Burung kontes adalah burung yang dipersiapkan untuk berkicau pada kontes. Umumnya, burung kontes berasal dari burung pengicau.

Anis kembang memiliki suara yang cukup baik untuk memaster burung kicauan

Persiapan sunting

Kicauan sunting

Ada dua teknik cara membuat suara kicauan burung menjadi baik. Yang pertama, memelihara burung masteran. Yaitu, suara burung master "direkam" oleh burung maskot. Apabila berhasil, suara burung maskot akan baik dan berkarakter sama dengan burung master.[1] Yang kedua, cara ini hampir sama dengan cara pertama. Tapi, kita tak perlu memelihara burung master. Karena burung master sudah direkam oleh media elektronik. Adapun, cara ini lebih mudah ketimbang cara pertama.[2]

Makanan sunting

Burung kontes juga memerlukan makanan yang penuh karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan asam amino. Karbohidrat didapat dari pepaya, pisang, kacang tanah, dan kacang hijau. Protein didapat dari ikan, susu, atau cacing. Terlalu banyak memakan lemak menjadikan burung malas berkicau, serta vitamin dan asam amino didapat untuk memelihara sel.[3]

Sangkar sunting

Sangkar burung dapat dibuat dari bambu, ataupun kayu. Bagi burung-burung paruh bengkok, hendaknya diberi sangkar dari logam. Ia mudah dibersihkan. Namun, kalau berkarat karena dikenai air ataupun udara, dapat menyebabkan karatan. Sangkar yang berkarat dapat menyebabkan keracunan bagi paruh bengkok karena mengandung racun.[4]

Status dan konservasi sunting

Diketahui, sekitar 95% burung yang diperdagangkan adalah tangkapan dari alam. Namun, sayangnya ini tak melihat usia burung. Apalagi, memikirkan kelangsungan keturunan burung tersebut yang diburu.[5] Padahal, burung mempunyai peran yang cukup besar dalam menyebar benih berupa biji dan beberapa malah membantu penyerbukan dan mengendalikan hama yang merugikan petani. Banyaknya jumlah burung tersebut dapat menjaga dan memelihara keseimbangan ekosistem.[6]

Rusli Turut, hobiis burung dan penulis memberi contoh: burung pemburu serangga, yang juga dimanfaatkan sebagai burung kontes dan menguntungkan petani juga mulai kekurangan populasi karena pelaku ekonomi dan pasar burung yang menjamur di sudut-sudut kota atau desa.[6]

Beruntung, beberapa burung telah ditangkarkan sehingga populasi burung yang telah berkurang tidak mencapai ke arah kepunahan.

Referensi sunting

  1. ^ Hermawan 2012, hlm. 2.
  2. ^ Hermawan 2012, hlm. 2-3.
  3. ^ Hermawan 2012, hlm. 22-23.
  4. ^ Hermawan 2012, hlm. 6-7.
  5. ^ Turut 2010, hlm. 10.
  6. ^ a b Turut 2010, hlm. 11.
Bibliografi
  • Hermawan, Rudi (2012). Rahasia Sukses Mencetak 50 Jenis Burung Kicau (dalam bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Baru Press. ISBN 978-602-99884-8-4 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  • Turut, Rusli (2010). Memelihara 42 Burung Ocehan Populer (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 979-002-442-8. 

Pranala luar sunting