Suling Emas adalah episode kedua dari serial Bu Kek Sian Su yang ditulis oleh Kho Ping Hoo. Cerita ini menyambung langsung kisah sebelumnya yang merupakan pembuka kisah ini. Cerita dalam episode ini nantinya akan dilanjutkan dalam episode berikutnya berjudul Cinta Bernoda Darah.

Dalam episode ini, keluarga Kam (keluarga Suling Emas) akan memulai kiprahnya sebagai protagonis utama.

Suling emas sendiri merupakan senjata sakti yang pertama kali dimunculkan dalam serial ini. Terbuat dari emas murni dan dibuat dengan menggunakan teknik khusus sehingga mampu menandingi senjata tajam sekalipun. Fungsinya semakin komplet setelah Bu Kek Sian Su menciptakan ilmu-ilmu yang khusus dipadukan dengan suling sehingga senjata ini bahkan lebih menakutkan daripada senjata yang mengandalkan ketajaman.

Episode Suling Emas mengisahkan tentang murid dari Bu Kek Sian Su (manusia setengah dewa) yang dijuluki Kim-mo Eng (Setan Berhati Emas). Julukan ini memang sesuai dengan watak Kim Mo Eng yang memiliki nama asli Kwee Seng. Dia memiliki gerakan silat seperti setan dan memiliki hati seperti emas karena suka menolong yang lemah. Ilmu silat yang dia pelajari dan telah disempurnakan oleh Bu Kek Sian Su adalah ilmu silat dengan menggunakan senjata dari suling dan kipas. Kim-mo Eng jatuh cinta pada seorang gadis yang bernama Liu Lu Sian, tetapi cintanya ini bertepuk sebelah tangan sehingga membuat dirinya kecewa. Kim-mo Eng memiliki seorang murid yang bernama Kam Bu Song, yang merupakan anak dari Liu Lu Sian. Kam Bu Song inilah yang akhirnya memiliki julukan Suling Emas. Dia memiliki seluruh ilmu Kim-mo Eng, dan mendapatkan beberapa petunjuk ilmu silat dari Bu Kek Sian Su. Episode ini juga menceritakan sepak terjang Kim-mo Eng dan muridnya Suling Emas dalam memberantas kejahatan.

Alur cerita sunting

Kisah dalam episode ini tidak menyambung secara langsung dari episode sebelumnya, tetapi terjadi setelah sang tokoh utama, Kwee Seng, telah terkenal di dunia persilatan dengan julukan Kim-mo-eng (Pendekar Setan Berhati Emas) dengan jurus-jurus andalannya yang telah disempurnakan oleh manusia setengah dewa Bu-kek Sian Su.

Dikisahkan di negeri Nan-cao, sebuah wilayah di Cina bagian selatan, sedang ada sayembara pemilihan jodoh yang diadakan oleh Koksu sakti ketua agama Beng-kauw bernama Liu Gan yang tenar berjuluk Pat-jiu Sin-ong (Raja Sakti Berlengan Delapan). Sayembara itu sendiri ditujukan untuk mencari suami yang tepat bagi putri semata wayangnya yang amat jelita bernama Liu Lu Sian dengan syarat utama harus bisa mengalahkannya, hal ini sangat berat mengingat meski baru berusia 16 tahun Liu Lu Sian telah mendapat gemblengan langsung dari ayahnya sendiri sehingga sudah sangat sulit untuk dicari tandingannya. Tapi tetap saja peminat sayembara ini membludak hingga semua penginapan di kota itu habis disewa oleh pemuda yang ingin mendapatkan Liu Lu Sian.

Kwee Seng yang sebenarnya tidak berminat dan hanya sekadar lewat di kota itu menjadi penasaran dan tertarik untuk datang setelah beberapa peserta yang berniat mengikuti sayembara tewas secara mengerikan di wisma tempat ia menginap. Meski ia datang dengan menyamar sebagai pelajar, tetapi Liu Gan mengenalinya sebagai orang yang pernah menjadi tamu agung ketua Siauw-lim-pai, Kiang Hi Hosiang, sehingga diapun disambut dengan istimewa. Kwee Seng sendiri dari awal sudah menjadi jemu karena yakin tidak akan ada yang bisa mengalahkan Liu Lu Sian, tetapi menjadi tertarik kembali saat Kam Si Ek, seorang jenderal muda dari Shan-si, naik panggung meski hanya untuk menolong seorang peserta yang hampir terbunuh dan kemudian pergi meninggalkan gelanggang. Tapi hal inilah yang justru membuat Liu Lu Sian tertarik kepada jenderal muda itu, di sisi lain, Kwee Seng juga mulai menyadari bahwa sebenarnya dirinya juga mulai terpesona oleh kecantikan putri tunggal Liu Gan itu. Sayembara berakhir saat Kwee Seng diminta oleh Liu Gan untuk turut masuk gelanggang dengan syarat dia harus mengajari Liu Lu Sian jurus yang digunakan untuk mengalahkannya, Kwee Seng menyanggupinya dan bisa dengan mudah mengalahkan Liu Lu Sian, meski kemudian kemenangannya ditentang oleh Ma Thai Kun, salah seorang sute Liu Gan yang ternyata diam-diam menaruh hati pada Liu Lu Sian.

Saat mulai pengembaraan berdua, mereka dihadang oleh Ma Thai Kun yang justru kedoknya terbongkar sebagai pembunuh para peserta sayembara di wisma. Meski sempat dihajar oleh Liu Gan, tetapi nyawanya selamat karena dilindungi oleh sute termuda Kauw Bian yang loyal dan baik hati, Ma Thai Kun sendiri akhirnya diusir oleh Liu Gan karena penyelewengannya. Di sisi lain, Kwee Seng yang terang-terang jatuh cinta kepada Liu Lu Sian ternyata diabaikan perasaannya, ini karena Liu Lu Sian mempunyai watak aneh yang suka melihat orang jatuh cinta kepadanya dan kemudian mempermainkannya. Dalam perjalanannya Kwee Seng sempat menceritakan pengalaman pahitnya berhubungan dengan wanita, seorang pelacur kelas atas yang menjadi primadona bernama Khu Kim Lin yang berjuluk Ang-siauw-hwa (Bunga Kecil Merah). Wanita ini pula yang membuatnya harus berhadapan dengan tokoh sakti sesat Ban-pi Lo-cia (Dewa Locia Berlengan Selaksa), meski pertandingan berlangsung seimbang, Kwee Seng harus rela kehilangan sulingnya, salah satu senjata andalannya selain kipas. Kwee Seng yang terluka ditolong oleh Khu Kim Lin dan menjadi kekasihnya, tetapi saat Kwee Seng sedang mencari suling baru, Ban-pi Lo-cia berhasil menemukan Khu Kim Lin, tidak rela dinodai, Khu Kim Lin lebih memilih membunuh diri untuk menjaga kehormatannya.

