Al-Kindi
Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq Al-Kindi (bahasa Arab: أبو يوسُف يَعْقُوب بن إِسْحَاق الْكِنِدي; bahasa Latin: Alkindus; lahir: 805 - wafat: 873), dikenal sebagai filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles yang berjudul Teologi menurut Aristoteles, yang di kemudian hari menimbulkan sedikit kebingungan.[butuh rujukan]
Silsilah
suntingAl-Kindi bernama lengkap Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq bin Ash-Shabbah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy'ats bin Qais Al-Kindi.[1]
Biografi
suntingIa adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf Muslim pertama. Secara etnis, Al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan Al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.[2]
Al-Kindi telah menulis banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.[3]
Di antaranya ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.[4]
Yang terutama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmetika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun.[butuh rujukan]
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.[2]
Menurut Al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.[5]
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, Al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, Al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.[5]
Al-Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam), al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan religius-ortodoks itu.[6]
Kutipan terkenal
suntingDalam buku Intelektual Islam yang ditulis oleh Seyyed Hossein Nasr, Al-Kindi mengeluarkan pernyataanya yang sangat masyhur:
"Kita tidak akan malu mengakui kebenaran dan mengambilnya dari sumber manapun ia datang bagi kita, bahkan jika kebenaran itu dibawa kepada kita oleh generasi yang lebih muda atau orang asing. Bagi mereka yang mencari kebenaran, tidak ada yang lebih bernilai daripada kebenaran itu sendiri; kebenaran tidak pernah merendahkan mereka yang mencapainya, baginya adalah penghargaan dan penghormatan."[7]
Karya-karya
suntingDalam bidang astronomi, al-Kindi menulis sebanyak 16 buku, diantaranya adalah:
- Kitab al-Manazhir al-Falakiyyah
- Kitab Mahiyatul Falak
- Kitab Risalah Fi Shifatil Istharlab Bil Handasah
- Kitab Tanaha Jarmul 'Alam
Dan di bidang yang lain seperti Ilmu Alam dan Fisika, antara lain:
- Kitab Ilmu Ar-Ra'di wa al-Barqi wa ats-Tsalji wa ash-Shawa'iq wa al-Mathar, kitab yang menafsiri fenomena alam.
- Kitab Fi al-Bashariyyat
- Risalah Fi Zarqati as-Sama
- Kitab Fi al-Ajraam al-Ghaishah [8]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Ibnu Abi Usaibiah. Uyun al-Anba' fi Thabaqat al-Athiba'. hlm. 228.
- ^ a b Marniati, Marniati (2014-07-04). "Tiga Warisan al-Kindi". Republika. Diakses tanggal 2022-06-05.
- ^ Akhmad, Chairul (2014-04-03). "Al-Kindi, Jembatan Filsafat Islam dan Yunani (2)". Republika. Diakses tanggal 2022-06-05.
- ^ Matematika Islam Relasi Harmonis. Pekalongan: NEM. Januari 2021. hlm. 78. ISBN 978-623-6906-36-1.
- ^ a b Dwiyono, Anton (2012). Tokoh Matematikawan Dunia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 47. ISBN 979-690-937-5.
- ^ Hakim, Syaikhul (September 2013). "Pemikiran dan Penemuan Ilmuwan Muslim". Al Hikmah. 3 (2): 255.
- ^ Nasr, Seyyed Hossein (2009). Intelektual Islam Teologi, Filsafat dan Gnosis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. viii. ISBN 979-8581-49-0.
- ^ Gaudah, Muhammad Gharib. (2007). 147 ilmuwan terkemuka dalam sejarah Islam. Mas Rida, H. Muhyiddin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-410-4. OCLC 953648911.
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Kitab Kriptografi Al-Kindi