Teknologi baca adalah semua teknologi yang dapat menciptakan sebuah simbol dan berlangsung dalam menterjemahkan dan memahami proses kognitif manusia. Jika diuraikan lagi, teknologi sendiri adalah seperangkat alat yang membantu pekerjaan manusia dan melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan proses informasi.[1] Baca atau membaca merupakan kemampuan untuk dapat memahami simbol tertulis ataupun simbol cetak.[2]

Sejarah sunting

Teknologi baca pada manusia terdapat beberapa proses yang berbeda disesuaikan dengan Zaman-nya. Maka teknologi baca dibagi menjadi 3 bagian Zaman, yaitu Pra Sejarah, Sejarah dan Modern:

Zaman Pra Sejarah sunting

Era Prehistoric atau era sebelum sejarah dimaknai dengan era di mana manusia purba berkomunikasi dengan menggunakan bahasa dan tulisan isyarat dan atau simbol. Pada era prasejarah ditemukan simbol tertua yang dibuat oleh manusia purba, yaitu simbol dan lukisan pada Gua Chauvet yang diperkirakan usia-nya 25.000 SM – 17.000 SM.[3] Lukisan yang dibuat yaitu menggambarkan hewan – hewan seperti badak, singa, kucing liar dan mammoth.[3] Decoding dari kode – kode (simbol dan gambar atau lukisan) dapat diartikan membaca bagi manusia purba.[2] Sebagai contoh ketika era Pra Sejarah, manusia membaca dengan melihat simbol atau lukisan pada berbagai media seperti Gua Chauvet tersebut. Membuat simbol dan lukisan tersebut sebagai cara manusia purba kala itu menyimpan informasi dan berkomunikasi dengan manusia purba lain-nya dan atau dengan manusia setelah-nya.

Zaman Sejarah sunting

Membaca di Zaman Sejarah, dimulai dengan manusia purba menciptakan ada-nya pencatatan tentang kebiasaan dan pelajaran dari masa lalu sampai masa depan. Catatan masa lalu mulai disimpan untuk kepentingan generasi mendatang.[4] Catatan ditandai dengan sudah hadirnya tulisan untuk dapat dipahami oleh manusia ketika itu. Tulisan pada kertas pun mulai hadir dengan ditemukan-nya kertas oleh Cai Lun (Ts'ai Lun) pada masa Dinasti Han abad ke-1 Masehi.[5]

Zaman Modern sunting

Membaca pada era modern sudah lebih luas cakupan-nya. Membaca sebuah pengetahuan tidak lagi hanya dari buku cetak tapi dengan hadirnya teknologi mempermudah membaca dengan dibantu proses dikomputerisasi yaitu digital. Hadirnya modul berbasis digital, seperti e-book, e-magazine, e-journal merupakan sedikit bentuk contoh dari perkembangan membaca.