Dalam pengembaraan, Liu Lu Sian justru mengarahkan perjalanannya menuju Shan-si untuk menemui orang yang telah membetot hatinya, Kam Si Ek, jenderal muda pemangku benteng Naga Emas. Kam Si Ek sendiri sedang dalam posisi sulit mengingat negara sedang rusuh setelah kejatuhan dinasti Tang oleh dinasti Liang yang dipimpin oleh gubernur pemberontak Cu Bun. Namun patriotismenya yang lebih memilih melindungi rakyat-lah yang membuatnya bertahan, hingga dalam satu kesempatan dia menolak dibujuk oleh 3 bersaudari See-liong-sam-ci-moi (Tiga Enci Adik Naga Barat) untuk mengikuti kerajaan Liang, penolakannya membuat ketiganya marah dan menyerangnya meski akhirnya ketiganya tewas setelah terkena jarum beracun yang secara diam-diam disambitkan oleh Liu Lu Sian, saat terjadi kesalahpahaman akibat peristiwa itu, Kwee Seng datang menolong Liu Lu Sian dan membawanya pergi. Namun apa lacur, Liu Lu Sian malah marah-marah dan menghina serta menyepelekan perasaan Kwee Seng dan menuduhnya ingkar untuk menurunkan satu ilmu kepadanya, meski hatinya hancur, dengan mengeraskan hati Kwee Seng menyanggupi asal Liu Lu Sian mau menyusulnya ke puncak bukit Liong-kui-san di malam berikutnya. Tidak diduga pertengkaran itu ternyata didengar oleh suci Kam Si Ek bernama Lai Kui Lan yang ternyata jatuh hati kepada Kwee Seng.

Keesokan harinya, Kwee Seng secara tidak sengaja menolong Lai Kui Lan yang hampir saja menjadi korban kecabulan panglima muda Khitan Bayisan, meski sempat merobohkannya, tetapi Bayisan yang ternyata murid Ban-pi Lo-cia ini berhasil kabur. Setelah waktu menginjak malam, Kwee Seng berangkat menuju puncak bukit untuk menunggu Liu Lu Sian, Lai Kui Lan yang mengikuti diam-diam ternyata ketahuan dan disuruh sembunyi oleh Kwee Seng agar tidak menimbulkan kesalahpahaman saat Liu Lu Sian datang. Tanpa dinyana ternyata Liu Lu Sian meminta lebih dari satu jurus kepada Kwee Seng, sadarlah Kwee Seng bahwa dibalik Liu Lu Sian ternyata ada Liu Gan yang gila ilmu dan diam-diam membuntutinya. Murka akibat penolakan Kwee Seng, Liu Gan menantangnya adu jurus, tetapi di tengah pertandingan Bayisan muncul dan membokong Kwee Seng dengan jarum beracun, akibatnya Kwee Seng terperosok ke dalam jurang saat berusaha menghindarinya. Liu Gan yang merasa terganggu berusaha mengejar Bayisan, tetapi gagal. Liu Gan mendongkol karena gagal mempunyai menantu Kwee Seng dan mengultimatum Liu Lu Sian untuk bisa mencari lelaki yang hebat sebagai pasangan atau kelak harus menuruti pilihan ayahnya. Tapi Liu Lu Sian yang memang pada dasarnya berwatak egois tetap pada keputusannya untuk mengejar cinta Kam Si Ek.

Kwee Seng yang terjatuh ke jurang ternyata tidak mati dan terseret arus kuat yang membawanya ke sebuah tempat terpencil tanpa pintu keluar bernama Neraka Bumi. Secara ajaib dia diselamatkan dan disembuhkan oleh seorang nenek. Kwee Seng sendiri beruntung ternyata memasuki tempat yang sebenarnya merupakan tempat pertapaan dan penyimpanan kitab-kitab pusaka, hasilnya secara perlahan ilmunya meningkat dengan pesat. 3 tahun terkurung di tempat itu bersama seorang nenek tidak membuatnya jengah, hingga pada suatu hari terjadi peristiwa yang membuatnya setengah linglung dan kabur dari tempat itu.Di suatu hari terjadi banjir besar hingga tempat itu hanya tersisa sedikit ruang, biasanya hal ini bisa berlangsung selama satu bulan penuh, Kwee Seng menyarankan agar keduanya keluar saja meninggalkan tempat itu selamanya, tetapi nenek itu menolak, tetapi tidak melarang Kwee Seng untuk pergi setelah banjir surut asal dia mau menuruti keinginannya, yaitu menjadi suaminya. Bimbang antara susila dan budi, Kwee Seng akhirnya memilih budi dan bersedia menjadi suami nenek itu. Namun betapa kagetnya dia ketika merasa bahwa nenek itu tidak lain adalah kekasihnya yang telah mati, Khu Kim Lin. Setelah 15 hari berlalu dan dia mendapati dirinya berpelukan dengan seorang nenek, dia kalap dan kabur tanpa menoleh kembali, nenek itu yang sebenarnya adalah seorang gadis jelita bernama Khu Gin Lin yang memakai topeng, hanya bisa menangis dan melihatnya pergi.

