Teologi kemakmuran

Teologi kemakmuran atau doktrin kemakmuran (Inggris: prosperity theology atau prosperity gospel), yang kadang-kadang disebut pula teologi sukses, adalah teologi Kristen yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihinya.[1] Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat oleh seseorang.[1] Sementara itu, penebusan dosa (yang dalam Kristen dilakukan melalui Yesus Kristus) yang dilakukan Allah bertujuan untuk memberikan berkat kesuksesan dan kesehatan.[1]

Sampul buku Health, Wealth and Happiness karya David Jones,Russell Woodbridge

Teologi kemakmuran merupakan salah satu teologi dalam Gerakan Kharismatik, selain ciri lain yang menekankan gerakan roh (setiap orang bisa dipenuhi Roh Kudus dengan tanda-tanda tertentu dalam hidupnya).[2] Teologi kemakmuran adalah ajaran tentang kesempurnaan hidup bagi setiap orang beriman dalam hal ekonomi dan kesehatan.[2] Dalam hal ekonomi, teologinya disebut sebagai "teologi sukses," yang bercirikan pada kesuksesan.[2] Teologi ini meyakini bahwa seorang Kristen yang diberkati adalah mereka yang sukses dalam hidupnya. Dalam kesehatan, seseorang yang diberkati Allah selalu sehat dan sempurna hidupnya, tidak ada cacat, mempunyai kemampuan kesembuhan ilahi. Teologi ini secara sederhana dapat disebut sebagai ajaran yang menekankan bahwa Allah adalah Allah yang Mahabesar, kaya, penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami kehidupan yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan.[2]

Selain itu, sering sekali pengajarannya menonjolkan persembahan atau perpuluhan sebagai wujud investasi kepada Tuhan, seperti yang terdapat dalam Kitab Maleakhi 3:10.[2] Ayat ini sering kali dirujuk dalam teologi kemakmuran guna mengumpulkan persembahan di gereja. Umat yang meyakini pengajaran ini biasanya memberikan persembahannya dengan harapan akan mendapat berkat dari Tuhan lebih lagi. Hal lain, dikatakan oleh Ron L. Jones, adalah Tuhan dipahami lebih mirip mesin ATM; manusia dapat memperoleh uang sebanyak-banyaknya dari Tuhan yang mencintai anak-anak-Nya dan memberikan hadiah kepada mereka. Persembahan perpuluhan dari hasil setiap umat dianggap dapat membuka 'pintu surga' untuk menurunkan berkat yang berlimpah.[1]

Aliran Gereja-Gereja dengan Teologi Kemakmuran sunting

Teologi Kemakmuran diusung oleh Gerakan Karismatik yang merupakan aliran neo-pentakostal (ajaran baru yang meneruskan tradisi pentakostal).[3] Hal ini berlangsung pada tahun 1960an.[3] Jika dilihat dari awal mula kemunculannya, dapat dimaklumi bahwa para pendirinya pun dari kalangan orang-orang kaya.[3] Mereka memiliki misi untuk memyebarkan ajarannya kepada orang-orang yang bukan pentakostal.[3]

Teologi Kemakmuran adalah bagian yang cukup umum dari televangelis dan beberapa gereja Pentakostal di Amerika Serikat yang mengklaim bahwa Allah menginginkan agar orang Kristen sukses dalam segala hal, khususnya dalam segi keuangan mereka.[3] Gerakan 'Baptisan Roh' di sejumlah Gereja Episkopal St, Mark di kota kecil Van Nuys di California disebut-sebut sebagai pemicu munculnya gerakan ini.[3] Para penganjur dogma ini mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk pekerjaan misi atau mendanai pemberitaan Injil di seluruh dunia.[2] Ajaran mereka didasarkan pada beberapa ayat di Alkitab dan salah satunya adalah Ulangan 8:18 yang mengatakan: "Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini."[4] Seorang penulis buku (David Jones) menganggap hal ini adalah kemasan Alkitab yang baru, yang menyesatkan.[4]

Tokoh-Tokoh Teologi Kemakmuran sunting

Beberapa penginjil di Amerika Serikat yang menganut teologi kemakmuran antara lain adalah Kenneth Copeland, Benny Hinn, Nasir Saddiki, Robert Tilton, T.D. Jakes, Paul Crouch, Joel Osteen, dan Peter Popoff.[1] Pat Robertson menyebut teorinya ini sebagai "Hukum Timbal-Balik" dalam acaranya TV-nya, The 700 Club.[2]