Teori sunting

Model Komunikasi SMCR sunting

Teknologi Baca dalam model ilmu komunikasi yang tepat adalah dengan memakai model komunikasi David K. Berlo atau biasa dikenal dengan Model SMCR. Model SMCR menitik beratkan pada proses encoding dan decoding yang dianggap penting dalam terbentuk-nya sebuah model komunikasi SMCR yang diusung oleh David K. Berlo ini.[6] Seperti yang sudah di sampaikan sebelumnya bahwa membaca adalah menitik beratkan pada proses penerimaan pesan berupa simbol dan di terjemahkan simbol yang diterima tersebut atau biasa dikenal dengan istilah decoding sehingga pesan dapat dipahami dan diterima dengan utuh. Model Komunikasi SMCR (Source - Message – Channel - Receiver) merupakan buah pembaharuan dari pemikiran pakar komunikasi sebelumnya, yaitu Wilbur Schramm, dan Shannon & Weaver. Diungkapkan oleh Ehniger, Gronbeck dan Monroe, Model Komunikasi SMCR oleh David K. Berlo ini merupakan model komunikasi yang paling sederhana dan berpengaruh dalam keseharian masyarakat adalah model komunikasi dari David K. Berlo.[6] Sesuai dengan nama dari model komunikasi-nya yaitu SMCR, model ini terdapat beberapa unsur penting dalam terlaksana-nya sebuah komunikasi, yaitu Source (Sumber), Message (Pesan), Channel (Saluran Komunikasi), Receiver (Penerima Pesan). Agar pesan dapat tersampaikan dengan baik, dibutuhkan pengkode-an untuk dapat mentransmisikan sebuah pikiran atau ide yang di ubah menjadi sebuah kata untuk dapat setelahnya disampaikan kata / pesan tersebut kepada komunikan. Oleh karena itu peran Encoding dan Decoding penting adanya. Model komunikasi SMCR oleh Berlo ini pun menekankan komunikasi sebagai sebuah proses.[6] Dalam model komunikasi Berlo, diungkapkan bahwa komunikasi berjalan dari sumber informasi yang mempunyai informasi dan men-encoding-kan atau mengubah informasi tersebut yang semisal semula berasal dari dalam pikiran lalu diubah menjadi sebuah tulisan yang berisikan informasi atau pesan. Setelah pesan dikirim dan ditangkap oleh channel atau saluran yaitu mata yang mempunyai kemampuan untuk melihat (seeing), pesan diterima oleh receiver atau penerima pesan. Sebelum pesan diterima, terlebih dahulu ada proses decoding, yaitu ketika pesan mencapai penerima, ia mencoba untuk memahami atau memecah kode yang dikirimkan kepadanya. Proses decoding tersebut terjadi didalam otak manusia, bagaimana ia mencoba untuk menterjemahkan kode – kode yang ia terima.

Seperti diungkapkan sebelumnya perihal beberapa unsur penting dalam model komunikasi SMCR, dibawah ini merupakan penjelasannya diantaranya:[6]

Source / Sumber sunting

Sumber mempunyai beberapa background penunjang seperti:

a. Keterampilan komunikasi (communication skills)

Sebuah sumber harus memiliki communication skills atau kamampuan komunikasi yang baik, seperti bagaimana sumber tersebut dapat menyusun tujuan yang tepat ketika proses komunikasi dilakukan, dapat mentransmisikan sebuah pesan dalam simbol atau gambar tertentu yang dapat menunjang komunikasi dapat terlaksana dengan baik.

b. Attitude / Sikap

Sebuah sumber harus memiliki attitude atau sikap yang baik, terlebih ketika akan memproses sumber tersebut menjadi sebuat pesan. Attitude dibutuhkan agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas sehingga dapat diterima dengan baik oleh receiver.

c. Knowledge / Pengetahuan

Sumber memiliki background pengetahuan yang luas mengenai topic/ pesan yang dibahas, beberapa pihak yang memungkinan terlibat dan menunjang kekuatan topic atau pesan yang disampaikan, pengetahuan menganai receiver/komunikan.

d. Social System / sistem sosial

Sebuah sumber memiliki kemampuan bersosial yang baik terhadap pesan itu sendiri, memiliki norma dan etika yang baik agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas kepada receiver.

e. Culture / Kebudayaan

Sumber memiliki pengetahuan akan latar belakang budaya dari receiver, bertujuan agar adanya keselarasan dan penyampaian komunikasi yang dapat diterima dengan baik ketika sudah menyesuaikan dengan kebudayaan receiver tersebut.

Message / Pesan sunting

Menurut Berlo pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi memiliki beberapa unsur dibawah ini:

a. Konten: pesan yang disampaikan harus memiliki isi dari pemaknaan tertentu. Idealnya pesan tidak bersifat ambigu dan juga sudah disiapkan sebelum proses komunikasi berlangsung (bentuk text ataupun dalam pikiran).

b. Element: berisi berbagai elemen yang menunjang pesan dapat tersampaikan, seperti bahasa, tulisan, simbol, gambar.

c. Treatment: Bagaimana pesan dikemas dengan semenarik mungkin untuk dapat memberi informasi sejelas-jelasnya kepada komunikan / receiver. Kemasan yang baik pun disesuaikan dengan situasi yang sedang berlangsung saat itu.

d. Struktur: Pesan disampaikan dengan struktur dan alur yang rapi. Sehingga dapat dimengerti dengan baik oleh komunikan / receiver. Pesan yang sama namum dengan penyampaian struktur yang berbeda akan menimbulkan penafsiran yang berbeda pula dari receiver / komunikan.

e. Kode: Dapat berupa sesuatu yang mewakilkan pesan seperti bahasa, tulisan, simbol, gambar yang dikirimkan sebagai kode pesan.