Dalam cerita lain, Liu Lu Sian secara tidak sengaja mengendus rencana bawahan Kam Si Ek yang ingin berkhianat dengan cara menculik dan kemudian memfitnahnya di hadapan gubernur Shan-si, Li Ko Yung. Setelah membunuh pengkhianat itu, Liu Lu Sian berniat menyusul Kam Si Ek dan menggagalkan penculikan itu. Dalam usahanya, dia bertemu dengan Bayisan dan bertempur hebat meski akhirnya Bayisan kabur setelah kedatangan tokoh kai-pang Sin-tung Sam-kai (Tiga Pengemis Tongkat Sakti). Liu Lu Sian yang melanjutkan pencariannya malah bertemu dengan tokoh sakti buntung kaki mantan raja muda Tang Couw Pa Ong yang berjuluk Sin-jiu (Tangan Sakti) yang sedang menghadang rombongan pengungsi, dia akan membunuh secara brutal setiap pengungsi yang bermaksud bergabung dengan kerajaan Liang namun menghadiahi mereka yang tetap setia terhadap Tang. Liu Lu Sian bahkan sempat menguntit Couw Pa Ong yang melayani tantangan Wei-ho Si-eng (Empat Orang Gagah Sungai Wei-ho) yang kesemuanya dihabisi dengan sadis. Setelahnya, gadis itu berhasil menemukan kuil tempat dimana Kam Si Ek ditawan. Tapi di tempat ini Liu Lu Sian mesti berhadapan dengan Ban-pi Lo-cia, meski keberuntungan datang saat tiba-tiba Couw Pa Ong datang dan membantu karena Kam Si Ek adalah salah satu jenderal muda Tang.Tapi kedua orang tua sakti itu membuat kesepakatan ganjil, Couw Pa Ong hanya menginginkan Kam Si Ek sedangkan Ban-pi Lo-cia tergila-gila dengan Liu Lu Sian, tetapi dengan kecerdikannya Liu Lu Sian berhasil kabur dengan Kam Si Ek, meski mengejar, dua orang tua sakti itu tidak berhasil menangkap mereka kembali, saat kabur itulah benih cinta di antara kedua muda ini tumbuh dan berkembang. Dengan meminta bantuan gubernur Li Ko Yung, Kam Si Ek melamar Liu Lu Sian ke Nan-chao, meski dengan hati sedikit enggan, Liu Gan menerima juga pilihan anaknya. Setahun setelah pernikahan itu, keduanya dikaruniai seorang putra yang diberi nama Kam Bu Song.

Di sisi lain, Kwee Seng yang menjadi setengah gila karena tekanan batin, mulai melanglang buana di kang ouw dengan perawakan seorang gelandangan sakti dan menjuluki dirinya sendiri Kim-mo Taisu. Dalam beberapa waktu saja nama ini menjadi momok dan banyak yang mulai menghubungkannya dengan pendekar muda sakti berjuluk Kim-mo Eng yang muncul beberapa tahun sebelumnya. Dalam masa itu ada perubahan penguasa kelompok pengemis setelah munculnya seorang pendekar muda sakti dari Po Hai (daerah selatan) bernama Pouw Lee Kui yang berhasil menumbangkan pimpinan terkuat kelompok pengemis daerah selatan Yu Jin Tianglo dan merebut jabatannya.

Setelah beberapa tahun hidup rukun, Liu Lu Sian mulai kembali ke watak asalnya yang egois dan mudah bosan, karena merasa terkungkung dengan kehidupan militer, dia memutuskan untuk pergi meninggalkan keluarganya dengan alasan ingin memperdalam ilmu silatnya, bahkan dia membebaskan Kam Si Ek jika sewaktu-waktu ingin mencari pengganti dirinya. Kenekatannya ini menyadarkan Kam Si Ek bahwa dia telah salah pilih jodoh, tetapi nasi sudah menjadi bubur, mengingat bahwa Kam Bu Song masih kanak-kanak dan jelas membutuhkan kasih sayang seorang seorang ibu, dia memutuskan untuk menikah kembali dengan seorang putri siucai bernama Ciu Bwee Hwa, meski sempat mendapat halangan kecil dari Giam Sui Lok, seorang teman masa kecil yang sangat mencintai Ciu Bwee Hwa. Tidak dinyana, saat Kam Si Ek menangani masalah itu, Kam Bu Song diam-diam pergi berniat menyusul ibunya.

Kwee Seng sendiri mengarahkan pengembaraannya ke Khitan untuk mencari Bayisan. Kebetulan di saat yang sama raja Khitan Kulu-khan sedang mengadakan lomba ketangkasan bagi semua perwiranya yang berniat naik pangkat atau sekadar unjuk kebolehan. Salinga, orang yang dicintai oleh putri mahkota Khitan Tayami, juga turut serta di situ. Hal ini membuat Bayisan dongkol karena dia diam-diam juga mencintai Tayami yang sebenarnya adalah adiknya sendiri mengingat dia adalah putra tak resmi raja Khitan. Dalam adu ketangkasan, Bayisan yang sombong memamerkan diri dihadapan Tayami bahwa dia jauh lebih hebat dibanding Salinga. Namun tidak disangka, Kwee Seng yang secara tidak sengaja bertemu dengan jagoan tua sakti seangkatan Bu-ke Sian-su berjuluk Bu Tek Lojin melakukan atraksi ketangkasan yang mampu mengatasi kepongahan Bayisan, meski hal itu menimbulkan decak kagum, tetapi tak urung Bayisan yang mengenali Kwee Seng menjadi keder dan melarikan diri.

Tanpa sengaja keduanya mendengar rencana buruk mengenai kudeta yang akan dilakukan oleh pangeran pertama Kubakan dan Bayisan serta pembunuhan terhadap putri Tayami. Tayami sendiri yang sedang mabuk kepayang dengan Salinga tidak sadar nyawa mereka diincar, tetapi secara diam-diam Bu Tek Lojin dan Kwee seng berhasil menggagalkan rencana itu, bahkan obat racun yang sedianya akan digunakan untuk Tayami justru mengenai Bayisan yang menyebabkan wajahnya menjadi buruk, meski karena hal itu Kwee Seng menjadi uring-uringan terhadap Bu Tek Lojin yang mempunyai ide gila itu. Sayangnya, rencana pembunuhan terhadap raja berhasil, meski pada akhirnya Tayami tetap naik takhta, tetapi pada dasarnya dia berbagi kekuasaan dengan Kubakan.

Tak lama setelah itu, Kwee Seng bertemu kembali dengan Bu Tek Lojin yang sempat membuatnya geram akibat kelakuannya memberi bubuk beracun kepada Tayami, setelah lama berdebat tanpa menemui ujung, mereka memutuskan untuk adu kesaktian. Di tengah serunya bertanding, tiba-tiba muncul Ban-pi Lo-cia yang sedang berusah menolong Bayisan. Kwee Seng yang dendamnya pada Ban-pi Lo-cia mencapai ubun-ubun tak pelak langsung berusaha menghajarnya, tetapi dihalang-halangi oleh Bu Tek Lojin yang merasa pertandingannya belum lagi selesai. Namun saat Kwee Seng mngeluarkan ilmu yang telah disempurnakan oleh Bu Kek Sian Su, Bu Tek Lojin tiba-tiba pamit dan kabur begitu saja. Kalisani yang tahu betul dengan kebusukan dalam peristiwa kematian raja memutuskan untuk pergi dari istana dan menjadi murid Bu Tek Lojin setelah secara tidak sengaja bertemu dengannya. Kwee Seng sendiri terus meneruskan pengembaraannya dengan tidak lupa melakukan ‘kegemaran’nya membela keadilan sehingga julukannya semakin lama semakin terkenal.

