Bagan Datuk

kota di Malaysia

Bagan Datuk atau Bagan Datoh adalah sebuah kota kecil sekitar 28 mil (45.06 km) barat dari Teluk Intan, di negara bagian Perak, Malaysia . Kota ini terletak di barat daya Ipoh kota, ibu kota negara bagian. Topografi Bagan Datuk adalah dataran rendah landai dengan hutan bakau di sepanjang pantai dan sungai.

Selain terkenal dengan area produksi kelapa, Bagan Datuk dulu terkenal juga dengan pesantren yang telah melahirkan beberapa ulama. Antara pesantren yang terkenal, pesantren Batu 20, pesantren Tuan Haji Ghazali dan sekolah Manbail Ulum di kampung Sungai Nipah Darat yang dipelopori Kiai Raden Haji Abdul Fattah yang merupakan kakek dari Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi.

Perekonomian sunting

Kegiatan ekonomi utama di Bagan Datuk adalah perkebunan kelapa dimana terlihat di sepanjang jalan menuju Bagan Datuk dari Teluk Intan . Saat ini perkebunan kelapa digantikan dengan kelapa sawit yang lebih mempunyai nilai ekonomi.[1]

Ada juga desa-desa nelayan yang tersebar di sekitar Bagan Datuk, misalnya Sungai Tiang dan Sungai Burong, dan berhubungan pantai Desa Bagan Sungai Tiang dan Bagan Sungai Burong . Dalam perjalanan dari Teluk Intan akan ada beberapa kota kecil seperti Hutan Melintang, Selekoh dan Simpang Tiga .

Demografi sunting

Sekitar 80 persen penduduk Bagan Datuk terutama di kampung Sungai Nipah Darat adalah keturunan Jawa yang berasal dari Wates, Ponorogo, dan Tegal. Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi adalah keturunan jawa yang berasal dari Bagan Datuk.[2]

Budaya Jawa sunting

Di Bagan Datuk kebanyakan penduduknya berkomunikasi dalam Bahasa Jawa. Mereka hanya menggunakan Bahasa Melayu untuk berhubungan dengan orang luar, misalnya di kantor atau sekolah. Bahasa Jawa juga dipakai dalam forum-forum pengajian biasanya bahasa Jawa krama.

Selain bahasa yang masih dipahami banyak kalangan keturunan Jawa di Malaysia warisan budaya Jawa lainnya adalah makanan, adat perkawinan, juga kendurian. Untuk makanan penduduk masih suka makan kacang tolo, rempeyek, sop kikil, sambal taun, juga gudeg. Tempe, lauk tradisional Jawa itu, seolah menjadi menu wajib.

Adat perkawinan juga masih dipertahankan. Hanya saja, hal-hal yang berbau kurafat atau warisan Hindu sudah tidak ada. Sementara untuk kenduri, suasananya masih khas Jawa misalnya, ada bagi-bagi berkat (bingkisan makanan) di akhir kenduri. Selain itu, di masjid, musala, juga dalam acara perkawinan masih dipakai bedug. Ini benar-benar khas jawa karena musala atau masjid Melayu tidak mengenalnya.[3]

Catatan Kaki sunting

Pranala luar sunting