Channel / Saluran sunting

Komunikator / Pengirim pesan mengirimkan pesan yang disalurkan oleh media. Pesan yang dikirimkan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh pancaindra kita, seperti:

a. Hearing / Mendengar

b. Seeing / Melihat

c. Touching / Menyentuh

d. Smeeling / Mencium

e. Tasting / Merasakan

Receiver / Penerima sunting

Unsur – unsur didalam Receiver sama dengan unsur dalam Source / sumber informasi. Yang di mana penerima memiliki kemampuan komunikasi, attitude, pengetahuan, system social dan pemahaman kebudayaan dari lawan bicara yang baik. Hal tersebut diperlukan agar sang receiver dapat menerima pesan yang dikirimkan oleh sumber informasi/komunikator tersebut dengan maksimal.

Encoder sunting

Ketika sebuah sumber pesan dikelola menjadi sebuah kode sehingga data dikirimkan pesan lewat channel dan seterusnya diterima oleh receiver

Decoder sunting

Pesan diterima oleh receiver dan mencoba untuk memahami isi dari kode yang telah dikirimkan.

Dalam model SMCR yang dikemukakan oleh Berlo ini menitikberatkan pada kualitas isi pesan dan sumber informasi yang ada. Kejelasan dari isi pesan dan informasi yang dituliskan akan mempengaruhi pola tingkat pemahaman seseorang akan pesan yang ia terima.Fokus terpenting dalam model komunikasi ini terletak pada keberhasilan pesan yang diterima oleh receiver-nya. Dalam diagram model komunikasi Berlo diatas, digambarkan komunikasi linear atau komunikasi satu arah. Tidak memerlukan adaya feedback dari receiver. Model komunikasi SMCR tersebut menggambarkan komunikasi massa yang di mana dapat di ilustrasikan sebuah bacaan pada sebuah media cetak yang dapat dibaca oleh khalayak luas.

Aspek sunting

Aspek Komunikasi sunting

Dalam aspek komunikasi, membaca sebagai teknologi baca dilihat dari ada-nya kemampuan proses pemahaman akan simbol kode tertentu dari sebuah pesan yang diterima oleh receiver. Proses tersebut disebut decoding. Seperti yang diungkapkan dalam model komunikasi SMCR oleh David K. Berlo, decoding merupakan aspek terpenting dalam terbentuk-nya komunikasi dengan model SMCR.[6]

Aspek Masyarakat sunting

Dalam aspek masyarakat, proses pemahaman akan tulisan dan simbol – simbol pada proses membaca (decoding) berlangsung ketika manusia belajar. Hal tersebut dilihat dari elemen masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga. Ketika manusia masih kecil dan belum memiliki muatan pengetahuan tertentu, balita yang tingkat keingin tahuan-nya sangat tinggi dominan akan banyak melakukan hal – hal baru. Bahkan balita banyak ingin melakukan hal extreme, seperti memainkan gunting atau pisau, bukan karena ia menyukai hal – hal extreme, namun karena ia tidak tahu, sadar dan paham kalau hal yang ia lakukan itu berbahaya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sekali pemantauan dari orang tua akan segala tindak laku sang anak. Proses decoding yang matang dari sang anak akan mempengaruhi pula bagaimana pemahaman ia akan sesuatu. Kematangan ia dalam pemahaman suatu bacaan akan mempengaruhi ilmu pengetahuan yang manusia miliki sehingga dapat berbaur ditengah masyarakat dengan baik.

