Takbiran merujuk pada aktivitas mengucapkan kalimat takbir (الله أَكْبَر Allahu Akbar) secara bersama-sama oleh pemeluk agama Islam. Kalimat tersebut merupakan gabungan dialog antara Malaikat Jibril, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim berturut-turut yang secara utuh berbunyi, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laa ilaaha Illahu Wallahu Akbar. Allahu Akbar Walillahilhamd."[1] Di Indonesia, takbiran umumnya merujuk pada aktivitas pada malam hari untuk menyambut datangnya hari Idulfitri dan Iduladha pada keesokan harinya. Aktivitas ini biasanya dilakukan dengan melakukan pawai di jalanan, kadang-kadang sambil membawa beduk, obor, dan lampion. Para peserta takbiran berjalan beriringan membentuk barisan untuk berkeliling kampung, mulai dari suatu masjid sampai tiba di masjid yang sama. Namun, ada juga takbiran yang dilakukan tanpa berkeliling dan hanya di dalam satu masjid saja.[2][3][4]

Tradisi takbiran di Sulawesi Barat, Indonesia

Ada beberapa macam tradisi takbiran yang berbeda di tiap-tiap wilayah Indonesia. Contohnya di Gorontalo ada tradisi tumbilo tohe, yakni perayaan warga Gorontalo yang meletakkan banyak obor di satu tanah lapang, bahkan bisa sampai ribuan, untuk membuat suatu bentuk tertentu, misalnya bentuk Al-Quran, ketupat, kaligrafi, dan lain sebagainya. Ada juga tradisi meriam karbit di Pontianak, yang diwarnai dengan peledakan meriam untuk menghasilkan bunyi ledakan yang sangat keras. Ledakan meriam ini dipercaya dapat mengusir roh jahat yang berusaha mengganggu pada saat malam takbiran.[2][5]

Takbiran sering kali dimaknai sebagai ungkapan syukur dan mengagungkan kebesaran Allah SWT, sebagai bentuk perayaan atas kesuksesan umat Islam dalam menunaikan ibadah di bulan Ramadan, serta sebagai bentuk persaudaraan dan kebersamaan umat Islam.[6]

Hukum sunting

Terdapat pro dan kontra tentang takbiran. Pihak pro mengatakan boleh saja karena tidak ada aturan yang melarangnya. Di sisi lain, pihak kontra mengatakan tidak dianjurkan karena kebanyakan ulama mengatakan bahwa tidak ada takbiran saat malam 1 Syawal, mereka mengatakan bahwa takbiran hanya dilakukan saat menuju tempat salat Idulfitri. [2]

Menurut sejarah pada zaman Nabi Muhammad, takbiran dilakukan sejak magrib malam 1 Syawal hingga selesai salat Idulfitri. Muhammad juga melakukannya, beliau bertakbir di lapangan sampai selesai salat. Namun, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, takbiran diubah menjadi setelah shalat Idulfitri. Sejak saat itu, takbiran dilakukan pada pagi hari dan dilakukan secara berjamaah.[2][6]

Referensi sunting

  1. ^ Toipah (2021-05-12). "Sejarah Takbiran: Sebuah Dialog Antara Malaikat Jibril, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim". iqra.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  2. ^ a b c d "Hukum Takbiran dan Berbagai Tradisi Uniknya di Indonesia". Tokopedia. 2018-05-24. Diakses tanggal 21 April 2023. 
  3. ^ Sekartaji, Sista (2013-07-31). "Tradisi Takbiran Keliling di Indonesia – Kebudayaan Indonesia". Diakses tanggal 2023-04-21. 
  4. ^ Afrialldi, Riz (1 Mei 2022). "Takbir Keliling: Dahulu, Kini dan Nanti". cxomedia.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  5. ^ Wening, Tyas (2019-06-03). "Menjelang Idul Fitri, Simak Tradisi Unik Takbiran Berbagai Daerah di Indonesia, yuk! - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  6. ^ a b "Takbir Idul Fitri: Arti, Sejarah, dan Makna yang Tidak Banyak Orang Tahu". suara.com. 2023-04-20. Diakses tanggal 2023-04-21.