Surfaktan adalah senyawa kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan.[1] Senyawa ini juga berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua cairan, antara gas dan cairan, atau antara cairan dan zat padat. Surfaktan dapat bertindak seperti deterjen, bahan pembasah, pengemulsi, bahan pembusa (Inggris: foaming agent), dan pendispersi (Inggris: dispersant).

Skema misel minyak dalam larutan berair, semacam yang terdapat dalam emulsi minyak dalam air. Dalam contoh ini, ekor molekul-molekul surfaktan yang larut dalam minyak berada di dalam minyak (biru), sementara kepalanya yang larut dalam air tetap berada dalam fase air (merah).

Etimologi dan definisi sunting

Istilah surfaktan (Inggris: surfactant) adalah kependekan dari surface-active agent.[2]

Medical Subject Headings (MeSH) dari Perpustakaan Kedokteran Nasional Amerika Serikat merujuk surfaktan sebagai "surfaktan paru" (Inggris: pulmonary surfactant). Untuk makna yang lebih luas, surfaktan adalah zat aktif permukaan.

 
Ilustrasi sebuah misel – ekor ion surfaktar yang lipofil tetap berada di dalam minyak karena mereka berinteraksi lebih kuat dengan minyak daripada dengan air. "Kepala" molekul surfaktan yang polar berinteraksi lebih kuat dengan air, sehingga mereka membentuk lapisan luar hidrofil yang membentuk penghalang antar misel. Ini menghambat droplet minyak, inti misel yang hidrofob, untuk menyatu dan membentuk droplet-droplet misel yang lebih besar. Ini disebut sebagai "pemecah emulsi". Senyawa yang membungkus misel biasanya bersifat amfifil. Hal ini berarti, misel dapat stabil baik sebagai droplet pelarut aprotik seperti minyak dalam air, maupun pelarut protik seperti air dalam minyak. Ketika droplet bersifat aprotik, kadang-kadang ini disebut sebagai misel terbalik.

Komposisi dan struktur sunting

Surfaktan biasanya berupa senyawa organik yang bersifat amfifil, yang artinya mereka memiliki baik gugus hidrofobik (ekor) dan gugus hidrofilik (kepala).[3] Oleh karena itu, surfaktan mengandung komponen tak larut air (atau larut dalam minyak) dan komponen yang larut dalam air sekaligus. Surfaktan akan terdifusi dalam air dan teradosorpsi pada antarmuka antara udara dan air atau antarmuka antara minyak dan air, ketika air dicampur dengan minyak. Gugus hidrofobik yang tidak larut dalam air dapat menerobos keluar dari fase air, menuju fase udara atau fase minyak, sementara gugus kepala yang larut dalam air tetap berada di fase air.

Produksi surfaktan dunia diperkirakan sekitar 15 Mton/tahun, yang sekitar setengahnya adalah sabun. Surfaktan lain yang diproduksi dalam skala besar adalah alkilbenzena sulfonat (1700 kton/tahun), lignin sulfonat (600 kton/tahun), lemak alkohol etoksilat (700 kton/tahun), dan alkilfenol etoksilat (500 kton/tahun).[4]

 
Natrium stearat, komponen paling umum pada sebagian besar sabun, merupakan 50% dari surfaktan komersial.
 
4-(5-Dodesil) benzenasulfonat, suatu dodesilbenzenasulfonat linier. Salah satu surfaktan yang paling umum.

Struktur fase surfaktan dalam air sunting

Dalam fase air yang besar, surfaktan membentuk agregat, semacam misel, di mana ekor hidrofobik membentuk inti agregat dan kepala hidrofobik tetap kontak dengan cairan di sekelilingnya. Dapat pula terbentuk jenis agregat lainnya, seperti misel berbentuk bola atau silinder, atau lipida dwilapis. Bentuk agregat tergantung pada struktur kimia surfaktan, sebut saja keseimbangan ukuran antara kepala hidrofilik dan ekor hidrofobik. Ukuran keseimbangan ini adalah keseimbangan hidrofilik-lipofilik (KHL). Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan menyerap pada antarmuka udara-cairan. Persamaan yang menghubungkan tegangan permukaan dan kelebihan permukaan dikenal sebagai isotermal Gibbs.

