Abdullah Ali (8 Agustus 1927 – 15 Desember 2005) adalah mantan Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA). Ali merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara pasangan H. Muhammad Ali dan Hj. Binaya. Pendidikan formalnya hanya sampai SMA saja. Sebelum menjadi Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), karier sebagai bankir dia mulai sebagai kader Bank Tabungan Negara pada 1947. Setahun berikutnya, Ali bergabung dengan Escompto Bank, bank swasta yang berasal dari Bank. Setelah itu, Ali bekerja untuk Javasche Bank yang sejak 1953 namanya berubah menjadi Bank Indonesia (BI). Jabatan Ali di BI antara lain sebagai Kepala Bagian Pemeriksaan Bank-bank, Wakil Kepala Urusan Pengawasan dan Pembinaan Bank-bank, Kepala Urusan Perencanaan dan Pengawasan Kredit (setara Direktur Muda), dan Kepala Urusan Pengawasan dan Pembinaan Bank-bank. Ada pun hal lainnya yang diurusi di BI adalah terkait masalah urusan pelacakan penggunaan kredit perbankan di seluruh Indonesia dan penyusunan undang-undang cek kosong. Tim yang pernah dia ikuti juga adalah sebagai anggota tim penyelesaian dana pinjaman luar negeri yang penggunaannya masih banyak diselewengkan atau tidak.

Setelah tiga puluh satu tahun mengabdi di Bank Indonesia, Ali menerima tawaran Bank Central Asia (BCA) sebagai pemeriksa. Hal yang membuat Ali tertarik bergabung dengan BCA adalah dia melihat adanya semangat kerja keras dalam lingkungan bank ini. Meski BCA berasal dari perusahaan keluarga, hal ini tidak membuat dia kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal yang dia lakukan adalah mempelajari bagaimana kepribadian, cita-cita, kebanggan, dan sistem kekeluargaan yang terdapat di BCA. Dari hal tersebut dia membuat rencana tepat guna membangun BCA yang dapat meluaskan operasionalnya baik ke seluruh nusantara maupun luar negeri. BCA pun dapat ikut berperan nyata dalam pembangunan.

Semangat Ali dalam membangun perbankan bukan hanya di BCA melainkan lingkup yang lebih luas lagi. Cita-citanya adalah agar seluruh perbankan yang ada di Indonesia dapat berdiri kokoh, termasuk di dunia internasional. Maka, Ali pun menyarankan agar pinjaman dana luar negeri hanya sebagai pelengkap saja. Ali berusaha menumbuhkan bank mindedness dalam masyarakat.[1]

Referensi sunting

  1. ^ Top Eksekutif Indonesia. Jakarta: PT Ciptawidya Swara. 1992. hlm. 1–13. ISBN 979-820801-3.