Liu Lu Sian yang sudah merasa bebas dari kungkungan, bertemu dengan seorang pendekar muda Tan Hui yang punya julukan mentereng Hui-kiam-eng (Pendekar Pedang Terbang). Merasa tertarik dengan ketampanan dan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki pendekar ini, dia mencoba nimbrung dalam permasalahan yang sedang dihadapi oleh pendekar yang telah menduda itu. Tan Hui sendiri sedang berurusan dengan salah satu perkumpulan pengemis besar, yaitu Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong), akibatnya, anak semata wayangnya diculik oleh perkumpulan itu. Merasa kepalang basah, dengan Liu Lu Sian yang menawarkan bantuannya, dia mendatangi langsung markas dari perkumpulan itu. Namun ternyata telah terjadi perubahan pemimpin di kaypang ini. Pouw Kee Lui, seorang muda yang sakti dari selatan berhasil menumbangkan pimpinan lama Khong-sim Kai-pang yakni Yu Jin Tianglo dan mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin baru. Sempat bersitegang dan bertempur, tetapi dihentikan oleh Pouw Kee Lui dan mengembalikan anak Tan Hui begitu menyadari ada orang hebat lain dalam ruangan itu (Bu Tek Lojin yang menyamar sebagai karung beras) yang secara diam-diam memberi bantuan kepada keduanya, serta mengetahui kalau Liu Lu Sian adalah putri dari Pat-jiu Sin-ong (Raja Sakti Berlengan Delapan) Liu Gan. Terlena dengan kecantikan serta pertolongan Liu Lu Sian, Tan Hui terbujuk oleh akal Liu Lu Sian yang pura-pura terkena jarum beracun yang tak lain miliknya sendiri. Usaha penyembuhan berubah menjadi cinta terlarang yang membuat Tan Hui khilaf dan mengajarkan ilmu peringan tubuh rahasia keluarganya kepada Liu Lu Sian yang jelas-jelas orang luar. Sempat lama memadu kasih, Tan Hui akhirnya mengetahui bahwa Liu Lu Sian adalah istri dari Jenderal besar Kam Si Ek, orang yang sangat dikaguminya. Terhimpit malu dan penyesalan, Tan Hui memutuskan untuk pergi, tetapi dihalang-halangi oleh Liu Lu Sian yang merasa kecewa muslihatnya ketahuan, pertarungan tidak terelakkan dan berakhir dengan gugurnya Tan Hui.

Sementara itu, Kam Bu Song yang terlunta-lunta berpapasan dengan jembel sakti Kwee Seng yang sedang diseret oleh 5 jagoan dari Sian-kauw-bu-koan (Perkumpulan Silat Monyet Sakti) yang sedang berurusan dengan salah satu partai pengemis. Namun kelimanya kecele setelah ternyata ketuanya, pendekar tua Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti) Liong Keng Lo-enghiong menyambutnya dengan hormat. Kwee Seng justru menawarkan bantuannya untuk mencari putri semata wayang temannya itu yang kabarnya hilang diculik oleh pemuda sakti misterius yang mengaku dirinya sebagai Kai-ong (Raja Pengemis). Penyelidikannya dia mulai dari satu tempat ramai milik salah satu kumpulan pengemis besar Ban-hwa-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Selaksa Bunga), Ban Hwa Po Koan (Rumah Judi Selaksa Bunga). Di tempat ini Kwee Seng memancing keluarnya pemilik sekaligus pimpinan dari perkumpulan pengemis ini, Koai-tung Tiang-lo (Orang Tua Tongkat Setan). Pancingannya berhasil setelah dia membuat Bandar bangkrut dan menyebabkan pimpinannya sendiri turun tangan, Kwee Seng menyanggupi tantangannya dengan syarat informasi tentang Kai-ong jika dia menang, dan dia berhasil mendapatkan informasi itu setelah dengan mudah mengalahkan Koai-tung Tiang-lo dengan telak. Kam Bu Song yang bertemu kembali dengannya setelah itu seakan saling cocok, sehingga tak lama kemudia mereka saling mengangkat guru murid. Namun dasar Kwee Seng, dia menguji keteguhan anak itu dengan menyuruhnya menyusul dirinya ke gunung Tapie-san, tempat Kai-ong berada. Kwee Seng yang lebih dulu sampai langsung dihadang oleh Sin-tung Sam-lo-kai namun itu tidak berarti apa-apa baginya yang terus merangsek hingga akhirnya bisa langsung bertemu dengan Kai-ong yang tidak lain ternyata Pouw Kee Lui. Geram dengan kenyataan bahwa dia tidak bisa berbuat banyak karena ternyata Liong Bi Loan telah diperistri oleh Pouw Kee Lui serta kekejiannya membantai banyak pimpinan kaypang, Kwee Seng menantangnya bertanding. Dasar licik, tahu bahwa tidak ada jaminan kemenangan, Pouw Kee Lui menjanjikan pertandingan di malam buta 3 hari kemudian di puncak Tapie-san, dan Kwee Seng menyanggupinya. Sementara dia menunggu hari yang dijanjikan, Kwee Seng mulai mengajari Kam Bu Song ilmu Samadhi dan olah gerak, meski hal itu dilakukannya secara tersamar karena Kam Bu Song sudah kadung benci dengan segala ilmu kanuragan yang dianggapnya sumber dari segala kekejian.

