The Year of Living Dangerously (novel)

The Year of Living Dangerously adalah sebuah novel karya penulis Australia, Christopher Koch, yang diadaptasi menjadi film berjudul sama pada tahun 1982 dan disutradarai oleh Peter Weir dan ditulis oleh Christopher Koch, Peter Weir, dan David Williamson.

The Year of Living Dangerously
Edisi pertama
PengarangChristopher Koch
Perancang sampulDavid Lancashire
NegaraAustralia
BahasaInggris
GenreNovel petualangan
PenerbitNelson, Michael Joseph
Tanggal terbit
1978
Jenis mediaCetak (Sampul keras dan Sampul lunak)
Halaman296
ISBNISBN 9780732296483

Cerita novel ini adalah sebuah plot psikologis rumit yang berlatarkan Indonesia pada masa digulingkannya Presiden Sukarno. Novel ini bercerita tentang sekelompok wartawan asing di Jakarta, sebelum dan selama upaya kudeta yang menurut cerita dijalankan oleh Partai Komunis Indonesia pada 30 September 1965. Peristiwa-peristiwa ini menjadi penting dalam membentuk sejarah Indonesia modern.

Judul The Year of Living Dangerously adalah sebuah kutipan yang mengacu pada frasa bahasa Italia terkenal yang digunakan oleh Soekarno; Vivere pericoloso, yang berarti "hidup berbahaya ". Sukarno meminjam frasa ini sebagai judul pidato Hari Nasional-nya pada 17 Agustus 1964.

Buku ini dilarang di Indonesia sepanjang rezim Orde Baru; larangan tersebut baru dicabut setelah Orde Reformasi mengambil alih pemerintahan pada tahun 1998.

Sinopsis sunting

Guy Hamilton, seorang koresponden asing pendatang baru untuk jaringan berita Australia, tiba di Jakarta dalam sebuah tugas resmi. Dia bertemu dengan anggota komunitas koresponden asing lainnya, antara lain seorang wartawan asing, personel diplomatik, dan seorang penyandang dwarfisme berdarah Tonghoa-Australia berkecerdasan tinggi dan keseriusan moral, Billy Kwan.

Guy awalnya tidak berhasil karena pendahulunya, bosan dengan kehidupan di Indonesia, telah pergi tanpa memperkenalkan Hamilton dengan para kontak-nya, dan Guy hanya menerima simpati yang terbatas dari komunitas wartawan yang bersaing untuk mendapat potongan-potongan informasi dari pemerintahan Soekarno, golongan komunis (PKI) dan militer (TNI). Namun, Billy Kwan kemudian menyukai Guy sebagai teman dan berhasil mendapatkan berbagai wawancara dengan tokoh penting untuk Guy, dengan Soekarno dan bahkan DN Aidit, sehingga reputasi Guy pun naik tajam.

Billy memperkenalkan Guy kepada Jill Bryant, seorang asisten muda yang cantik di kedutaan Inggris. Billy dan Jill adalah teman dekat, dan Billy secara halus memanipulasi pertemuan-pertemuan Guy dan Jill. Setelah awalnya menolak Guy karena Jill dijadwalkan untuk kembali ke Inggris, Jill akhirnya jatuh cinta dengan Guy, dan begitu pun sebaliknya.

Jill mendapat kabar bahwa pemerintahan komunis China berencana untuk mempersenjatai anggota PKI dan memberikan informasi ini sebagai rahasia kepada Guy. Tapi Guy, yang sekarang terlalu fokus pada kariernya dan tidak peduli pada keadaan teman-temannya dan sekutunya, ingin menjadi orang pertama yang membeberkan berita besar tersebut dan perang sipil yang ia yakin akan terjadi ketika pengiriman senjata tersebut mencapai Jakarta. Hal ini menyebabkan hubungan Guy dan Jill menjadi renggang.

Guy mengunjungi Jawa Tengah dan menyertai barisan simpatisan PKI yang berhaluan anti-Barat berbaris menuju ibu kota, sampai ketika tiba-tiba mobilnya dikelilingi oleh gerombolan orang yang berniat tidak baik dan mengancam keselamatannya sebagai seorang kulit putih. Setelah kembali ke Jakarta, Guy menyertai salah satu dari rekan jurnalisnya, Pete Curtis, dalam kunjungan ke sebuah daerah kumuh Jakarta untuk mencari pelacur, merenggangkan hubungannya dengan Billy yang sangat idealis, walaupun kemudian menyadari kebodohannya.

Di Bar Wayang di hotel mewah di mana Guy tinggal (Hotel Indonesia), Billy mencaci-maki salah satu rekan koresponden asing Guy yang menjalin hubungan homoseksual dengan seorang anak Indonesia di bawah umur. Akibatnya Billy dikucilkan dan kehilangan kontak dengan Guy dan seluruh masyarakat koresponden asing, meninggalkan Guy untuk bergantung pada asistennya, Kumar, yang diam-diam merupakan anggota aktif PKI. Guy dan Kumar pun menjadi teman baik.

Dipicu oleh kematian seorang anak miskin yang ibunya telah dibantu Billy dengan makanan dan uang, Billy menjadi marah oleh kegagalan Soekarno untuk memenuhi kebutuhan mayoritas rakyat Indonesia saat itu. Dia memprotes kurangnya bantuan Presiden Soekarno kepada warga-warga miskin yang membutuhkan dan menggantung spanduk anti-Soekarno dari jendela sebuah kamar Hotel Indonesia, yang Soekarno akan kunjungi, tapi Billy jatuh dari jendela dan ditemukan tewas. Guy dan Jill hadir pula di Hotel Indonesia pada waktu itu, dan Guy menemukan adanya bukti bahwa Billy telah ditembak sebelum dia jatuh oleh agen-agen dinas keamanan Indonesia.

Setelah kematian Billy, Guy dan Cookie, salah satu teman Guy dari Bar Wayang (dan merupakan narator novel ini), cepat-cepat pergi ke bungalo Billy untuk menghapus berkas-berkas rahasia yang disusun Billy tentang berbagai subjek, termasuk para koresponden asing di Jakarta, Jill dan bahkan Presiden Soekarno demi keamanan dan keselamatan mereka dari ancaman agen-agen Indonesia.

Guy, yang masih dalam misinya untuk mencari "kisah besar", kemudian mengunjungi Istana Presiden setelah laporan terjadinya percobaan kudeta pada malam 30 September 965. Dihadang sebuah barikade militer, Guy dengan kejam dipukul oleh seorang perwira Angkatan Darat, menderita cedera yang mengancam membutakan satu matanya.

Guy tergolek sendirian di sebuah apartemen yang disewa oleh Kedutaan Besar Inggris. Kumar mengunjunginya untuk menjelaskan situasi pembersihan yang sedang diadakan militer Indonesia terhadap PKI, meyakinkan Guy untuk pergi mencari keselamatan. Guy bersimpati dengan Kumar dan perjuangannya, namun gagal membujuk Kumar untuk meninggalkan PKI dan mencari keselamatan. Mengabaikan risiko kerusakan permanen pada matanya, Guy mengabaikan saran dokter dan bersikeras untuk diantar ke bandara. Dia bertemu dengan Jill di bandara, meninggalkan Jakarta bersama dengan Jill yang kini sedang hamil mengandung anak mereka, dan terbang ke Eropa.

Referensi sunting

Pranala luar sunting