Dinamika surfaktan pada antarmuka sunting

Dinamika adsorpsi surfaktan sangat penting untuk aplikasi praktis seperti dalam proses pembentukan busa/buih, pengemulsian atau pelapisan, di mana gelembung atau tetesan dihasilkan dengan cepat dan perlu untuk distabilkan. Dinamika adsorpsi tergantung pada koefisien difusi surfaktan. Ketika antarmuka terbentuk, adsorpsi dibatasi oleh difusi surfaktan ke antarmuka. Dalam beberapa kasus, ada pembentukan penghalang energi untuk adsorpsi atau desorpsi surfaktan. Jika penghalang seperti itu membatasi laju adsorpsi, dinamika dikatakan 'terbatas secara kinetik'. Hambatan energi tersebut dapat disebabkan oleh tolakan sterik atau elektrostatik. Reologi permukaan lapisan surfaktan, termasuk elastisitas dan viskositas lapisan, memainkan peran penting dalam stabilitas busa/buih dan emulsi.

Karakterisasi antarmuka dan lapisan surfaktan sunting

Tegangan antarmuka dan permukaan dapat ditentukan dengan metode klasik seperti metode tetesan bandul atau tetesan berputar. Dinamika tegangan permukaan, yaitu tegangan permukaan sebagai fungsi waktu, dapat diperoleh dengan alat tekanan gelembung maksimum.

Struktur lapisan surfaktan dapat diamati menggunakan elipsometri atau reflektifitas Sinar-X.

Reologi permukaan dapat ditentukan dengan metode tetesan berosilasi atau reometer permukaan geser seperti reometer kerucut ganda, reometer cincin ganda atau reometer batang magnetis.

Klasifikasi sunting

"Ekor" sebagian besar surfaktan cukup mirip, terdiri dari rantai hidrokarbon, baik yang bercabang, linier, atau aromatik. Fluorosurfaktan memiliki rantai fluorokarbon. Surfaktan siloksan memiliki rantai siloksan.

Banyak surfaktan penting termasuk rantai polieter dengan terminal berupa gugus anionik yang sangat polar. Gugus polieter sering terdiri dari sekuen teretoksilasi (seperti polietilena oksida) yang disisipkan untuk meningkatkan sifat hidrofilik surfaktan. Sebaliknya, polipropilena oksida, dapat disisipkan untuk meningkatkan sifat lipofilik suatu surfaktan.

Molekul surfaktan ada yang memiliki satu atau dua ekor; mereka yang memiliki dua ekor dikatakan berantai ganda.

Secara umum, surfaktan diklasifikasikan menurut polaritas gugus kepalanya. Surfaktan non-ionik tidak memiliki gugus bermuatan di kepalanya. Kepala surfaktan ionik membawa muatan positif, atau negatif. Jika muatannya negatif, surfaktan disebut anionik; jika muatannya positif, disebut kationik. Jika surfaktan mengandung kepala dengan dua gugus muatan yang berlawanan, ia disebut ion zwitter. Berikut surfaktan yang biasa dijumpai:

 
Klasifikasi surfaktan menurut komposisi kepalanya: non-ionik, anionik, kationik, amfoterik.

Anionik: sulfat, sulfonat, dan fosfat, serta derivat karboksilat sunting

Surfaktan anionik mengandung gugus fungsional anionik di kepalanya, seperti sulfat, sulfonat, fosfat, dan karboksilat. Alkil sulfat yang banyak dikenal meliputi amonium lauril sulfat, natrium lauril sulfat (natrium dodesil sulfat, SLS, atau SDS), dan sulfat alkil-eter sulfat yang terkait, natrium lauret sulfat (natrium lauril eter sulfat atau SLES), dan natrium murat sulfat.

Surfaktan anionik lainnya meliputi:

Karboksilat adalah surfaktan yang paling umum dan terdiri dari garam karboksilat (sabun), seperti natrium stearat. Spesies yang lebih khusus antara lain natrium lauroil sarkosinat dan fluorosurfaktan berbasis karboksilat seperti perfluorononanoat, dan perfluorooktanoat (PFOA atau PFO).

Kationik sunting

Amina primer, sekunder, atau tersier yang tergantung pH; amina primer dan sekunder menjadi bermuatan positif pada pH <10:[5] oktenidina dihidroklorida.

Garam amonium kuaterner yang diberi muatan secara permanen: setrimonium bromida (CTAB), setilpiridinium klorida (CPC), benzalkonium klorida (BAC), benzetonium klorida (BZT), dimetildioktadesilamonium klorida, dan dioktadesildimetilamonium bromida (DODAB).