Tak dinyana, tak lama kemudian, Liu Gan yang sedang mencari Liu Lu Sian karena mencuri Sam-po-cin-keng (3 Kitab Pusaka) miliknya, lewat tempat itu dan bertemu dengan Kwee Seng. Lama tidak bertemu, keduanya bercengkerama dan beradu kesaktian masing-masing, saat itulah Kam Bu Song yang tahu kedatangan kakeknya segera kabur karena takut di bawa ke selatan. Terdorong lapar, dia menawarkan diri bekerja pada sebuah keluarga aneh yang tinggal di sisi lain Tapie-san, meski agak mendongkol dengan syaratnya yang harus mengambil air dari sisi gunung yang lain, Kam Bu Song tetap gigih melakukan syarat itu demi harga dirinya. Pada angkatan terakhir, Kam Bu Song melihat gurunya yang sedang bertanding melawan keroyokan Pouw Kee Lui yang dibantu oleh Hwa-bin-liong (Naga Muka Kembang), Sin-ciang-hai-ma (Kuda Laut Bertangan Sakti), Ban-pi Lo-cia, Ma Thai Kun, Lauw Kiat (murid Ban-pi Lo-cia), dan sisa dari Sin-tung Sam-kai (Tiga Pengemis Tongkat Sakti). Di sinilah mereka menyadari bahwa dengan keroyokan inipun ternyata masih sangat sulit untuk bisa menumbangkan Kwee Seng, hingga pada saat kritis, muncullah Pat-jiu Sin-ong Liu Gan yang langsung menyerbu Ma Thai Kun dan langsung kabur begitu menyadari tidak akan bisa menang melawan suhengnya itu. Keberuntungan Pouw Kee Lui semakin tipis saat tiba-tiba Ban-pi Lo-cia juga ikutan kabur setelah sempat bentrok dengan Couw Pa Ong yang datang belakangan. Menyadari kekalahan di depan mata, Pouw Kee Lui dengan tanpa rasa malu kabur dari gelanggang meninggalkan teman-temannya yang telah menjadi mayat.

Kekagetan Kwee Seng ternyata tidak berhenti di situ, Khu Gin Lin, yang muncul bersama seorang anak perempuan, disangkanya Ang-siauw-hwa Khu Kim Lin yang hidup kembali, tetapi setelah dijelaskan duduk perkaranya, Kwee Seng seperti tidak bisa menampung kebahagiaan saat tahu dia ternyata mempunyai seorang istri dan anak perempuan yang cantik bernama Eng Eng. Di sini pula dia akhirnya tahu bahwa Couw Pa Ong ternyata paman dari Khu Gin Lin. Kam Bu Song sendiri yang takut akan dikembalikan ke keluarganya dijanjikan oleh Kwee Seng untuk tinggal dengannya.

Beralih ke Liu Lu Sian yang meneruskan keliarannya setelah berhasil mencuri kitab pusaka milik ayahnya. Sial dia harus bertemu dengan Bu Tek Lojin serta muridnya Kalisani. Bu Tek Lojin yang angin-anginan justru mengadu Kalisani dengan Liu Lu Sian untuk menguji kehebatan ilmunya, tetapi dasar Kalisani berpantang melukai wanita, dia justru dibikin babak belur oleh Liu Lu Sian. Marah melihat hal itu, Bu Tek Lojin memaksa Kalisani mengeluarkan semua ilmu andalan yang diberikannya. Sadar tidak akan menang, Liu Lu Sian menggertak Bu Tek Lojin akan memanggil Bu Kek Sian Su, gertakannya berhasil dan Bu Tek Lojin segera angkat kaki dari tempat itu. Tak lama kemudian wanita ini bertemu dengan seorang pemuda bau kencur murid Siauw-lim-pai, Yap Kwan Bi, yang segera terbius oleh kecantikan wanita ini. Dengan muslihatnya, Liu Lu Sian memaksa Yap Kwan Bi membantuny mencuri sebuah kitab sakti Im-yang-tiam-hoat (ilmu menotok jalan darah) di Siauw-lim-pai serta rahasia ilmu awet muda milik bibi gurunya, Su Pek Hong nikouw. Sayangnya Yap Kwan Bi tertangkap dan itu membuat Liu Lu Sian nekat membuat kegaduhan di Siauw-lim-pai. Akibat dari kegaduhan itu, selain berhasil mencuri sebuah kitab, dia juga berhasil membawa kabur Yap Kwan Bi meski dalam keadaan terluka parah. 4 pendekar Siauw-lim-pai yang diutus mengejar hanya sisa satu yang kembali dengan selamat, Yap Kwan Bi sendiri yang akhirnya mengetahui bahwa Liu Lu Sian adalah Tok-siauw-kwi menjadi setengah gila karena menyesal dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Liu Lu Sian yang merasa patah arang terhadap laki-laki justru menjadi semakin licik dan mengerikan. Setelah berhasil menipu Su Pek Hong untuk memberitahu rahasia ilmu awet muda I-kin-swe-jwe (Ganti Otot Mencuci Sumsum), dia bahkan berani menyatroni Go-bi-pai dan merebut Cap-sha-seng-keng (Kitab Ilmu Tiga Belas Bintang) serta di Hoa-san-pai merampok Pek-giok-kiam (Pedang Pusaka Kumala Putih). Tak berhenti di situ, dia bahkan menantang ahli pedang nomor satu di kang-ouw, Kim Leng Tosu, ketua Kong-thong-pai, meski tidak sampai bisa mengalahkannya. Sakti, cantik, jumawa, dan ambisius, dalam 10 tahun berikutnya Liu Lu Sian malang melintang di rimba persilatan menebar teror dan kekejaman, namanya menjulang dan ditakuti bahkan melebihi nama besar ayahnya sendiri, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.

Secara tak sengaja, Liu Lu Sian menyelamatkan pangeran Lie Kong Hian dari kerajaan Hou-han yang sedang diserang oleh beberapa pemberontak. Hal ini membawanya ke istana dan menjadi pengawal pangeran itu. Meski sempat berselisih dengan selir ke-7 Coa Kim Bwee, tetapi dengan kesaktiannya dia menundukkan selir itu yang kemudian bahkan menjadi ‘partner’ sekaligus muridnya dalam berbuat kesesatan. Liu Lu Sian semakin tak terkendali setelah dianugerahi jabatan pelindung dalam oleh raja Hou-han. Beberapa pangeran dan panglima bertekuk lutut dan menjadi piaraannya, termasuk di antaranya panglima muda Cu Bun. Namun ketenangannya sontak terusik saat pimpinan pemberontak Sin-jiu Couw Pa Ong membunuh Cu Bun dan menantangnya, meski tidak sampai mati, keduanya saling melukai, kedatangan beberapa orang dari pihak Liu Lu Sian membuat Couw Pa Ong mundur dari gelanggang.

