Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Sahabat Nabi Muhammad dan Pemimpin Militer

Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin al-Jarraḥ (bahasa Arab: أبو عبيدة عامر بن عبد الله بن الجراح) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad dan termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Harits bin Fihr.[1] Ia lahir di Mekkah pada tahun 584. Abu Ubaidah terkenal dengan gelar yang disematkan Nabi Muhammad sebagai kepercayaan umat (أمين الأمة, aminul ummah).[2]

Infobox orangAbu Ubaidah bin al-Jarrah

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(ar) أبو عبيدة بن الجراح Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran583 Edit nilai pada Wikidata
Makkah Edit nilai pada Wikidata
Kematian639 Edit nilai pada Wikidata (55/56 tahun)
Emmaus-Nikopolis Edit nilai pada Wikidata
Penyebab kematianPes Edit nilai pada Wikidata
Tempat pemakamanDeir Alla cemetery (en) Terjemahkan Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaIslam Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanpolitikus, pemimpin militer Edit nilai pada Wikidata
KonflikPertempuran Badar, Pertempuran Yarmuk, Pengepungan Yerusalem dan Pertempuran Uhud Edit nilai pada Wikidata

Biografi

sunting

Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk paling awal untuk memeluk agama Islam. Dia masuk Islam melalui Abu Bakar.[3] Dia memiliki perawakan tinggi, kurus, tipis jenggotnya, berwibawa wajahnya dan dua gigi seri depannya ompong karena mengambil mata rantai pengikat topi besi pelindung yang menancap dipipi Muhammad saat Perang Uhud.

Ia ikut berhijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah dan dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Muadz. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Saat Perang Badar ia terpaksa membunuh anaknya karena membela diri saat diserang anaknya sendiri. Dalam pertempuran Dzatus Salasil yang diikuti Abu Bakar dan Umar,[3] dimana Abu Ubaidah sebagai komandan dan dikirim Nabi Muhammad untuk membantu pasukan Amr bin Ash.[1]

Ketika Pertempuran Uhud, ia mencabut potongan besi helm yang menancap di pipi Muhammad, karena terkena pukulan musuh, dimana posisi kaum muslimin sudah sangat terdesak, Muhammad dan sahabat dihujani anak panah dari Quraisy Mekah. Beruntung dia memakai pelindung kepala, namun dua buah mata rantai pengikat topi besi putus dan menancap ke pipi Muhammad. Maka Abu Ubaidah bin Jarrah pun mengambil potongan besi itu dengan mulutnya hingga membuat dua giginya lepas.[3]

Nabi Muhammad berkata tentang Abu Ubaidah,"Sesungguhnya setiap umat memiliki amin (orang kepercayaan), dan amin umat ini adalah Abu Ubaidah."[4] Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Ia merupakan salah satu calon Khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.[1]

Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah, Dia ditunjuk untuk menjadi panglima perang memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi pada 13 H di Syam (Suriah).[5] Abu Bakar kemudian menugaskannya sebagai pimpinan kota Homs sementara di sisi utara Damaskus.

 
Pergerakan Penaklukkan Wilayah Syam (Suriah) oleh Pasukan Abu Ubaidah.

Semasa Khalifah Umar bin Khathab, Abu Ubaidah ditunjuk sebagai Panglima Utama membebaskan wilayah Suriah (Syam),[3] Damaskus, Palestina dan sekitarnya setelah Pertempuran Ajnadain, serta memimpin perang besar selama 5 hari yang dikenal Perang Yarmuk bersama Khalid bin Walid.

Setelah pembebasan Damaskus, Umar datang berkunjung ke Syam (Suriah) ditemani Abu Ubaidah yang ditetapkan sebagai Gubernur Damaskus. Rumah tempat tinggal Abu Ubaidah di Damaskus sangat sederhana sehingga Umar menangis saat melihatnya. Suatu hari Khalifah Umar mengirim 400 dinar (sekitar 1,2 Miliar rupiah) kepada Abu Ubaidah dan segera dibagi-bagikan kepada rakyatnya yang membutuhkan.[1]

Dalam Pertempuran Yarmuk, telapak tangan Abu Ubaidah tembus terluka terkena tusukan pedang pasukan Romawi.[1] Menjelang pertempuran Yarmuk juga datang surat dari Umar yang menurunkan pangkat Khalid dari Panglima untuk diserahkan pada Abu Ubaidah, namun ia sengaja merahasiakannya. Khalid berkata, “Semoga Allah member! rahmat kepadamu, Abu Ubaidah. Tapi, kenapa kau tidak langsung menyampaikan surat perintah ini kepadaku?” Abu Ubaidah menjawab, Aku tidak mau mengganggu konsentrasi pasukan. Kita tidak sedang berbicara tentang urusan dunia, dan bukan pula karena dunia kita berperang. Kita semua adalah saudara dalam agama Allah.”[6]

Pada hari ke 3 Pertempuran Yarmuk, Ikrimah bin Abu Jahal maju bertekad mati melawan Bizantium, ia berkata kepada Abu Ubaidah,

“Aku sudah bertekad mati (syahid), apakah anda mempunyai pesan penting pada Rasulullah, bila aku menemuinya nanti?”

“Ya, katakanlah pada dia, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah menemukan bahwa apa yang dijanjikan Allah kepada kami memang benar!’.” Jawab Abu Ubaidah.