Surfaktan ion zwitter sunting

Surfaktan ion zwitter (amfoter) memiliki pusat kationik dan anionik yang melekat pada molekul yang sama. Bagian kationik didasarkan pada amina primer, sekunder, atau tersier atau kation amonium kuaterner. Bagian anionik dapat lebih bervariasi dan termasuk sulfonat, seperti pada sultaina CHAPS (3-[(3-kolamidopropil) dimetilamonio]-1-propanasulfonat) dan kokamidopropil hidroksisultaina. Betain seperti kokamidopropil betain memiliki karboksilat dengan amonium. Surfaktan ion zwitter biologis yang paling umum memiliki anion fosfat dengan amina atau amonium, seperti fosfolipid fosfatidilserin, fosfatidiletanolamina, fosfatidilkolin, dan spingomyelin.

Non-ionik sunting

Surfaktan non-ionik memiliki gugus hidrofil yang berikatan kovalen pada oksigennya, dan terikat pada struktur induk hidrofobik. Kelarutan dalam air dari gugus oksigennya adalah hasil dari ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen menurun dengan meningkatnya suhu, dan sehingga kelarutan surfaktan non-ionik dalam air menurun dengan meningkatnya suhu.

Surfaktan non-ionik kurang sensitif terhadap kesadahan air dibandingkan surfaktan anionik, dan buihnya juga kurang kuat. Tidak ada perbedaan yang menyolok antara masing-masing jenis surfaktan non-ionik, dan pilihannya terutama disesuaikan dengan mempertimbangkan biaya sifat-sifat khusus (mis., efektivitas dan efisiensi, toksisitas, kompatibilitas dermatologis, biodegradabilitas) atau izin untuk digunakan dalam makanan.[4]

Etoksilat sunting

Etoksilat alkohol lemak sunting
Etoksilat alkilfenol (APE atau APEO) sunting
Etoksilat asam lemak sunting

Etoksilat asam lemak adalah kelas surfaktan yang sangat serbaguna. Dalam molekulnya tergabung gugus kepala anion lemah yang peka pH dan unit etilenaoksida yang bersifat menstabilkan dan peka terhadap suhu.[6]

Amina teretoksilasi dan/atau amida asam lemak sunting
Etoksilat terminal terblokir sunting

Ester asam lemak dari senyawa polihidroksi sunting

Ester asam lemak dari gliserol sunting
Ester asam lemak dari sorbitol sunting
Alkil poliglukosida sunting

Oksida amina sunting

Surfaktan dalam biologi sunting

 
Fosfatidilkolina, ditemukan dalam lesitin, adalah surfaktan biologis yang banyak tersebar. Warna merah – gugus kolin dan fosfat; hitamgliserol; hijauasam lemak tak jenuh tunggal; biruasam lemak jenuh.

Tubuh manusia menghasilkan beragam surfaktan. Surfaktan paru (Inggris: pulmonary surfactant) diproduksi di paru-paru untuk memfasilitasi pernapasan dengan meningkatkan kapasitas paru-paru total, TLC, dan pemenuhan paru-paru. Pada sindrom gangguan pernapasan atau terapi penggantian surfaktan RDS membantu pasien memiliki respirasi normal dengan menggunakan surfaktan dalam bentuk sediaan farmasi. Salah satu contoh surfaktan paru sediaan farmasi adalah Survanta (beractant) atau bentuk generiknya Beraksurf yang diproduksi oleh Abbvie dan Tekzima. Garam empedu memainkan peran penting dalam pencernaan.[7]

Risiko keselamatan dan lingkungan sunting

Kebanyakan surfaktan anionik dan non-ionik tidak beracun, memiliki LD50 yang setara dengan natrium klorida. Toksisitas senyawa amonium kuaterner, yang bersifat antibakteri dan antijamur, bervariasi. Dialkildimetilamonium klorida (DDAC, DSDMAC) yang digunakan sebagai pelembut kain memiliki LD50 yang rendah (5 g/kg) dan pada dasarnya tidak beracun, sedangkan disinfektan alkilbenzildimetilamonium klorida memiliki LD50 0,35 g/kg. Paparan surfaktan dalam waktu lama dapat mengiritasi dan merusak kulit karena surfaktan mengganggu membran lipid yang melindungi kulit dan sel-sel lain. Iritasi kulit meningkat sesuai urutan surfaktan sebagai berikut: non-ionik, amfoter, anionik, kationik.[4]

