Buddhisme di Asia Timur

Buddhisme di Asia Timur berkembang setelah para pedagang dari Asia Tengah memperkenalkan Buddhisme di Tiongkok. Setelah menganut Buddhisme, para biksu Tiongkok pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan Buddhisme ke dinasti-dinasti Korea. Buddhisme berkembang di Tiongkok dan Korea pada abad ke-6 dan ke-7 Masehi. Buddhisme juga turut berkembang di Kepulauan Jepang.[1]

Buddhisme di Tiongkok sunting

Buddhisme kemungkinan besar muncul di Tiongkok sekitar abad ke-1 Masehi dari Asia Tengah (meski menurut tradisi agama ini dibawa oleh seorang biksu pada masa pemerintahan raja Asoka), sampai abad ke-8 ketika negara ini menjadi pusat Buddhisme yang penting.

Buddhisme tumbuh dengan subur selama awal dinasti Tang (618–907). Dinasti ini memiliki ciri keterbukaan kuat terhadap pengaruh asing, dan pertukaran unsur kebudayaan dengan India karena banyaknya perjalanan para biksu ke India dari abad ke-4 sampai ke-11.

Namun pengaruh asing kembali dianggap negatif pada masa akhir dinasti Tang. Pada tahun 845, Kaisar Tang Wu-Tsung melarang semua agama "asing" (seperti Kekristenan denominasi Nestorian, Zoroastrianisme dan Buddhisme) untuk lebih mendukung Taoisme yang merupakan ajaran "pribumi".

Di seluruh wilayahnya, mereka menyita harta milik para Buddhis, biara dan kuil dirusak, dan rahib Buddha ditindas, maka dengan ini berakhirlah kejayaan kebudayaan dan keluasan intelektual dari Buddhisme.

Namun aliran Tanah Murni dan Chan terus berkembang selama beberapa abad, dan perkembangan ini akhirnya akan menimbulkan aliran Buddhisme Jepang bernama Zen.

Di Tiongkok, Chan tumbuh dengan subur teristimewa di bawah dinasti Song (1127–1279), ketika biara-biarannya menjadi pusat kebudayaan dan tempat belajar yang agung.

Buddhisme di Korea sunting

Buddhisme diperkenalkan di Semenanjung Korea sekitar tahun 372, ketika para biksu dari Tiongkok yang berkunjung ke dinasti Goguryeo membawa kitab-kitab dan gambar. Lalu Buddhisme berkembang dengan pesat di Korea, dan terutama aliran Seon (Zen) mulai dari abad ke-7 Masehi. Namun, saat dinasti Joseon yang menganut Konfusianisme berdiri pada tahun 1392, Buddhisme mengalami diskriminasi.

Buddhisme di Jepang sunting

Buddhisme diperkenalkan di Jepang pada abad ke-6 ketika para biksu melakukan perjalan ke penjuru Jepang sembari membawa banyak kitab suci dan karya seni. Buddhisme lalu dipeluk menjadi agama resmi negara pada abad selanjutnya.

Karena secara geografis terletak pada ujung Jalur Sutra, Jepang bisa menyimpan banyak aspek Buddhisme ketika agama ini mulai hilang dari India dan ditindak di Asia Tengah serta Tiongkok.

Dari kurang lebih tahun 710, banyak sekali kuil dan vihara dibangun di ibu kota Nara, seperti pagoda lima tingkat dan Ruang Emas Horyuji, atau kuil Kofukuji. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak terhitung dan sering kali dengan sponsor pemerintah. Pembuatan Buddhis Jepang terutama sangat padat antara abad ke-8 dan ke-13 semasa pemerintahan di Nara, Heian, dan Kamakura.

Dari abad ke-12 dan ke-13, perkembangan lebih lanjut ialah seni Zen, mengikuti perkenalan aliran ini oleh Dogen dan Eisai setelah mereka pulang dari Tiongkok. Seni Zen sebagian besar memiliki ciri khas lukisan asli (seperti Sumi-E dan Enso, dan puisi khususnya haiku). Seni ini berusaha keras untuk mengungkapkan intisari sejati dunia melalui gaya impresionisme dan gambaran tak terhias yang tak "dualistik". Pencarian untuk penerangan "sesaat" juga menyebabkan perkembangan penting lain sastra derivatif seperti Chanoyu (upacara minum teh) atau Ikebana; seni merangkai bunga. Perkembangan ini sampai sejauh pendapat bahwa setiap kegiatan manusia merupakan sebuah kegiatan seni sarat dengan muatan spiritual dan estetika, pertama-tama apabila aktivitas itu berhubungan dengan teknik pertempuran (seni beladiri).

Buddhisme sampai sekarang masih aktif di Jepang. Sekitar 80.000 kuil-kuil Buddhis masih dipelihara secara teratur.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Khairiah (2018). Agama Budha (PDF). Pekanbaru: Kalimedia. hlm. 24. ISBN 978-602-6827-86-9.