Ular kepala dua

spesies ular
(Dialihkan dari Ular kepala-dua)

Ular kepala dua atau ular pipa ekor merah (Cylindrophis ruffus) adalah sejenis ular primitif penggali liang yang menghuni tanah subur dan lembap di kawasan tropis Asia Tenggara. Ular ini disebut "ular kepala-dua" karena bentuk ekornya yang tumpul dan lebar, nyaris mirip dengan bentuk kepala aslinya. Perbedaannya, pada bagian bawah ekornya berwarna merah cerah, sedangkan bagian bawah kepalanya berwarna keputihan.[4]

Ular kepala dua
Cylindrophis ruffus

Status konservasi
Risiko rendah
IUCN192080
Taksonomi
KerajaanAnimalia
FilumChordata
KelasReptilia
OrdoSquamata
FamiliCylindrophiidae
GenusCylindrophis
SpesiesCylindrophis ruffus
Laurenti, 1768
Tata nama
Sinonim takson
  • Anguis ruffa Laurenti 1768[1]
  • Anguis rufusGmelin 1789 (nomen emend.)
  • Anguis striatusGmelin 1789
  • Anguis rufaShaw 1802 (nomen emend.)
  • Cylindrophis resplendens Wagler 1828[2]
  • Tortrix rufade Filippi 1840
  • Cylindrophis rufa Gray 1842
Sinonim selengkapnya: The Reptile Database[3]

Etimologi sunting

Ular ini juga disebut dengan nama-nama lokal, di antaranya: oray totog atau oray teropong (Sunda), majara (Toraja), ular gelenggang, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut Red-tailed Pipe Snake, Common Pipe Snake atau Two-headed Snake, sementara nama ilmiahnya adalah Cylindrophis ruffus (Laurenti, 1768). Nama marganya sendiri, Cylindrophis berasal dari dua kata, yaitu kylinder = "batang penggiling" atau "pipa tabung", dan ophis = "ular", sementara nama spesifiknya, ruffus, yang artinya "kemerah-merahan", merujuk pada pola belang-belang berwarna merah cerah atau oranye yang terdapapat di kedua sisi badannya, dari leher hingga ekor.[4][5]

Pengenalan sunting

Panjang tubuh ular kepala-dua dewasa dapat mencapai 1 meter, namun spesimen yang sering ditemukan panjangnya tidak lebih dari 70 cm. Penampang tubuhnya berbentuk silindris, dengan ekor yang pendek dan berbentuk tumpul, sangat mirip dengan bentuk kepalanya dan nyaris tidak bisa dibedakan. Kepala dan leher tidak dapat dibedakan. Matanya berukuran kecil.[6]

Tubuh bagian atas berwarna dasar hitam dengan belang-belang berwarna merah cerah atau jingga/oranye di kedua sisi badannya, dari leher hingga ekor. Kepala berwarna hitam. Warna-warna cerah ini sering memudar atau menghilang setiap bertambahnya umur dan ukuran tubuhnya, sehingga ular yang sudah berkembang memiliki warna dominan kehitaman. Sisi bawah tubuh (ventral) berwarna hitam dengan belang-belang putih yang berselang-seling agak beraruran, terkadang pola belang hitam-putih itu menyerupai kotak-kotak hitam-putih pada papan catur. Bagian bawah ekor berwarna merah cerah, membuatnya sering disangka sebagai ular cabai (Maticora intestinalis) yang berbisa.

Klasifikasi teknis sunting

Ular kepala-dua tergolong ke dalam kelompok jenis-jenis Cylindrophis dengan sisik-sisik dorsal di tengah badan berjumlah 19 deret, sedangkan kelompok-kelompok yang lainnya memiliki 17, 21 atau 23 deret sisik dorsal di tengah badan. Dalam kelompok yang memiliki 19 deret sisik dorsal itu, ular ini dibedakan dari kerabat-kerabat dekatnya dengan ciri-ciri berikut:[4]

  • 186–197 buah sisik-sisik ventral
  • belang-belang berwarna merah cerah atau oranye yang terlihat jelas, di kedua sisi badannya. Belang-belang itu terdapat dari leher hingga ekor
  • belang atau pita lebar namun terputus di bagian tengkuk (leher belakang).