Surfaktan tersimpan secara rutin dalam berbagai cara di darat dan ke dalam sistem air, baik sebagai bagian dari proses terkait atau sebagai limbah industri dan rumah tangga. Beberapa surfaktan diketahui beracun bagi hewan, ekosistem, dan manusia, dan dapat meningkatkan difusi kontaminan lingkungan lainnya.[8][9][10]

Surfaktan anionik dapat ditemukan di tanah sebagai hasil dari aplikasi lumpur, irigasi air limbah, dan proses remediasi. Konsentrasi surfaktan yang relatif tinggi bersama dengan multimetal dapat menunjukkan tingkat risiko lingkungan. Pada konsentrasi rendah, aplikasi surfaktan tidak mungkin memiliki efek signifikan pada mobilitas logam renik.[11][12]

Dalam kasus kebocoran minyak Deepwater Horizon, Corexit, dalam jumlah yang belum pernah dilakukan sebelumnya, disemprotkan langsung ke laut pada bagian yang bocor dan di permukaan air laut. Teori yang jelas adalah bahwa surfaktan mengisolasi tetesan minyak, membuatnya lebih mudah bagi mikrob pemakan minyak untuk mencerna minyak. Bahan aktif dalam Corexit adalah dioktil natrium sulfosuksinat (DOSS), sorbitan monooleat (Span 80), dan sorbitan monooleate terpolioksietilenasi (Tween-80).[13][14]

Biodegradasi sunting

Dua surfaktan utama, alkilbenzena sulfonat linier (LAS) dan alkil fenol etoksilat (APE) terurai dalam kondisi aerobik yang ditemukan pada instalasi pengolahan limbah dan di tanah menjadi nonilfenol, yang dianggap sebagai pengganggu endokrin.[15][16]

Hal yang menarik banyak perhatian adalah tidak dapat terbiodegradasinya fluorosurfaktan, mis. asam perfluorooktanoat (PFOA).[17]

Aplikasi sunting

Produksi global surfaktan pertahun adalah 13 juta ton pada tahun 2008.[18][19] Pada tahun 2014, pasar dunia surfaktan mencapai volume lebih dari 33 miliar dolar AS. Peneliti pasar mengharapkan pendapatan tahunan meningkat 2,5% per tahun menjadi sekitar 40,4 miliar dolar AS hingga 2022. Jenis surfaktan yang paling signifikan secara komersial saat ini adalah surfaktan anionik alkil benzena sulfonat (LAS), yang banyak digunakan dalam pembersih dan deterjen.[20]

Surfaktan memainkan peran penting sebagai zat pembersih, pembasah, pendispersi, pengemulsi, pembentuk busa dan pengawabusa dalam banyak produk dan aplikasi praktis, termasuk deterjen, pelembut kain, emulsi, sabun, cat, perekat, tinta, anti-kabut, lilin ski, lilin snowboard, penghilangan tinta dari kertas daur ulang, dalam flotasi, pencucian dan proses enzimatik, obat pencahar. Selain itu, formulasi agrokimia seperti (beberapa) herbisida, insektisida, biosida (pembersih (Inggris: sanitizer)), dan spermisida (nonoksinol-9). Produk perawatan pribadi seperti kosmetik, sampo, gel mandi, kondisioner rambut (setelah shampo), pasta gigi. Surfaktan digunakan dalam pemadam kebakaran dan jaringan pipa (zat pengurang hambatan cair). Polimer surfaktan alkali digunakan untuk memobilisasi minyak dalam sumur minyak.[21]

Penggeseran udara dari matriks pembalut kapas dan perban sehingga larutan obat dapat diserap untuk diaplikasikan ke berbagai area tubuh; pembersihan kotoran dan debu menggunakan deterjen dalam mencuci luka;[22] dan aplikasi lotion dan semprotan obat ke permukaan kulit dan selaput lendir.[23]

