 triliun dan merugi Rp 2,8 triliun dari sebelumnya untung Rp 113,94 juta di tahun sebelumnya.[46] Hal ini karena jumlah penumpang berkurang drastis, namun harga sewa pesawat dan avtur masih harus dikeluarkan oleh manajemen.[47] Kondisi kurang memuaskan ini masih berlanjut pada tahun 2021, dan anak usahanya sempat menghentikan operasional penerbangannya, meskipun akhirnya dibuka kembali sejak September 2021 dan saat ini masih dalam tahap pemulihan.[48][49] Sempat ada rumor bahwa anak usahanya, Indonesia AirAsia akan bangkrut dan melakukan PHK massal pada karyawannya di awal 2022, namun dibantah oleh manajemen perusahaan.[50]

Masalah lain yang membelit CMPP adalah suspensi perdagangan sahamnya selama beberapa waktu oleh BEI. Bursa terpaksa melakukan hal tersebut, terhitung sejak 5 Agustus 2019, akibat perusahaan hanya memiliki 1,59% kepemilikan publik (jauh dari kewajiban minimum 7,5%).[51] Hampir dua tahun suspensi itu dilakukan yang sempat membuat perusahaan ini terancam dihapus pencatatannya (delisting) dari BEI pada Agustus 2021.[52] Akhirnya, pada 14 Januari 2022, baru dua pemegang saham utama PT AirAsia Indonesia Tbk, Fersindo Nusaperkasa dan AirAsia Investment Ltd. melepas sebagian sahamnya, sehingga kewajiban 7,5% saham publik terpenuhi. Sebenarnya, rencana ini sudah direncanakan sejak 2019 dengan skema rights issue, namun kondisi perusahaan yang belakangan memburuk membuat rencana tersebut tertunda.[53][54] Maka, sejak 22 Februari 2022, suspensi saham itu pun dicabut oleh BEI. Rencananya, kepemilikan saham publik akan ditambah lagi nantinya.[55] Upaya juga dilakukan untuk memperbaiki keuangan perusahaan yang selama ini ekuitasnya selalu negatif.[56] Pembukaan saham dan perbaikan perusahaan, telah menaikkan harga sahamnya yang sempat mencapai Rp 685/lembar. Pada 8 Maret 2022 juga, telah diluncurkan aplikasi AirAsia Super App yang dilengkapi aneka fitur seperti kesehatan dan hiburan, AirAsia Food yang merupakan layanan pemesanan makanan, dan AirAsia Money (dompet digital).[57]

Pranala luar sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Lap Tahunan CMPP 2020
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama lap
  3. ^ britama.com, Laporan Keuangan AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) 2021
  4. ^ a b c "LapTahunan CMPP 2014" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-06-01. Diakses tanggal 2022-05-25. 
