Tahir Jalaluddin

pakar astronomi dan falak

Syekh Tahir Jalaluddin Al-Falaki Al-Azhari (8 Desember 1869 – 26 Oktober 1956) adalah seorang ulama Nusantara yang memiliki kepakaran di bidang astronomi dan ilmu falak.[1] Ia dikenal atas kepeloporannya memperkenalkan pemakaian hisab dalam penentuan awal bulan pada penanggalan Hijriyah di Nusantara. Ia terlibat dalam gerakan reformasi Islam di Semenanjung Malaya dan Indonesia lewat penerbitan pers dan sekolah agama modern.[2]

Infobox orangTahir Jalaluddin

Biografi
Kelahiran(id) Muhammad Tahir
8 Desember 1869
Koto Tuo
Kematian26 Oktober 1956 (86 tahun)
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau
AgamaIslam
Kegiatan
Pekerjaanulama
Keluarga
Pasangan nikahAishah binti Haji Mustafa bin Datuk Menteri
AnakHamdan Sheikh Tahir
Orang tuaMuhammad Gandam Oerai
KerabatAhmad Khatib Al-Minangkabawi (sepupu)

Tahir Jalaluddin lahir pada 4 Ramadan 1286 H/8 Desember 1869 M dan meninggal pada 22 Rabiulawal 1376 H/26 Oktober 1956 M dalam usia 87 tahun. Sebuah lembaga bernama Sheikh Tahir Astronomical Center didirikan di Pulau Pinang, Malaysia untuk mengenang jasa-jasanya.[3]

Tahir Jalaluddin memiliki hubungan sepupu dengan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, yang merupakan imam mazhab Syafii di Masjidil Haram, Makkah.[4] Hamdan Sheikh Tahir, putra Tahir, menjabat Yang di-Pertua Negeri Pulau Penang periode 1989–2001.

Riwayat sunting

Tahir Jalaluddin berasal dari Surau Kamba, sebuah jorong di Nagari Koto Tuo, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.[5] Nama panjangnya yakni Muhammad Tahir bin Muhammad bin Jalaluddin. Ia lahir pada tanggal 4 Ramadan 1286 H/8 Desember 1869 M. Kakeknya, Jalaluddin bergelar Fakih Saghir merupakan anak dari Tuanku Nan Tuo, seorang ulama yang hidup masa Perang Padri.[6]

Tahir Jalaluddin memiliki lima saudara. Kedua orang tuanya meninggal ketika ia masih kanak-kanak. Ayahnya meninggal tatkala usianya dua tahun, sedangkan ibunya meninggal tatkala usianya sembilan tahun. Setelah jadi yatim piatu, Thahir diasuh oleh Limbak Urai, ibu dari Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Lathif. Tahir dan Ahmad Khatib memiliki hubungan sepupu.[4][7]

Pada tahun 1879, Tahir diantarkan oleh pihak keluarga ke Makkah untuk menuntut ilmu menyusul sepupunya, Ahmad Khatib yang lebih dulu menuntut ilmu di sana. Tahir saat itu masih berumur 11 tahun. Selama di Makkah, Tahir tinggal bersama Syekh Muhammad Saleh Al-Kurdi, mertua Ahmad Khatib.[8] Awalnya, Tahir belajar Al-Qur'an dan ilmu tajwid kepada Syekh Abdul Haq. Setelah khatam, ia mempelajari berbagai ilmu kepada Syekh Umar Syatha, Syekh Muhammad Al-Khaiyath, dan Sayyid Bakri Syatha. Ilmu-ilmu yang ia pelajari yakni hadis, tauhid, fiqh, nahwu, saraf, bayan, ma'ani, badi', 'arudh, mantiq, tafsir, hisab, handasah, dan falak. Ia belajar kurang lebih 12 tahun di Makkah.[1][9]

Belajar di Al-Azhar sunting

Tahir Jalaluddin pulang ke Tanah Air ketika berumur 24 tahun. Di Indonesia, ia tinggal berpindah-pindah selama empat tahun, sebelum kembali ke Timur Tengah. Tahir tertarik dengan ajakan Syekh Ahmad al-Fathani untuk melanjutkan pendidikan di Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir. Ia termasuk di antara beberapa pemuda Nusantara yang dikirim oleh Syekh Ahmad al-Fathani untuk belajar ke Al-Azhar.[1][4]

Di Al-Azhar, Tahir mendalami astronomi dan ilmu falak.[9] Ia belajar selama empat tahun (1314-1318 H/1893-1897 M). Selama di Al-Azhar, ia terpengaruh dengan pemikiran Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, tokoh gerakan reformasi Islam di Mesir. Tahir berteman dengan Raschid Ridā, yang giat menyebarkan ide-ide pembaruan Islam lewat penerbitan. Di Mesir, Raschid Ridā menerbitkan majalah Al-Manar yang menjadi media Islam yang berpengaruh dalam perkembangan pemikiran dunia Muslim.[9] Keberadaan Al-Manar menginspirasi Tahir untuk menerbitkan majalah serupa ketika kembali ke Nusantara.[9]