Setelah beberapa waktu terlewat, Kwee Seng hidup tenang di puncak Min-san dengan istrinya Khu Gin Lin, Eng Eng putrinya, serta muridnya Kam Bu Song yang kini telah berusia 21 tahun. Namun ketenangan itu agaknya harus terusik saat Couw Pa Ong tiba-tiba datang dan mengajak Kwee Seng berbicara serius mengenai perjuangan melawan pemerintah. Kelengahan itu menyebabkan Kwee Seng gagal menyelamatkan istrinya yang harus kehilangan nyawa karena diserang orang misterius, penyerangnya sendiri tak luput tewas di tangan Kwee Seng, meski begitu, sebelum meninggal Khu Gin Lin sempat berpesan agar menjodohkan Kam Bu Song dengan Eng Eng. Couw Pa Ong hanya menanggapi dingin hal ini, meski kemudian senang mendengar Kwee Seng akan menuntut balas kematian istrinya, yang berarti setidaknya ikut membantu perjuangannya. Setelah mengungkapkan keinginan terakhirnya kepada Kam Bu Song, Kwee Seng lantas pergi ke kotaraja untuk pendaftaran sarjana bagi Kam Bu Song serta informasi mengenai pembunuh istrinya. Kam Bu Song sendiri yang memutuskan untuk bekerja berhasil menyelamatkan induk dan anak dari burung raksasa hek-tiauw (Rajawali Hitam).

Beralih ke Kam Si Ek, setelah mengetahui bahwa gubernur Shan-si, Li Ko Yung, ternyata memiliki ambisi pribadi, dia berniat untuk mundur, tetapi tiba-tiba datang serbuan dari Khitan yang dipimpin oleh suami-istri Salinga dan Tayami. Sejak semula, oleh raja Kubakan penyerbuan ini memang diarahkan untuk kematian keduanya. Keduanya memang benar-benar terbunuh, tetapi oleh pengkhianatan dari pihak Khitan sendiri. Kam Si Ek—yang berhasil memenangi pertempuran ini—begitu salut dengan kegagahan Tayami dan menyelamatkan putri mereka satu-satunya, Yalina. Bahkan mengangkatnya sebagai anak, meski selain Kam Bu Song dia sendiri telah punya 2 anak lagi yaitu Kam Bu Sin dan Kam Sian Eng. Kam Si Ek sama sekali tidak mengetahui bahwa anak angkatnya adalah putri mahkota Khitan.

Kwee Seng yang sedang berpamitan kepada Eng Eng didatangi oleh Couw Pa Ong dan terlibat perdebatan seru yang baru berakhir saat Bu Tek Lojin tiba-tiba muncul dan duel dengan keduanya. Di tengah duel yang seru, tiba-tiba terdengar suara kecapi (khim), suara ini tak pelak membuat Bu Tek Lojin dan Couw Pa Ong melarikan diri sejauh-jauhnya. Kwee Seng yang menyadari kehadiran gurunya, Bu Kek Sian Su, segera menggandeng anaknya menemui orang yang sangat dikaguminya itu. Sayangnya, Kwee Seng tidak bisa menuruti saran gurunya itu yang mendorongnya meninggalkan dendam, meski dia sendiri menyanggupi untuk menghadap Bu Kek Sian Su suatu saat kelak. Tak lama, dia sendirian mendatangi istana Hou-han untuk memastikan pembunuh istrinya. Pertemuannya kembali dengan Liu Lu Sian membangkitkan kembali kenangan lamanya. Sempat bertarung seharian dan hanya menang tipis, Kwee Seng justru akhirnya membela Liu Lu Sian mati-matian dari serbuan orang-orang yang mendendam padanya. Meski akhirnya terluka parah, Liu Lu Sian justru tersentuh dan membawanya pergi untuk diobati.

Malang tak dapat ditolak, benih cinta yang bermekaran antara Kam Bu Song dan Eng Eng berakhir dengan tragis. Terdorong rasa senang yang berlebih, Eng Eng melanggar larangan ayahnya dan naik ke puncak gunung, Kam Bu Song yang tidak pandai silat tentu tidak mampu mengejarnya. Akibatnya dia terlambat saat mengetahui tunangannya itu dikeroyok oleh gerombolan kera raksasa, meski telah susah payah diselamatkan, tetapi Eng Eng tetap saja terjatuh ke jurang. Kalap melihat itu, Kam Bu Song menyusulnya, burung rajawali hitam yang berusaha menyelamatkan justru tewas tertimpa keduanya. Dalam keadaan terluka parah, dan sadar hidupnya tidak lama, Eng Eng meminta Kam Bu Song menikahinya, nyawanya melayang sesaat setelah keduanya bersumpah, Kam Bu Songpun pingsan. Shock melihat anaknya yang telah meninggal, rambut Kwee Seng memutih seketika itu juga, dengan kalap dia melenyapkan seluruh kera raksasa yang tinggal di puncak gunung. Dia kemudian menyuruh Kam Bu Song turun gunung untuk mengikuti ujian sarjana di kerajaan Cao Muda.

Liu Lu Sian yang mulai menyesali kehidupannya terus mendapatkan gangguan dari musuh-musuhnya, tetapi justru dia kelepasan membunuh 2 orang saat bertemu dengan putra semata wayangnya. Sadar melakukan hal tak pantas di depan anaknya, diapun histeris dan melarikan diri, meski anaknya tidak sadar telah berhadapan dengan ibu kandungnya. Nasib mempertemukannya dengan Bu Kek Siansu yang sempat diserangnya karena dianggap salah satu pengejarnya. Namun kesabaran dan kesaktian kakek tua ini-lah yang menyebabkan Liu Lu Sian merasa sangat malu dan akhirnya mengakui semua perbuatannya, ungkapan penyesalan yang ditanggungnya waktu belakangan ini.

Kam Bu Song sendiri secara tidak sengaja berjumpa dengan Ciu Gwan Liong, pemegang kitab, saudara dari sastrawan Ciu Bun, pemegang warisan suling emas dari Bu Kek Siansu. Melihat watak pemuda itu yang bersih, Ciu Gwan Liong merasa dia cocok menjadi pewaris kitab dan suling emas kakaknya, dan diapun menyerahkan kitab itu sembari berpesan agar Kam Bu Song mencari kakaknya di pulau Lam-hai. Lalu muncullah beberapa orang yang menginginkan kitab itu dengan memaksa Ciu Gwan Liong, tetapi urusannya bertambah runyam saat Couw Pa Ong juga datang dengan maksud yang sama, tentu saja beberapa orang tadi bukan tandingannya, meski sempat terungkap bahwa Couw Pa Onglah dalang kematian Khu Gin Lin sebenarnya. Ingin memperpendek masalah, Ciu Gwan Liong berusaha bunuh diri, meski Couw Pa Ong berusah menolong namun sia-sia. Kam Bu Song meneruskan niatnya ke kotaraja untuk menjadi sarjana, tetapi kandas karena kurangnya uang suap yang diserahkan. Namun tidak dinyana ternyata pangeran Suma Kong, pengawas perpustakaan Negara, tertarik dengan kemampuan sastra dan tulisannya sehingga secara khusus mengangkatnya sebagai pegawai. Meski muak dengan segala penyelewengan yang dilakukan majikannya, Kam Bu Song bertahan demi jerih payah gurunya, juga demi cintanya kepada putri majikannya, si jelita Suma Ceng. Kemiripan Suma Ceng dengan mendiang Eng Eng membuatnya terlena dan terjadilah perbuatan yang tidak semestinya, padahal Suma Ceng sudah ditunangkan dengan panglima muda pangeran Kiang Ti. Hal ini diketahui oleh Suma Boan, kakak Suma Ceng, yang murka dan menyiksa Kam Bu Song. Beruntung sebelum dieksekusi Kwee Seng datang dan menyelamatkannya. Sadar akan kesalahan prinsipnya, Kam Bu Song lalu bertekat mempelajari silat dari gurunya selain ilmu sastra yang telah dikuasainya. Dasar bakat baik, hanya dalam 2 tahun saja Kam Bu Song telah berkembang menjadi pendekar muda pilih tanding.