Deterjen dalam biokimia dan bioteknologi sunting

Dalam larutan, deterjen membantu melarutkan berbagai spesies kimia dengan mendisosiasi agregat dan membuka protein. Surfaktan populer di laboratorium biokimia adalah natrium lauril sulfat (SDS) dan setil trimetilamonium bromida (CTAB). Deterjen adalah pereaksi kunci untuk mengekstraksi protein dengan cara lisis sel dan jaringan: Mereka mengacaukan lapisan ganda membran lipid (SDS, Triton X-100, X-114, CHAPS, DOC, dan NP-40), dan melarutkan protein. Deterjen yang lebih lunak seperti oktil tioglukosida, oktil glukosida atau dodesil maltosida digunakan untuk melarutkan protein membran seperti enzim dan reseptor tanpa mendenaturasinya. Bahan yang tidak larut dipisahkan dengan sentrifugasi atau cara lain. Untuk elektroforesis, misalnya, protein diperlakukan dengan SDS untuk mendenaturasi struktur tersier dan kuaterner alami, memungkinkan pemisahan protein sesuai dengan berat molekulnya.

Deterjen juga telah digunakan untuk melucuti sel organ. Proses ini mempertahankan matriks protein yang mempertahankan struktur organ dan sering kali jaringan mikrovaskuler. Proses ini telah berhasil digunakan untuk mempersiapkan organ-organ seperti liver dan jantung untuk transplantasi pada tikus.[24] Surfaktan paru juga secara alami disekresikan oleh sel-sel alveoli paru-paru tipe II pada mamalia.

Preparasi quantum dot sunting

Surfaktan digunakan dengan quantum dot untuk memanipulasi pertumbuhan,[25] dan perakitan titik-titik, reaksi pada permukaannya, sifat-sifat kelistrikan, dll., penting untuk memahami cara surfaktan mengatur[26] pada permukaan quantum dot.