Setelah menuntaskan belajarnya di Al-Azhar, Tahir sempat kembali ke Makkah untuk memperdalam ilmu dan membantu Ahmad Khatib mengajar, khususnya ilmu falak. Pada saat itu, Tahir menjadi guru bagi beberapa pelajar-pelajar dari Minangkabau, seperti Muhammad Jamil Djambek, Abdullah Ahmad, dan Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka). Murid-muridnya tersebut turut menyebarkan ide-ide pembaruan Islam ketika kembali ke Tanah Air.[10]

Aktivitas sunting

Dalam rangka berdakwah, Tahir Jalaluddin telah mengembara ke beberapa wilayah di Nusantara, yang sebagian masih merupakan kerajaan. Dari tahun 1888 sampai tahun 1904, ia berdakwah ke Pulau Penyengat (Kepulauan Riau), Surabaya (Jawa Timur), Buleleng (Bali), Ampenan, Pulau Lombok dan Bima, Pulau Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), serta Makassar dan Gowa (Sulawesi Selatan).[8]

Setelah itu, Tahir memutuskan untuk menetap di Semenanjung Malaya sejak 1899, tepatnya di Kuala Kangsar, Perak. Ketika menetap di Perak, ia melanjutkan pekerjaannya sebagai agen perjalanan haji.[11] Pada 1900, ia diangkat oleh Sultan Perak Idris Murshidul Azzam Shah sebagai Ahli Jawatankuasa Orang-Orang Besar dan Ulama Perak. Ia hampir saja diangkat menjadi mufti kerajaan Perak, tetapi karena pikiran–pikirannya condong ke Kaum Muda, ia mendapat perlawanan dari Kaum Tua. Karena menguasai ilmu falak, Tahir mendapat perintah dari Sultan Perak supaya membetulkan kiblat rumah ibadah di wilayah tersebut.[12][13]

Pada tahun 1906, ia mendirikan majalah Al-Imam di Singapura bersama Syed Sheikh Syed Ahmad Al-Hadi. Majalah ini menyajikan analisa ulama Islam modernis dalam masalah sosial, agama, dan ekonomi. Ditulis menggunakan abjad Jawi, Al-Imam menjadi media massa Islam pertama dalam sejarah pers di Nusantara. Majalah ini terbit hingga tahun 1908.[9] Selain Al-Imam, Tahir turut menyumbangkan artikel di al-Ikhwan (1926-1931), Neraca (1911-1915), Bumiputera (1933-1936), Semangat Islam (1929-1931), dan Pengasuh (1918-1937).[14][15]

Aktivitas Tahir yang lain termasuk mengajar hakim-hakim pengadilan di mahkamah Johor.[16] Di antara mereka yang mendapat pengajarannya yakni Ungku Ismail bin Ahmad dan Ungku Abdul Rahman bin Abdul Majid.[11] Karena reputasinya sebagai ulama terkenal di Johor, ia diminta oleh Sultan Perak Idris Murshidul Azzam Shah untuk menemaninya ke London menghadiri penobatan Raja Britania Raya George V pada 22 Juni 1911.[11] Pada 3 Juli 1912, ia berhenti mengajar hakim. Sejak 1914 sampai 1916, ia mengajar di sekolah Agama Johor Bahru dan menjadi Nazir atau Pemeriksa Sekolah-sekolah Agama Johor.[11] Dari tahun 1918 hingga 1920, ia menjadi guru Madrasah al-Masyhur di Pulau Pinang bersama teman dekatnya, Syed Sheikh Syed Ahmad Al-Hadi sebagai kepala sekolahnya. Setelah kematian Al-Hadi, ia kembali mengajar di Johor.[6][15][16]

Meskipun menetap di Kuala Kangsar, pengaruhnya tetap terasa ke Sumatra. Ia berhubungan rapat dengan ulama-ulama reformis di sana. Pada 1923, ia melawat ke Medan, Deli, dan tanah kelahirannya Minangkabau. Pada 1927, ia kembali melawat ke Sumatra, tetapi di tengah lawatannya, ia ditangkap oleh otoritas Belanda. Ia sempat dijebloskan dalam penjara selama enam bulan atas tuduhan menghasut orang-orang untuk melawan pemerintah kolonial Belanda.[16][17] Pada 1939, ia tercatat kembali mengunjungi Sumatra dan sempat memberikan pelajaran ilmu miqat untuk Madrasatul Muallimin di Pulau Penyengat.[18][19]