Akan tetapi, apa pun pandangan yang dilontarkan oleh kedua belah pihak mengenai kemakmuran, setiap orang Kristen harus kembali melandaskan semuanya itu pada Alkitab, yang dipercaya oleh semua orang Kristen sebagai Firman Tuhan yang hidup.[3] Allah akan memberkati dan memberikan harta kekayaan yang sejati untuk setiap orang percaya yang takut akan Allah dan taat berjalan dalam Firman-Nya (Mazmur 112:1-10).[4]

Di beberapa negara, tokoh-tokoh Gerakan ini sangat mempengaruhi perkembangannya, sosok pemimpin gerakan ini biasanya berkarisma sehingga cepat mendapatkan banyak pengikut.[2] Di Indonesia sendiri bisa dilihat dari penterjemah dari buku-buku di bagian pengaruh

Pengajaran yang khas dari para pendeta ini adalah klaim bahwa mereka telah bertemu dengan Yesus dan Roh Kudus, dan menyatakan diri bahwa mereka diutus untuk memberitakan Injil kemakmuran kepada jemaat.[5] Dengan Injil Kemakmuran yang mereka beritakan, jemaat merasa sebagai orang yang dipilih untuk mendapat pengajaran khusus dari Tuhan. Kennet Hagin salah satunya yang mengklaim diri sebagai orang yang mendapatkan mandat dari Tuhan untuk menyampaikan pesan kepada Jemaat.[5]

Kritik terhadap Teologi Kemakmuran sunting

Para pengkritik teologi kemakmuran mengklaim bahwa doktrin itu digunakan oleh para pemberitanya untuk memetik keuntungan. Mereka juga mengatakan bawah bahwa fokus doktrin itu pada kekayaan materi adalah keliru Mereka berpendapat bahwa kekayaan materi justru bisa membuat orang percaya jatuh ke dalam rasa cinta akan uang.[1][2] Ada juga yang menyatakan teologi ini adalah sebagai ajaran sesat.[1]

Andar Ismail pernah mengatakan bahwa pengajaran yang dilakukan para tokoh gereja (Pendeta dan pekabar Injil) seharusnya tidak mengedepankan hal-hal materi untuk memperkaya gereja maupun pemberitanya.[6] Ajaran ini merupakan pencarian keuntungan dari penderitaan Yesus di kayu salib, para penganjur teologi kemakmuran mencari 'menjual' kematian Kristus dengan maksud mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya di gereja.[4][6] Para pengajar atau pendeta teologi kemakmuran dianggap sebagai korupsi atas penebusan yang dilakukan Yesus di kayu salib. Pandangan yang terlalu sembrono mengkaitkan tujuan penebusan Allah melalui Yesus dengan dunia materi atau kekayaan.[4]

Paul Enns juga menolak keras ajaran teologi ini. Ajaran ini dianggap sebagai ajaran di luar Alkitab, mengotori Alkitab, bukan bagian dari warisa kekristenan, dan bukan Kristen.[5]

Pengaruh sunting

Pada abad ke-19, khususnya pada pasca-Perang Dunia II, gerakan kharismatik ini mengalami kejayaan. Amerika mengalami perkembangan dalam industri dan berkelimpahan materi. Namun kekosongan spiritual juga tidak bisa diabaikan, sehingga gerakan kharismatik mudah sekali disukai orang. Salah satu sebabnya adalah karena teologi ini juga mengajarkan teologi sukses.[2]

Di Korea Selatan gerakan kharismatik dengan teologi kemakmuran ini sangat besar. Diawali dengan berakhirnya Perang Korea (1950), gerakan in masuk melalui Seminar Pertumbuhan Gereja yang didakan di gereja Yoido Full Gospel Church. Bahkan penyebarannya sudah memasuki acara-acara dalam beberapa media, TV, dan promosi lainnya.[2]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f (Inggris)Jesus, Money, and Me: Discovering the Link Between Your Money and Your FaithUSA: Lincoln, iUniverse.Inc, 2004
  2. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia) Herlianto., Teologi Sukses, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Herlianto" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b c d e f (Indonesia) Jan S. Aritonang., Berbagai aliran di dalam dan di sekitar gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
  4. ^ a b c d (Inggris) David Jones,Russell Woodbridge., Health, Wealth & Happiness: Has the Prosperity Gospel Overshadowed the Gospel of Christ, Grand Rapids: Kregel Publication.Inc, 2011
  5. ^ a b c (Inggris) The Moody Handbook of Theology Chicago: Moody Publisher, 1995
  6. ^ a b (Indonesia) Andar Ismail.,Selamat Melayani, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004

Pranala luar sunting