Penerapan sunting

Penerapan teknologi baca pada kehidupan sehari - hari, dibagi menjadi dua yaitu buku cetak dan buku digital:

Buku Cetak sunting

Buku cetak atau Buku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong.[7] Dalam buku tertulis ataupun bergambar sebuah pesan yang jika dibaca akan memiliki pemahaman sendiri terhadap pembaca-nya. Beberapa contoh buku yaitu novel, majalah, kamus, ensikopedia, komik.

Buku Digital sunting

Biasa disebut e-book. E-book merupakan sebuah buku digital atau buku elektronik. Buku dalam bentuk file ini dapat di unggah ke komputer pengguna-nya. E-book dapat dibaca pada perangkat keras atau hardware seperti contohnya komputer, laptop dan smartphone. Penggunanya dapat mencetak kapanpun e-book tersebut dengan mesin print atau printer. Jika file e-book sudah diunggah, penggunanya dapat pula membuka dan membaca-nya kapanpun tanpa harus terhubung ke internet.[8]

Kekurangan dan Kelebihan Buku sunting

Kekurangan sunting

1. Buku Cetak[9]

  • Kertas mudah lapuk. Dapat rusak jika terlalu lama disimpan dalam kurun waktu yang lama.
  • Produksi buku cetak secara massal akan mengakibatkan penggundulan hutan. Karena kerta yang dipakai berbahan dasar dari pohon.
  • Buku jika terlalu banyak akan membuat tidak efisiensi-nya tempat.

2. Buku Digital[9]

  • Jika dibaca terlalu lama akan membuat mata cepat lelah.
  • Tidak murah. Untuk mendapatkannya diperlukan perangkat keras penunjang lainnya seperti komputer atau laptop da juga flashdisk ataupun hardisk. Selain itu jika ingin mengunggah file buku digital, diperlukan sinyal internet yang menghubungkan ke beberapa situs yang menyediakan buku digital secara gratis maupun berbayar.

Kelebihan sunting

1. Buku Cetak[9]

  • Dapat dikoleksi.
  • Untuk membaca buku cetak tidak diperlukan alat elektronik untuk membaca-nya.
  • Untuk banyak orang yang senang mengoleksi buku, buku cetak dapat ditanda tangani oleh penulis asli-nya.
  • Buku cetak dapat disentuh dan dirasakan.

2. Buku Digital[10]

  • Penyebaran-nya luas.
  • Untuk melestarikan literatur dalam bentuk buku yang banyak jumlahnya.
  • Tidak dapat rusak, karena data disimpan dalam bentuk file.
  • Mengurangi biaya perawatan yang mahal.
  • Proses publikasi murah dan mudah untuk disebar luaskan karena bisa melalui media website, email atau kelas maya.
  • Memiliki sifat portable, karena bisa dibaca menggunakan perangkat elektronik portable (tablet komputer, smartphone).
  • Tidak memakan tempat, karena disimpan dalam bentuk file, tidak seperti model buku konvensional yang harus dicetak pada sebuah media kertas.
  • Situs ebook saat ini memiliki fasilitas untuk menerjemahkan buku dalam berbagai bahasa.
  • Membatasi penyalinan dan distribusi karya, menjual atau menggunakan teks dalam domain publik secara bebas dengan menggunakan proteksi keamanan lisensi “click-wrap“.

Referensi sunting

  1. ^ Haag, S dan Keen, P, (1996). Information Technology, Tomorrow’s Advantage Today. McGraw-Hill
  2. ^ a b Fischer, S. R. (2003). A History of Reading. London: Reaktion Book Ltd.
  3. ^ a b Adams, Laurie Schneider (2001). A History of Western Art. McGraw-Hill
  4. ^ Carr, E. (1961). What Is History? USA: Macmillan.
  5. ^ http://www.biographyonline.net/business/cai-lun.html
  6. ^ a b c d e Berlo, D. K. (1960). Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Harcourt College Publishers.
  7. ^ https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/buku
  8. ^ http://www.builderbill-diy-help.com/what-is-an-ebook.html
  9. ^ a b c https://kumalahayati16.wordpress.com/2015/04/07/kelebihan-dan-kekurangan-buku-cetak/
  10. ^ https://cahyokrisma.wordpress.com/2014/10/21/ebook/