Tak berapa lama kaisar Cao Muda mangkat dan digantikan oleh putranya yang baru berusia belia sehingga dikendalikan oleh ibunya. Beberapa pejabat dan panglima yang kurang puas kemudiian berencana mengangkat panglima Cao Kuang Yin sebagai kaisar, hal ini didukung oleh Couw Pa Ong mengingat Cao Kuang Yin adalah keturunan panglima negeri Tang. Meski mengiyakan tujuan ini, Kwee Seng yang datang kemudian sebenarnya bertujuan mengejar Couw Pa Ong yang menjadi biang kematian istrinya. Namun dengan kecerdikannya dia berhasil lolos. Cao Kuang Yin sendiri kemudian menjadi kaisar yang dipuja rakyat karena kebaikannya.

Kam Bu Song pergi ke pulau Pek-coa-to atas perintah gurunya untuk mencari pemegang sulung emas, sastrawan Ciu Bun, seperti yang diamanatkan mendiang Ciu Gwan Liong. Ternyata tidak mudah untuk ke pulau itu mengingat rumor yang menunjukkan keangkerannya. Namun dengan tekad penuh Kam Bu Song berhasil menemui Ciu Bun dan benar-benar diwarisi suling emas, sedangkan kitab itu sendiri yang sebenarnya sudah dihapal di luar kepala oleh Kam Bu Song diminta oleh Ciu Bun untuk dipelajari syairnya. Di pulau ini pula dia bertemu dengan dua murid Couw Pa Ong, Kiu-ji dan Ciu-ji, yang gila namun sakti luar biasa. Dengan susah payah Kam Bu Song berhasil meninggalkan pulau itu dan berencana menemui gurunya di kerajaan Sung yang baru berdiri.

Di sisi lain, Suma Ceng yang dianggap mencemarkan nama keluarga hampir saja dibunuh oleh ayahnya, tetapi dicegah oleh Suma Boan, sebagai gantinya, Suma Ceng harus mau menikah dengan seorang pangeran King Ti yang miskin. Tapi siapa sangka pergantian kekuasaan di Cao Muda yang menjadi Sung justru melejitkan pamor Kiang Ti yang tak lain keponakan Cao Kuang Yin, raja pertama Sung. Suma Kong lantas pensiun dan tinggal di kota An-sui. Kam Bu Song sendiri bertemu dengan Bu Tek Lojin yang menantangnya bermain catur demi memperebutkan suling emas. Namun mengetahui Kam Bu Song adalah murid Kwee Seng, diapun memaksanya bertanding. Sempat merampas suling emas, tetapi malah uring-uringan karena tidak bisa meniupnya. Dengan cerdik Kam Bu Song merelakan membuka rahasia gabungan syair dan suling untuk bisa mengetahui keampuhan suling emas. Tak dinyana, Bu Tek Lojin justru menjadi seperti tidak waras saat menghafal syair terakhir gubahan Bu Kek Siansu dan menyuruh Kam Bu Song mengiringinya dengan suling. Perubahan suasana hati yang mendadak membuat Kam Bu Song sedikit bingung, apalagi saat tiba-tiba Bu Tek Lojin menyuruhnya melakukan gerakan silat Pat-sian Kiam-hoat yang dipadukan dengan suling. Ternyata jurus-jurus itu disempurnakan oleh Bu Tek Lojin. Tahu bahwa dia baru saja memperoleh anugerah besar, Kam Bu Song tidak lupa adat untuk memberikan penghormatan sebelum meneruskan perjalanannya.

Kwee Seng sendiri pergi bersama pasukan Sung yang ditugaskan untuk membendung bangsa Khitan, tetapi tujuan sebenarnya adalah Ban-pi Lo-cia dan antek-anteknya. Namun tiba-tiba muncul tantangan dari Couw Pa Ong, meski sempat diingatkan oleh beberapa panglima dan pelukis aneh Gan Siang Kok tentang kemungkinan kecurangan, Kwee Seng tetap saja menyanggupi tantangan itu. Benar adanya, Kwee Seng dikeroyok oleh Couw Pa Ong yang secara tak terduga bersekutu dengan Ban-pi Lo-cia, Pouw Kee Lui Kai-ong, serta Lauw Kiat. Namun justru dalam pengeroyokan itu Kwee Seng berhasil menewaskan Ban-pi Lo-cia meski dia harus terluka parah terkena pukulan Couw Pa Ong. Kam Bu Song yang muncul memberi bantuan membuat sisa pengeroyok kabur. Sebelumnya Kam Bu Song sempat bersua dan bertempur dengan Bayisan yang kini berjuluk Hek-giam-lo (Si Topeng Tengkorak) dan bersenjatakan hui-to serta sabit. Namun dengan mudah dia mengalahkannya.

