Tahrif (تحريف: "penyelewengan, pengubahan") merupakan istilah Arab yang digunakan oleh Muslim untuk perubahan yang tidak dapat diperbaiki lagi menurut tradisi [Islam] yang dilakukan oleh orang Yahudi dan Kristen terhadap manuskrip-manuskrip Alkitab, terutama Taurat, Zabur, dan Injil.

Para ulama tradisional,[1] berdasarkan tradisi Qur'an dan yang lain-lain, berpendapat bahwa orang Yahudi dan Kristen telah mengubah firman Allah. Oleh karena itu kitab suci Yahudi dan Kristen tidak bisa disebut firman Allah lagi.

Jenis tahrif sunting

Amin Ahsan Islahi menulis tentang empat jenis tahrif:[2]

  1. Secara sengaja menginterpretasikan/menafsirkan sesuatu dalam arti yang sangat bertolak belakang dengan maksud penulis. Untuk mengganti ejaan suatu kata sedemikian rupa sehingga makna kata tersebut berubah sama sekali. Misalnya kata ‘مروه’ diganti menjadi ‘موره’ atau ‘موريا’.
  2. Menambahkan atau menghilangkan suatu kata atau kalimat sehingga mengubah makna sesungguhnya. Misalnya, menurut Islam, orang Yahudi mengubah kisah perjalanan Abraham sehingga tidak seorang pun yang dapat membuktikan bahwa Abraham memiliki hubungan dengan Ka'bah.
  3. Menerjemahkan sebuah kata yang memiliki makna ganda dengan makna yang sama sekali berlawanan dengan konteksnya. Misalnya kata Ibrani untuk "anak" juga dapat berarti "budak".
  4. Mempertanyakan sesuatu yang sudah sangat jelas dengan maksud untuk menimbulkan pertanyaan mengenai hal tersebut, atau menggantinya sama sekali.

Bukti tahrif sunting

Di dalam Al-Qur'an, Allah tidak makan, minum, tidur, dlll. Di Perjanjian Lama Kristen, malaikat Allah (Hosea 12:4), digambarkan bergulat dengan Yaqub dan kalah (Kejadian 32:24–25), dan banyak lagi kisah di dalam Perjanjian Lama yang akan dianggap menghujat di dalam Al-Qur'an. Namun kisah tersebut menggunakan bahasa alegoris.

Kritik tahrif sunting

Penolakan umat Kristen terhadap klaim tahrif berdasarkan beberapa argumen:

  1. Minimnya bukti manuskrip terhadap adanya pengubahan teks Alkitab. Ketelitian orang Yahudi dalam menyalin Taurat sudah sangat terkenal sehingga hal tersebut berlawanan dengan klaim Muslim. Versi Naskah Laut Mati yang tertua, sekitar 280 SM persis sama dengan teks yang ada saat ini dengan hanya beberapa variasi kecil.[3]
  2. Tidak ada jawaban memuaskan mengenai alasan orang Yahudi dan Kristen mengubah teks kitab suci mereka.
  3. Orang Yahudi dan Kristen saling bermusuhan pada awal mulanya. Di antara mereka tidak akan ada suatu persepakatan.[4]
  4. Berbagai aliran yang timbul akan berbeda pendapat dengan kelompok arus utama dalam hal perubahan-perubahan, sehingga tidak mungkin tercapai suatu perubahan yang disetujui oleh semua pihak.
  5. Orang-orang Yahudi dan Kristen yang menjadi Muslim tidak pernah menyebutkan kemungkinan adanya perubahan yang disengaja.[5]

Referensi sunting

  1. ^ Ibn Hazm, al-Qurtubi, al-Maqrizi, Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim dan yang terakhir Rahmatullah Kairanawi dan masih banyak lagi. Lihat Izhar ul-Haqq, Ch. 1 Sect. berjudul (القول في التوراة والإنجيل).
  2. ^ Amin Ahsan Islahi, Tadabbur-i-Qur'an, 2nd ed., vol. 1, (Lahore: Faran Foundation, 1986), p. 252
  3. ^ Garry K. Brantley, M.A., M.Div. (1995). "The Dead Sea Scrolls and Biblical Integrity". Reason & Revelation. Apologetics Press. 15[4]: 25–30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-08. Diakses tanggal 2008-12-03. 
  4. ^ "St Ambrose and the Jews p1" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-06-22. Diakses tanggal 2008-12-03. 
  5. ^ Josh McDowell. The Islam Debate (PDF) (dalam bahasa Inggris). Here's Life Pub. hlm. 199 pages. ISBN 978-0866051040. Diarsipkan dari versi asli (Paperback) tanggal 2015-05-05. Diakses tanggal 2008-11-21.  Pages 52 - 53

Pranaa luar sunting