Arca Buddha Dipangkara

Benda cagar budaya nasional

Arca Buddha Dipangkara atau Buddha Sempaga[1] adalah arca Buddha tertua di Indonesia yang berasal dari abad ke-2 Masehi. Arca ini juga dinobatkan sebagai arca Buddha berdiri berbahan perunggu terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018, arca ini ditetapkan sebagai salah satu benda cagar budaya tingkat nasional di Indonesia.[2]

Arca Buddha Dipangkara Koleksi Museum Nasional No. Inv. 6057
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Arca Buddha Dipangkara yang kini disimpan di Museum Nasional.
Cagar budaya Indonesia
PeringkatNasional
KategoriBenda
No. RegnasCB.1523
Lokasi
keberadaan
Jakarta Pusat, DKI Jakarta
No. SKSK Menteri No.170/M/2018
Tanggal SK9 Juli 2018
Pemilik Indonesia
PengelolaMuseum Nasional
Koordinat6°10′35″S 106°49′10″E / 6.1763968°S 106.8194014°E / -6.1763968; 106.8194014
Arca Buddha Dipangkara di Jakarta
Arca Buddha Dipangkara
Arca Buddha Dipangkara

Arca Buddha Dipangkara ini bukanlah artefak yang berasal dari kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, melainkan dibawa oleh pelaut India ke Sulawesi. Hal itu dibuktikan salah satunya dengan tidak ditemukannya kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Sulawesi. Rancangan arcanya pun disebut memiliki kemiripan dengan gaya Amarāwatī asal India Selatan yang berkembang dari abad ke-2 hingga 5 Masehi. Ditemukannya patung ini di Sulawesi membuktikan bahwa jalur perairan di Nusantara kala itu telah terhubung bahkan hingga ke mancanegara.[2][3]

Menurut Bernert Kempers, arca Buddha Dipangkara ditemukan pada tahun 1921 di Desa Sempaga, sebelah utara Kota Mamuju, pesisir Provinsi Sulawesi Barat. Arca ini kemudian dibawa ke Jakarta dan disimpan di Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yang kini bernama Museum Nasional.[4] Di antara 141 ribu koleksi patung di Museum Nasional, arca Buddha Dipangkara inilah yang paling kuno.[3]

Uraian sunting

Arca ini memiliki tinggi keseluruhan 58 cm. Sejak kali pertama ditemukan, telinga kiri dan hidung arca dalam keadaan rusak. Arca perunggu ini pernah dikirim ke Paris, Perancis untuk dipamerkan dalam Exposition Coloniale International atau Pameran Kolonial Internasional pada 1931. Akan tetapi, pada 28 Juni 1931 terjadi kebakaran yang menghilangkan kedua kaki arca hingga sebatas paha dan kedua lengan kanan dan kiri patah hingga pergelangan tangan.[2]

Pembuatan sunting

Arca ini dibuat dengan cara à cire perdue, yaitu dengan menuangkan logam menggunakan model lilin yang dilapisi tanah liat.[2]

Kegunaan sunting

Arca Buddha Dipangkara dipercaya dapat melindungi pelaut. Oleh karena itu, arca ini biasanya ditempatkan di bagian ujung haluan kapal.[2]

Pranala luar sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Berita antropologi. Facultas Sastra, Djurusan Antropologi, Universitas Indonesia. 1977. 
  2. ^ a b c d e PCBM, Dit (2017-11-20). "Arca Buddha Tertua Itu Kini Berstatus Cagar Budaya Peringkat Nasional". Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-05. Diakses tanggal 2019-08-05. 
  3. ^ a b Asdhiana, I Made (ed.). "Museum Nasional Pamerkan Patung Buddha Tertua". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-08-05. 
  4. ^ "Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya". cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-05. Diakses tanggal 2019-08-05.