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ Elma, Muthia (2017). Proses Pemisahan Menggunakan Teknologi Membran (PDF). Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press. hlm. 162. ISBN 978-602-6483-35-5. 
  2. ^ Rosen MJ & Kunjappu JT (2012). Surfactants and Interfacial Phenomena (edisi ke-4th). Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons. hlm. 1. ISBN 978-1-118-22902-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 January 2017. 
  3. ^ "Bubbles, Bubbles, Everywhere, But Not a Drop to Drink". The Lipid Chronicles. 11 November 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 April 2012. Diakses tanggal 1 August 2012. 
  4. ^ a b c Kurt Kosswig "Surfactants" in Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Wiley-VCH, 2005, Weinheim. doi:10.1002/14356007.a25_747
  5. ^ Reich, Hans J. (2012). "Bordwell pKa Table (Acidity in DMSO)". University of Wisconsin. 
  6. ^ Chiappisi, Leonardo (December 2017). "Polyoxyethylene alkyl ether carboxylic acids: An overview of a neglected class of surfactants with multiresponsive properties". Advances in Colloid and Interface Science. 250: 79–94. doi:10.1016/j.cis.2017.10.001. PMID 29056232. 
  7. ^ Maldonado-Valderrama, Julia; Wilde, Pete; MacIerzanka, Adam; MacKie, Alan (2011). "The role of bile salts in digestion". Advances in Colloid and Interface Science. 165 (1): 36–46. doi:10.1016/j.cis.2010.12.002. PMID 21236400. 
  8. ^ Metcalfe TL, Dillon PJ, Metcalfe CD (April 2008). "Detecting the transport of toxic pesticides from golf courses into watersheds in the Precambrian Shield region of Ontario, Canada". Environ. Toxicol. Chem. 27 (4): 811–8. doi:10.1897/07-216.1. PMID 18333674. 
  9. ^ Emmanuel E, Hanna K, Bazin C, Keck G, Clément B, Perrodin Y (April 2005). "Fate of glutaraldehyde in hospital wastewater and combined effects of glutaraldehyde and surfactants on aquatic organisms". Environ Int. 31 (3): 399–406. doi:10.1016/j.envint.2004.08.011. PMID 15734192. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-26. Diakses tanggal 2020-03-26. 
  10. ^ Murphy MG, Al-Khalidi M, Crocker JF, Lee SH, O'Regan P, Acott PD (April 2005). "Two formulations of the industrial surfactant, Toximul, differentially reduce mouse weight gain and hepatic glycogen in vivo during early development: effects of exposure to Influenza B Virus". Chemosphere. 59 (2): 235–46. Bibcode:2005Chmsp..59..235M. doi:10.1016/j.chemosphere.2004.11.084. PMID 15722095. 
  11. ^ Hernández-Soriano Mdel C, Degryse F, Smolders E (March 2011). "Mechanisms of enhanced mobilisation of trace metals by anionic surfactants in soil". Environ. Pollut. 159 (3): 809–16. doi:10.1016/j.envpol.2010.11.009. PMID 21163562. 
  12. ^ Hernández-Soriano Mdel C, Peña A, Dolores Mingorance M (2010). "Release of metals from metal-amended soil treated with a sulfosuccinamate surfactant: effects of surfactant concentration, soil/solution ratio, and pH". J. Environ. Qual. 39 (4): 1298–305. doi:10.2134/jeq2009.0242. PMID 20830918. 
  13. ^ "European Maritime Safety Agency. Manual on the Applicability of Oil Dispersants; Version 2; 2009". Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 July 2011. Diakses tanggal 19 May 2017. 
  14. ^ Committee on Effectiveness of Oil Spill Dispersants (National Research Council Marine Board) (1989). "Using Oil Spill Dispersants on the Sea". National Academies Press. Diakses tanggal October 31, 2015. 
  15. ^ Mergel, Maria. "Nonylphenol and Nonylphenol Ethoxylates." Toxipedia.org. N.p., 1 Nov. 2011. Web. 27 Apr. 2014.
  16. ^ Scott MJ, Jones MN (November 2000). "The biodegradation of surfactants in the environment". Biochim. Biophys. Acta. 1508 (1–2): 235–51. doi:10.1016/S0304-4157(00)00013-7. PMID 11090828. 
  17. ^ USEPA: "2010/15 PFOA Stewardship Program" Diarsipkan 27 October 2008 di Wayback Machine. Accessed October 26, 2008.
  18. ^ "Market Report: World Surfactant Market". Acmite Market Intelligence. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 September 2010. 
  19. ^ Reznik GO, Vishwanath P, Pynn MA, Sitnik JM, Todd JJ, Wu J, et al. (May 2010). "Use of sustainable chemistry to produce an acyl amino acid surfactant". Appl. Microbiol. Biotechnol. 86 (5): 1387–97. doi:10.1007/s00253-009-2431-8. PMID 20094712. 
  20. ^ Market Study on Surfactants (2nd edition, April 2015), by Ceresana Research Diarsipkan 20 March 2012 di Wayback Machine.
  21. ^ Hakiki, F.; Maharsi, D.A.; Marhaendrajana, T. (2016). "Surfactant-Polymer Coreflood Simulation and Uncertainty Analysis Derived from Laboratory Study". Journal of Engineering and Technological Sciences. 47 (6): 706–724. doi:10.5614/j.eng.technol.sci.2015.47.6.9. 
  22. ^ Percival, S.l.; Mayer, D.; Malone, M.; Swanson, T; Gibson, D.; Schultz, G. (2017-11-02). "Surfactants and their role in wound cleansing and biofilm management". Journal of Wound Care. 26 (11): 680–690. doi:10.12968/jowc.2017.26.11.680. ISSN 0969-0700. PMID 29131752. 
  23. ^ Mc Callion, O. N. M.; Taylor, K. M. G.; Thomas, M.; Taylor, A. J. (1996-03-08). "The influence of surface tension on aerosols produced by medical nebulisers". International Journal of Pharmaceutics. 129 (1): 123–136. doi:10.1016/0378-5173(95)04279-2. ISSN 0378-5173. 
  24. ^ Wein, Harrison (28 June 2010). "Progress Toward an Artificial Liver Transplant – NIH Research Matters". National Institutes of Health (NIH). Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 August 2012. 
  25. ^ Murray, C. B.; Kagan, C. R.; Bawendi, M. G. (2000). "Synthesis and Characterization of Monodisperse Nanocrystals and Close-Packed Nanocrystal Assemblies". Annual Review of Materials Research. 30 (1): 545–610. Bibcode:2000AnRMS..30..545M. doi:10.1146/annurev.matsci.30.1.545. 
  26. ^ Zherebetskyy D, Scheele M, Zhang Y, Bronstein N, Thompson C, Britt D, Salmeron M, Alivisatos P, Wang LW (June 2014). "Hydroxylation of the surface of PbS nanocrystals passivated with oleic acid". Science. 344 (6190): 1380–4. Bibcode:2014Sci...344.1380Z. doi:10.1126/science.1252727. PMID 24876347. 

Pranala luar sunting

  •   Media terkait Surfaktan di Wikimedia Commons