“Baiklah.” Ikrimah kemudian berteriak lantang kepada muslimin di sekitarnya. “Sungguh aku telah lama memerangi Rasulullah di masa lalu sebelum aku mendapatkan hidayah Islam, apakah pantas aku lari dari musuh- musuh Allah hari ini? Siapakah yang bersedia dan berjanji untuk mati?!” Ia pun terbunuh di tengah medan perang.[7]

 
Formasi dan Medan Pertempuran Yarmuk

Selesai Pertempuran Yarmuk, Abu Ubaidah mendapatkan instruksi Umar untuk membebaskan Palestina, maka pasukannya mengepung selama 4 bulan sehingga terjadi penyerahan damai dengan syarat Khalifah Umar datang sendiri untuk menerima kunci kota oleh Sophronius.[7] Selanjutnya Abu Ubaidah fokus pada wilayah utara Syam (Suriah) bersama komandannya Khalid bin Walid.

Abu Ubaidah kemudian mengirimkan Malik al-Asytar untuk bergerak ke arah utara Aleppo sampai ke daerah timur pegunungan Taurus. Mereka melakukan kesepakatan politik dengan masyarakat setempat sekaligus mengetahui apakah ada pasukan Bizantium yang berada di sana. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengamanan yang dikhawatirkan adanya serangan tak terduga dari pihak Bizantium saat pasukan muslimin hendak menaklukan Antiokia.[7]

Abu Ubaidah memerintahkan untuk menaklukkan Antiokia, sebuah kota di tepi pantai yang berada di sebelah barat Aleppo. Antiokia merupakan kota terbesar Bizantium di Suriah setelah Damaskus. Kedatangan pasukan muslimin ini disambut oleh pasukan kuat Bizantium di sungai Orontes, 12 mil sebelah timur Antiokia, sehingga terjadi pertempuran di dekat sebuah jembatan besi (iron bridge) sehingga dinamakan Pertempuran Iron Bridge yang terjadi pada bulan Oktober 637 M dengan kemenangan di pihak muslim.[5]

Wafatnya

sunting

Umar berkata ketika menjelang datang ajalnya,"Seandainya Abu Ubaidah bin Jarrah masih hidup, ia pasti menjadi bagian di antara orang-orang yang akan saya angkat sebagai penggantiku. Sehingga jika Rabb-Ku menanyakan hal itu, aku akan menjawab, "Saya telah mengangkat orang kepercayaan Allah dan kepercayaan Rosul-Nya."[3]

Abu Ubaidah meninggal di Damaskus disebabkan oleh wabah penyakit. Dan diimakamkan di Deir Alla, Yordania pada 18 H diusia 58 tahun tanpa meninggalkan keturunan.[8] Puluhan anaknya ikut meninggal karena wabah, termasuk para komandan tempurnya seperti Khalid bin Walid, Yazid, Syurahbil dan Dhirar.[7]

Keutamaan

sunting
 
Makam Abu Ubaidah bin Al-Jarrah di Deir Alla, Yordania

Abu Ubaidah bin al-Jarrah memiliki beberapa keutamaan dalam Islam, di antaranya adalah :

  1. Diutus Muhammad ke Najran, Yaman untuk berdakwah, mengajar Al-Qur'an, As Sunnah dan Islam. Ketika penduduk Najran datang kepada Muhammad untuk meminta pengajar, Muhammad bersabda, "Sungguh aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya". Dan orang dimaksud Muhammad tersebut tidak lain adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.[3]
  2. Diberi gelar Amirul Umara, pemimpinnya pemimpin. Meski demikian dia tetap Rendah hati dan berkata, "Wahai umat manusia, saya ini adalah seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa saja di antara kailan baik ia berkulit merah atau hitam, yang lebih bertaqwa daripada diri saya, hati saya ingin sekali berada dalam bimbingannya".[3]
  3. Sangat tawadhu meskipun memiliki jabatan yang tinggi. Suatu ketika Umar berkunjung ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, sedang saat itu Abu Ubaidah telah menjadi pemimpin Syam. ternyata dirumahnya tidak ditemukan satupun perabot rumah tangga, kecuali hanya pedang, tameng dan pelana binatang tunggangannya. Umar bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak mengambil bagian untuk dirimu sendiri, sebagaimana yang dilakukan orang lain,?" Abu Ubaidah menjawab, "Wahai amirul mukminin, keadaan ini telah menyebabkan hatiku lega dan merasa tenang".[3][6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 2. ISBN 9786022362708. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ Khairuddin Az-Zirikli. Al-A'lam Az-Zirikli – Abu Ubaidah bin al-Jarrah (dalam bahasa Arab). Vol. 3. hlm. 252. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2024-12-03. Diakses tanggal 2025-06-30.
  3. ^ a b c d e f g h Muhammad Khalid, Khalid (Rabiul Akhir, 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura'. hlm. 247–254. ISBN 9786029896886. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2023-09-26. Diakses tanggal 2025-06-30.
  4. ^ Shahih Bukhari, Kitab Fadhail As-Shahabah, Bab fi Manaqib Abu Ubaidah
  5. ^ a b Tabari, Imam (1993). Tarikh of al-Tabari. New York: State University of New York Press. hlm. 81. ISBN 0-7914-0851-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  6. ^ a b Muhammad Raji Hassan, Kinas (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. ISBN 978-979-024-295-1
  7. ^ a b c d Grania, Abu Fatah (2008). Panglima Surga. Jakarta: Cicero Publishing. ISBN 9789791751285
  8. ^ Tuhfatun Nazhar Fi Gaharaibil Amshar Wa'Ajaibil Asfar, Ibnu Batuthah, Darus-Syirqil 'Arabiy Hal. 45, tahun 2016.