Bangunan hikmat (kereta api)

Bangunan hikmat (disingkat BH) adalah prasarana transportasi kereta api yang berupa struktur penunjang rel yang dirancang menggunakan prinsip-prinsip teknik sipil. Bangunan hikmat termasuk bangunan jembatan, terowongan, viaduk, sifon, serta saluran air di bawah jalur kereta api. Istilah lain dari bangunan hikmat dikenal sebagai kunstwerk.[1]

Jembatan KA di daerah Rangkasbitung yang diberi nomor BH 340.
Jembatan KA di daerah Rangkasbitung yang diberi nomor BH 340.

Sistem penomoran sunting

Setiap bangunan hikmat diberikan nomor urut berbentuk BH xxxx. Susunan nomor urut ini dimulai dengan 1 digit hingga 4 digit angka. Penomoran ini diurutkan menurut jaraknya dari pangkal lintas, BH nomor 1 akan berada paling dekat dengan km 0. Setelah itu BH 2, BH 3 dan seterusnya dimana letaknya akan semakin jauh dari pangkal lintas.[butuh rujukan]

Jembatan sunting

Jembatan rel yang melintas di atas sungai, jurang, atau objek lain termasuk bangunan hikmat. Namun, konstruksi lintas rel melayang seperti lintas CikiniJayakarta tidak termasuk jembatan kategori bangunan ini.[butuh rujukan] Jembatan tertinggi di Indonesia saat ini adalah Jembatan Cisomang yang tingginya mencapai 100 meter.[1] Contoh lain bangunan hikmat ini adalah Jembatan Cirahong di Jawa Barat dan Jembatan Sakalimolas di Jawa Tengah.

Terowongan sunting

Bangunan terowongan kereta api yang menembus gunung, bukit, atau objek lainnya termasuk bangunan hikmat. Konstruksi terowongan jalur rel di bawah tanah tidak termasuk terowongan kategori ini. Terowongan terpanjang di Indonesia saat ini adalah Terowongan Wilhelmina denan panjang mencapai 1.116 meter yang berada di lintas cabang nonaktif Banjar–Cijulang.[1] Contoh lain bangunan hikmat ini antara lain Terowongan Notog dan Terowongan Ijo di Jawa Tengah.

Daftar sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Nusantara, Telaga Bakti; Indonesia, Asosiasi Perkeretaapian (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1. Bandung: Angkasa. hlm. 103.