Pemikiran sunting

Pemikiran Tahir Jalaluddin terinspirasi dari ide-ide modernis para reformis Timur Tengah yakni Jamal ad-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Raschid Ridā. Salah satu pemikirannya yang cukup kontroversial adalah dukungannya terhadap hisab dalam penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan. Pandangannya mendobrak pandangan populer kala itu adalah menggunakan rukyat yang merupakan pendapat para ulama terdahulu. Dalam menguatkan argumentasinya, Tahir banyak merujuk pada perhitungan dan metode-metode yang dipakai oleh bangsa Eropa.[10]

Di Minangkabau, kampung halamannya, pemikiran Tahir mendapat perlawanan dari sejumlah ulama setempat lantaran dianggap tidak sesuai dengan tradisi karena memulaikan puasa dengan memakai ilmu hisab dan ilmu falak, bukan rukyah seperti ulama terdahulu.[3]

Karya sunting

Tahir Jalaluddin menulis beberapa risalah dan kitab dalam bahasa Melayu dan Arab. Di antara karya-karya Tahir yakni:[3][10]

  • Ithafa al-Murif fi Ahkam al-Tajwid (1928)[14]
  • Natījat al-Umur (1936)[20][21]
  • Natijatu al-Ummi (1951)[14][17]
  • Nukhbatu al-Taqrīrāt fī Hisāb al-Awqāt wa Sumūt al-Qiblat bi al- Lūgārītmāt[20] atau Pati Kiraan pada Menentukan Waktu yang Lima dan Hala Qiblat Berdasarkan Logaritma (1938)[14]
  • Jadāwil al-Lūgārītmāt
  • Jadawil Pati Kiraan[20][22]
  • Perisai Orang Beriman (1930 atau 1936)[14][17]
  • Ini Huraian Yang Membakar "Taman Persuraian" Haji Bakar (1932 atau 1938)[14][17][23]
  • Al-Qiblah fī an-Nusus Ulamā' asy-Syafi'iyah fi ma Yata'allaqu bi Istiqbāl al-Qiblah asy-Syar'iyah Manqulah min Ummuhat Kutūb al-Mazhab[20]
  • Tazkirat’I-Muttabii ‘I-Sunnah fi ‘r-Raddi ala ‘I-Qaili bi-Sunnati Rak’attaini Qabla ‘I-Jumu’at (1953)[17]
  • Menghadap Kiblat dalam Salat[14]
  • Sebab Menulis Ilmu Falak
  • Penjelasan Ilmu Falak
  • Risalah Penebas: Bida’ah-Bida’ah di Kepala Batas (1953)[24][25]

Kehidupan pribadi sunting

Tahir Jalaluddin menikah beberapa kali. Pernikahan pertamanya yakni dengan Aisyah, cucu dari Syekh Ismail Al-Khalidi Al-Minankabawi, ulama yang terkenal sebagai penyebar Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Pernikahan ini berlangsung pada 26 Zulkaidah 1305 H/4 Agustus 1888 di Makkah disaksikan Sayid Umar Syatha, Syekh Muhammad Nur bin Syeikh Ismail, Syekh Muhammad Saleh al-Kurdi, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syeikh Ismail bin Syeikh Muhammad.[21][26]

Selanjutnya, Tahir Jalaluddin menikah dengan Kaltsum binti Haji Ibrahim pada 9 Rajab 1310 H/27 Januari 1893. Setelah itu, ia menikah dengan Jamilah binti Haji Abdul Karim pada 13 Ramadan 1310 H/31 Maret 1893 dan dengan Aisyah binti Haji Mustafa bin Datuk Menteri pada 20 Jamadilawal 1317 H/28 September 1899.[11][16][26]

Dari Aishah binti Haji Mustafa, Tahir dikaruniai beberapa anak. Salah seorang di antaranya bernama Hamdan Sheikh Tahir yang menjabat Yang di-Pertua Negeri Pulau Penang periode 1989–2001.