Habitat dan kehidupan sunting

Ular kepala-dua terdapat di dataran rendah, meskipun Tweedie (1983) menyebutkan ular ini pernah ditemukan pada ketinggian 1.700 meter dpl. Habitat utamanya adalah hutan hujan yang lembap, pinggiran kebun, dan sekitaran sumber air.[7][8]

Ular ini beraktivitas di tanah gembur dan berlumpur, dan sering menyusup ke dalam tanah dengan menggali menggunakan moncongnya. Ular ini juga sering ditemukan di bawah kayu-kayu lapuk, di balik tumpukan serasah yang membusuk, atau di bawah batu berlumut. Ular ini aktif pada malam hari (nokturnal). Makanan utamanya adalah larva serangga, kadal, bayi tikus, cacing tanah, dan belut kecil. Ular ini tidak berbisa dan tidak berbahaya. Bila merasa terusik, ular ini segera menggulungkan badannya dan menyembunyikan kepalanya di tengah, lalu mengangkat dan menggerak-gerakkan ekornya yang mirip kepala. Ular ini berkembang biak dengan melahirkan (ovovivipar), jumlah anak yang dilahirkan mencapai 13 ekor.[5][8]

Catatan taksonomis dan penyebaran sunting

Jenis Cylindrophis ruffus semula dianggap menyebar luas mulai dari Tiongkok dan Hainan di utara, Hong Kong, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Kepulauan Sula, Kepulauan Sangihe, Buton, Boano dan Bacan di Maluku. Akan tetapi kajian baru-baru ini mendapati bahwa populasi-populasi tersebut terdiri dari beberapa spesies yang berlainan.[4] Studi yang mendasarkan diri pada analisis morfologi dan morfometri itu kemudian menyimpulkan beberapa hal berikut:[4]

  • C. ruffus (Laurenti 1768) sejauh ini, spesimen-spesimen yang akurat hanya didapat dari Pulau Jawa.
  • Anak jenis C. ruffus burmanus yang menyebar terbatas di Burma, digolongkan menjadi spesies tersendiri yaitu Cylindrophis burmanus Smith 1943.
  • Jenis yang menyebar di Vietnam dianggap berbeda dan digolongkan spesies baru, Cylindrophis jodiae Amarasinghe, Ineich, Campbell & Hallermann, 2015
  • Jenis yang menyebar di Singapura juga dianggap berbeda dan dipisahkan sebagai spesies baru, Cylindrophis mirzae Amarasinghe, Ineich, Campbell & Hallermann, 2015
  • Untuk status dari populasi-populasi yang menyebar di Thailand dan Indocina, serta yang menyebar di Kawasan Sunda (Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan) masih menunggu kajian lebih lanjut, belum ada keputusan apakah populas-populasi termasuk ke dalam spesies C. ruffus atau diubah statusnya menjadi spesies-spesies tersendiri.

Galeri foto sunting

Pustaka acuan sunting

  1. ^ Laurenti, JN. 1768. Specimen medicum, exhibens synopsin reptilium emendatam cum experimentis circa venena et antidota reptilium austracorum, quod authoritate et consensu. p.71. Viennae :Typ. Joan. Thomae nob. de Trattnern ...,1768.
  2. ^ Wagler, J. 1828. Descriptiones et icones amphibiorum. Vol. 1. (illust.) Monachii, Stuttgartiae et Tubingae: Sumtibus J.G. Cottae, [1828-]1833.
  3. ^ The Reptile Database: Cylindrophis ruffus (LAURENTI 1768)
  4. ^ a b c d e Amarasinghe, AAT., PD. Campbell, J. Hallermann, I. Sidik, J. Supriatna, & I. Ineich. 2015. "Two new species of the genus Cylindrophis Wagler, 1828 (Squamata: Cylindrophiidae) from Southeast Asia". Amphibian & Reptile Conservation 9(1): 34–51.
  5. ^ a b Lim, FLK. & Lee MLM. 1989. Fascinating Snakes of Southeast Asia. An introduction.: 32. Kuala Lumpur:Tropical Press.
  6. ^ Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo: 60-3. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo). ISBN 983-812-031-6
  7. ^ Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya: 28. Singapore: The Singapore National Printers.
  8. ^ a b David, P and G. Vogel. 1996. The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history.: 36-7. Frankfurt: Edition Chimaira. ISBN 3-930612-08-9