Tanah bengkok (dibaca /bəŋkɔʔ/, bukan /bɛŋkɔʔ/) dalam sistem agraria di Pulau Jawa adalah lahan garapan milik desa. Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa tapi boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya.

Menurut penggunaannya, tanah bengkok dibagi menjadi tiga kelompok:

  • tanah lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka terima
  • tanah kas desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai pembangunan infrastruktur atau keperluan desa
  • tanah pengarem-arem, menjadi hak pamong desa yang pensiun untuk digarap sebagai jaminan hari tua. Apabila ia meninggal tanah ini dikembalikan pengelolaanya kepada pihak desa.

Tidak semua desa memiliki ketiga kelompok lahan tersebut. Bentuk lahan juga dapat berupa sawah ataupun tegalan, tergantung tingkat kesuburan dan kemakmuran desa.

Referensi sunting

  • Maurer, Jean-Luc. 1994. Pamong Desa or Raja Desa? Wealth, Status and Power of Village Officers. In: Antlöv, H. and Cederroth, S. (ed.) Leadership in Java: Gentle Hints, Authoritarian Rule. Routledge & Curzon. pp. 105-106.