  5. ^ Indonesian Capital Market Directory
  6. ^ a b Indonesia Business Weekly, Volume 3,Masalah 29-40
  7. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 6,Masalah 9-14
  8. ^ a b Indonesia's Economy: Personalities
  9. ^ a b Informasi, Masalah 209-214
  10. ^ Sejarah dan Profil Singkat CMPP (Rimau Multi Putra Pratama Tbk)
  11. ^ Ummat, Volume 4,Masalah 33-41
  12. ^ JP/Centris expects higher revenues
  13. ^ Major Companies of Asia and Australasia, Volume 1
  14. ^ JP/Centris Multipersada to add 250 new taxis
  15. ^ Masih Berutang Rp 20 Miliar, Taksi Centris Yak Tambah Armada
  16. ^ Centris taxi’s fleet upgrade dims as govt to convert fuel to gas
  17. ^ Cipaganti ambil alih Centris Taxi
  18. ^ Remajakan Armada, Centris Multipersada Gelontorkan Rp200 M
  19. ^ CMPP: Jajaki masuk ke bisnis tambang
  20. ^ LEPAS BISNIS TAKSI, CENTRIS GARAP BATU BARA
  21. ^ Centris menyetop bisnis jasa taksi
  22. ^ CENTRIS MULTIPERSADA (CMPP) Targetkan
  23. ^ Lapkeu CMPP 2013
  24. ^ Sambut HUT 75 RI, Ambarrukmo Group Serahkan Bantuan Kepada 500 Driver Taksi
  25. ^ Jajaki Pasar Taksi Kelas Premium
  26. ^ Centris Multipersada ganti nama perusahaan
  27. ^ CENTRIS MULTIPERSADA (CMPP) Stock Split 1:4, Simak Rincian Jadwalnya
  28. ^ KINERJA CMPP: Laba Bersih Rimau Multi Putri Pratama Naik 30,06% di Kuartal I/2016
  29. ^ Batubara Lesu, Rimau Masuk Listrik
  30. ^ Rimau Penuhi Aturan Free Float Saham
  31. ^ a b Rimau Multi rights issue demi ubah fokus bisnis
  32. ^ AirAsia Tetap Berencana IPO di Indonesia
  33. ^ a b Indonesia's transport group Rimau to raise money to buy AirAsia unit
  34. ^ AirAsia Masih Irit Bicara Soal Backdoor Listing
  35. ^ Dicaplok AirAsia, Rimau Multi Putra Ganti Core Bisnis
  36. ^ Fokus ke AirAsia, Rimau Multi Lepas Bisnis Batubara
  37. ^ Rimau Multi Putra Pratama Berniat Lakukan PUT Senilai Rp3,4 Triliun
  38. ^ Rimau Multi Putra Pratama Ganti Nama Jadi AirAsia Indonesia
  39. ^ PT AirAsia Indonesia Tbk
  40. ^ KINERJA 2018: Air Asia Indonesia (CMPP) Masih Catatkan Rugi
  41. ^ Tahun lalu, AirAsia Indonesia masih rugi Rp 907,02 miliar
  42. ^ AirAsia Indonesia Angkut 5,2 Juta Penumpang Sepanjang 2018
  43. ^ AirAsia Indonesia Targetkan Pertumbuhan Penumpang 15 Persen Tahun Ini
  44. ^ Meski Pendapatan Kuartal I Naik 58%, AirAsia Tetap Merugi Rp 93 Miliar
  45. ^ Dari Rugi Rp203 Miliar, Air Asia Kini Untung Rp11 Miliar
  46. ^ Hancurnya Kinerja Keuangan AirAsia Indonesia (CMPP) Akibat Pandemi
  47. ^ Bisnis penerbangan tertekan, AirAsia Indonesia (CMPP) rugi Rp 1,7 triliun
  48. ^ Menakar Usaha AirAsia Indonesia (CMPP) Bangkit di 2022
  49. ^ Semester I-2021, Pendapatan AirAsia Indonesia Anjlok 196 Persen
  50. ^ Isu PHK Massal, Bos AirAsia Indonesia (CMPP): Kondisi Stabil
  51. ^ Saham Publik Kurang dari 7,5%, BEI Hentikan Perdagangan Saham AirAsia
  52. ^ Terancam delisting, ini yang dilakukan AirAsia Indonesia (CMPP)
  53. ^ Akhirnya AirAsia Indonesia (CMPP) Penuhi Free Float 7,5%
  54. ^ Tambah Saham Lewat Rights Issue, AirAsia Minta Suspend Ditangguhkan
  55. ^ Sempat Dihentikan, BEI Buka Kembali Perdagangan Saham AirAsia Indonesia (CMPP)
  56. ^ Adu Cepat Garuda Indonesia (GIAA) dan AirAsia (CMPP) Tanggalkan Notasi Khusus
  57. ^ Melihat Lagi Ekspansi AirAsia (CMPP) saat Sahamnya Bergerak Bak Roller Coaster