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Syekh Tahir Jalaluddin Al-Azhari, Ulama Astronomi dari Tanah Melayu (1)". Republika Online. 2015-08-24. Diakses tanggal 2020-05-10. 
  2. ^ Manusia dan kebudayaan di Asia Tenggara : kolonialisme di Asia Tenggara. Lembaga Research Kebudayaan Nasional (LIPI). 1975. hlm. 32. OCLC 222774712. 
  3. ^ a b c "Syekh Tahir Jalaluddin Al-Azhari, Ulama Astronomi dari Tanah Melayu (2-habis)". Republika Online. 2015-08-24. Diakses tanggal 2020-05-10. 
  4. ^ a b c Hamka (1982). Ayahku: riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera. Pustaka Dini. hlm. 272. ISBN 978-983-3707-78-2. OCLC 664779922. 
  5. ^ Samat, Talib (2002). Sastera di antara percikan pengurusan dan kemanusiaan (dalam bahasa Melayu). Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris. ISBN 978-983-2620-08-2. 
  6. ^ a b MA, Prof Dr H. Saifullah SA; M.Hum, Dr Febri Yulika, S. Ag (2017-12-01). PERTAUTAN BUDAYA - SEJARAH MINANGKABAU & NEGERI SEMBILAN. ISI Padangpanjang. ISBN 978-602-50846-6-9. 
  7. ^ Islamic Centre Sumatera Barat. (2001). Riwayat hidup ulama Sumatera Barat dan perjuangannya. Islamic Centre Sumatera Barat. hlm. 94–95. ISBN 979-9252-85-7. OCLC 50185124. 
  8. ^ a b Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar (2018). Fajar & Syafak Dalam Kesarjanaan Astronom Muslim dan ulama Nusantara. LKiS. hlm. 101-102.
  9. ^ a b c d e Merle Calvin Ricklefs. A History of Modern Indonesia since c. 1200. 2002. hlm 353-354.
  10. ^ a b c Amir, Mafri. (2008). Reformasi Islam dunia Melayu-Indonesia : studi pemikiran, gerakan, dan pengaruh Syaikh Muhammad Thahir Jalal al-Din, 1869-1956. Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Lektur Keagamaan. ISBN 978-979-18864-1-3. OCLC 316853536. 
  11. ^ a b c d e http://mufti.penang.gov.my/index.php/2014-11-12-02-31-47/mengenai-sheikh-tahir
  12. ^ Syeikh Tahir Jalaluddin: pemikir Islam (dalam bahasa Melayu). Penerbit Universiti Sains Malaysia. 2003. ISBN 978-983-861-252-4. 
  13. ^ Ramli, Mukhtar (1980). Inventori surat-surat persendirian Sheikh Tahir Jalaluddin (dalam bahasa Melayu). Arkib Negara Malaysia. 
  14. ^ a b c d e f g https://umexpert.um.edu.my/public_view.php?type=publication&row=NzA0MzY%3D[pranala nonaktif permanen]
  15. ^ a b https://rahimahikhsan.wixsite.com/jarikubercerita/single-post/2017/02/23/Syeikh-Tahir-Jalaluddin-Ulama-Falak-Nusantara
  16. ^ a b c d https://core.ac.uk/reader/5222510 hlm. 51-52
  17. ^ a b c d e https://docplayer.info/176340505-Syeikh-tahir-jalaluddin-reformis-pendidikan-islam-dan-penggerak-kesedaran-kemerdekaan-tanah-melayu.html
  18. ^ Hamidy, U. U. (1983). Riau sebagai pusat bahasa dan kebudayaan Melayu. Bumi Pustaka. 
  19. ^ Junus, Hasan (2002). Raja Ali Haji, budayawan di gerbang abad XX (dalam bahasa Melayu). Pemerintah Kota Tanjungpinang. ISBN 978-979-3297-17-0. 
  20. ^ a b c d Hendri, Hendri; Wadi, Fajrul; Amin, Saiful; Andriyaldi, Andriyaldi; Samiran, Fahmil (2019-11-13). "TOKOH FALAK MINANGKABAU (STUDI PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK DAN TAHIR JALALUDDIN)". Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies. 3 (1): 89–100. doi:10.30983/it.v3i1.1157. ISSN 2599-2171. 
  21. ^ a b http://eprints.walisongo.ac.id/2078/4/72111069_Bab3.pdf
  22. ^ http://eprints.walisongo.ac.id/44/1/Muslifah_Tesis_Sinopsis.pdf
  23. ^ Abdullah, Mustaffa (2009). Rasyid Rida: Pengaruhnya di Malaysia (Penerbit UM) (dalam bahasa Melayu). The University of Malaya Press. ISBN 978-983-100-921-5. 
  24. ^ Ali, Wan Zailan Kamaruddin Wan; Ismail, Ahmad Zuhdi (2019). "Kisah Pemberantasan Bid'ah di Malaysia: Kajian atas Kitab Risalah Al-Azhari". Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama (dalam bahasa Inggris). 2 (2): 89–104. doi:10.15575/hanifiya.v2i2.7962. ISSN 2722-2772. 
  25. ^ MA, Prof Dr H. Saifullah SA; M.Hum, Dr Febri Yulika, S. Ag (2017-12-01). PERTAUTAN BUDAYA - SEJARAH MINANGKABAU & NEGERI SEMBILAN. ISI Padangpanjang. ISBN 978-602-50846-6-9. 
  26. ^ a b Yunus, Yulizal, Datuk Rajo Bagindo, 1955- (2008). Beberapa ulama di Sumatera Barat. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, UPTD Museum Adityawarman. hlm. 123. OCLC 503300760.