Trikomsel Oke

perusahaan asal Indonesia

Trikomsel Oke adalah perusahaan yang bergerak pada ritel produk dan layanan seluler yang berkantor pusat di Jakarta dan berdiri sejak 1996.

PT Trikomsel Oke Tbk
Terbuka
Kode emitenIDX: TRIO
Industriritel
Didirikan1996
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
Tokoh
kunci
Sugiono Wiyono Sugialam, Presiden Direktur
ProdukRitel produk dan layanan telekomunikasi
Anak
usaha
Global Teleshop
OkeShop
Situs webwww.trikomseloke.com

Awal berdirinya pada tanggal 7 Oktober 1996, perusahaan ini bernama PT Trikomsel Citrawahana, lalu berganti nama menjadi Trikomsel Multimedia pada tahun 2000. Tapi, berganti nama lagi terakhir pada tahun 2007 menjadi Trikomsel Oke.

Pada tahun 1997, perusahaan ini ditunjuk secara resmi oleh Sony Ericsson sebagai distributor resmi dan mulai membangun pameran Nokia dan Sony Ericsson.

Pada tahun 2007, perusahaan telah menjual layanan konten untuk ponsel yang berasal dari pihak ketiga. Konten yang diperjual belikan adalah nada dering, gim dan aplikasi. Pada tahun 2009, perusahaan ini berubah menjadi perusahaan publik dengan melakukan Penawaran Umum Saham Perdana (Initial Public Offering / IPO) di Bursa Efek Indonesia.

Pada Juli 2012, perusahaan mengakuisisi Global Teleshop, perusahaan yang juga bergerak di bidang ritel perangkat elektronik komunikasi dan informasi. Nilai akuisisi saham perusahaan terhadap Global Teleshop sebesar Rp 910,11 miliar.

Masalah sunting

Perusahaan harus melakukan restrukturisasi hutang, yang disebabkan menurunnya volume penjualan perusahaan sejak tahun 2015.

Pada tahun tersebut, perusahaan melaporkan penurunan penjualan, dimana pada kuartal 1, 2, 3 dan 4 dilaporkan masing masing sekitar Rp 1,8 triliun, Rp 2 triliun, Rp 1,7 triliun dan Rp 772 miliar, dimana posisi akhir tahun ditutup akumulasi sejumlah Rp 6,4 triliun yang turun dari posisi 2014 sejumlah Rp 10,7 triliun.

Selain itu, akibat adanya penghapusan uang muka, piutang dan persediaan masing masing senilai Rp 3,7 triliun, Rp 2,6 triliun dan 1,2 triliun serta membengkaknya rugi penurunan nilai piutang dan persediaan masing masing dari Rp 18 miliar menjadi Rp 528 miliar dan Rp 28 miliar menjadi Rp 122 miliar, perusahaan mencatatkan rugi usaha Rp 8,6 triliun dari laba usaha Rp 737 miliar pada tahun 2014, yang menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi ekuitas sejumlah Rp 6,3 triliun dari posisi positif Rp 2,3 triliun pada tahun 2014 akibat berbaliknya saldo laba dari Rp 1,5 triliun menjadi saldo rugi sejumlah Rp 7 triliun.

Sejak tahun 2015, perusahaan sudah melaksanakan restrukturisasi hutang kepada pemegang obligasi fixed note di Singapura dan sejumlah lembaga keuangan.

Pada awal tahun 2016, perusahaan mendapat tuntutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari Gapura Artha Semesta, sebuah perusahaan logistik.

Tuntutan tersebut terkait dengan belum selesainya pembayaran hutang perseroan kepada Gapura, dimana perusahaan menyebut hutang bersih perusahaan sejumlah Rp 619 juta, sementara yang ditagihkan Gapura adalah Rp 1,3 miliar sehingga perusahaan harus melakukan pengecekan terkait hal tersebut.

Setelah proses PKPU berjalan, pada 28 September 2016 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengetok palu atas rencana restrukturisasi perusahaan kepada sejumlah lembaga keuangan dan kreditur lainnya yang telah disetujui oleh mayoritas kreditur sejumlah Rp 3,35 triliun dari 6 kreditur separatis (kreditur yang memiliki hak menarik jaminan perusahaan) dan Rp 1,15 triliun dari 21 kreditur konkruen (kreditur yang tidak memiliki jaminan perusahaan).

Dalam rencana restrukturisasi, perusahaan melakukan penawaran dimana sebagian hutang perusahaan dikonversi menjadi saham perusahaan, seperti hutang separatis Tranche B kreditur internasional, hutang derivatif bank, hutang pemegang surat hutang, hutang dagang besar diatas Rp 3 miliar dan Obligasi Wajib Konversi (OWK).

Untuk hutang lainnya, perusahaan akan membayarkan dalam jangka waktu bervariasi, dari 2 sampai 8 tahun.

Pada tanggal 30 September 2017, perusahaan telah melaksanakan konversi utang ke saham sesuai dengan rencana restrukturisasi, dimana terkait konversi ini, perusahaan melakukan pemecahan seri saham menjadi 2, yaitu seri A dan seri B.

Kemudian, pada 23 Januari 2019, perusahaan sedang mengajukan kembali proposal perubahan mekanisme pembayaran hutang kepada kreditur separatis Tranche A dan Tranche B yang masih dalam peninjauan.

Manajemen sunting

  • Komisaris Utama : Dedet Yandrinal
  • Komisaris Independen : David Tae Hoon Khim
  • Direktur Utama : Sugiono Wiyono Sugialam
  • Direktur : Jason Aleksander Kardachi
  • Direktur : Mathew Paul Richards

Pranala luar sunting

Referensi sunting