Setelah sempat berbincang mengenai pengalaman Kam Bu Song, ternyata Bayisan kembali lagi demi membalas kematian gurunya, dia ditemani olek pengeroyok lain yang sebelumnya kabur. Lauw Kiat yang mempunyai jiwa satria menantang Kwee Seng satu lawan satu, tetapi dengan ringan dipatahkan perlawanannya dan kakinya dibuntungi. Tiga yang lain segera mengeroyok, tetapi Kwee Seng melarang keras kam Bu Song membantunya, hingga akhirnya dia tidak tahan dan turun tangan saat gurunya kepayahan adu sinkang melawan 3 orang sekaligus. Masuknya Kam Bu Song membuat tinggal Couw Pa Ong yang yang berhadapan dengan Kwee Seng, hingga di saat puncak terjadi ledakan tenaga dan membuat Couw Pa Ong linglung akibat terluka berat. Bayisan dan Pouw Kee Lui segera melarikan diri setelah itu. Namun tak lama Bayisan kembali lagi bersama kelompok Hui-to-pang begitu mengetahui Kwee Seng ternyata juga terluka sangat parah. Kam Bu Song yang mencoba menghadang terluka pundak kirinya. Tak ingin berlarut-larut, Kwee Seng keluar lagi dan menampakkan kesan tidak terluka sama sekali, upaya itu berhasil dan pengeroyoknya kabur. Namun itu adalah tenaga terakhir yang dimilikinya, segera dia ambruk setelah itu. Setelah sempat menyuruh muridnya bersumpah berada dalam jalan kebenaran, dia menghembuskan napas terakhir dengan senyuman. Atas nama penghormatan, Kam Bu Song menguburnya di puncak Tai-hang-san bersama ribuan pejuang yang gugur dari 2 kerajaan.

Sedih karena merasa sendiri, dia memutuskan mencari belahan hatinya di kotaraja, tetapi lagi-lagi dia menemukan kepahitan saat mendengan Suma Ceng ternyata telah menikah dengan seorang pangeran dan mempunyai 2 orang anak. Secara kebetulan dia bertemu dengan Lo-enghiong Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti) Liong Keng yang dimaki-maki oleh anggota pengemis baju bersih. Kedatangan Kam Bu Song yang kini lebih suka dipanggil Kim-siauw (si Suling Emas) malah menimbulkan salah paham dan terjadilah perselisihan kecil di antara mereka, bahkan Yu Kang, putra mendiang kepala Kai-pang Yu Jin Tianglo, ikut nimbrung. Tapi salah paham itu malah berujung kesepakatan untuk bersatu menumbangkan Pouw Kee Lui Kai-ong, meski Kam Bu Song tidak setuju bila dilakukan dengan cara pengeroyokan. Namun demi melihat satu persatu anggota pengemis itu dibantai oleh Pouw Kee Lui, akhirnya dia turun tangan juga. Saat dalam suatu gebrakan senjata Pouw Kee Lui berhasil dipatahkan oleh Kam Bu Song, anggota pengemis lain segera memanfaatkan hal itu dengan mengeroyoknya. Pouw Kee Lui memang terluka sangat parah, tetapi Liong Keng harus menebus dengan nyawanya. Setelah Pouw Kee Lui berhasil ditumbangkan, para anggota pengemis lain segera mengangkat Yu Kang sebagai ketua Kai-pang yang baru.

Saat melanjutkan perjalanannnya, Kam Bu Song malah secara tidak sengaja membebaskan putra mahkota yang baru berusia 2 tahun dari penculikan 3 pembantu Couw Pa Ong. Hal ini menyebabkan dia dianugerahi beberapa keistimewaan dari raja, meski ditinggalkannya juga karena dia tidak betah dalam istana. 3 pembantu itu sendiri akhirnya pulang ke pulau Pek-coa-to, tetapi yang ditemukan adalah jasad Couw Pa Ong dan sastrawan Ciu Bun yang telah dingin, rupanya kedua orang tua yang bersahabat itu menemukan pencerahan setelah mendiskusikan kitab syair milik Bu Kek Siansu dan meninggal dalam ketenangan. Sayangnya, Bhe Kiu dan Bhe Ciu, dua murid Couw Pa Ong yang sakti namun tidak waras, menjadi lepas kendali dan berhasil keluar pulau. Kelak 2 orang ini akan dikenal sebagai bagian dari Thian-te Liok-koai (Enam Iblis Dunia).

Kam Bu Song meneruskan perjalanannya menuju kediaman kakeknya di Nan-cao, tetapi dia lebih memilih cara santai sambil menebar kebaikan di semua tempat yang disinggahinya seperti yang dipesankan oleh mendiang gurunya. Dalam 5 tahun, namanya menjulang menjadi pembela keadilan yang disegani. Tapi sesampainya di Nan-cao, dia mesti berurusan dulu dengan beberapa orang karena dianggap mata-mata Sung. Tapi justru karena eperselisihan itulah dia bertemu dengan kakeknya, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan. Mengetahui mempunyai cucu sakti bukan main, Liu Gan seperti kehabisan kata-kata terima kasih kepada Kwee Seng yang menurutnya sering dia kecewakan. Agak lama Kam Bu Song tinggal di Nan-cao, selain karena menuruti keinginan kakeknya yang ingin menurunkan kehebatannya kepada cucu tunggal itu, juga karena Kam Bu Song sadar di sinilah keluarganya bermuara. Di saat pendekar ini menjadi semakin hebat, di dunia persilatan juga muncul persekutuan penjahat yang tidak kalah hebatnya, Thian-te Liok-koai (Enam Iblis Dunia), musuh yang akan dihadapi Kam Bu Song di episode selanjutnya, Cinta Bernoda Darah.

(Selesai)

Tokoh-tokoh sunting

Protagonis sunting

  • Kwee Seng Kim-mo-eng (Pendekar Setan Berhati Emas) alias Kim-mo Taisu (Guru Besar Setan Emas), meninggal terluka dalam—jurus: Pat-sian-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa), Lo-hai-san-hoat (Ilmu Kipas Menaklukan Lautan), Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Pedang Tujuh Belas Bintang), Bian-sin-kun (Tangan Sakti Kapas).
  • Liu Gan Pat-jiu Sin-ong (Raja Sakti Berlengan Delapan) -- jurus: Coan-im-I-hun-to (Ilmu Kirim Suara Pengaruhi Semangat Lawan), Pat-mo-kiam (Pedang Delapan Iblis), Beng-kong-tong-te (Sinar Terang Menggetarkan Bumi)
  • Kam Si Ek
  • Kam Bu Song Kim-siauw-eng (Pendekar Suling Emas), putra Kam Si Ek, murid Kwee Seng – jurus: Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti), Cap-jit-seng-kun (Ilmu Silat Tujuh Belas Bintang), Pat-sian Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa), Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Mengacau Lautan),
  • Kam Bu Sin, putra Kam Si Ek, adik Kam Bu Song
  • Kam Sian Eng, putri Kam Si Ek
  • Khu Gin Lin si Nenek Neraka Bumi, istri Kwee Seng, tewas karena serangan gelap
  • Kwee Eng atau Eng Eng, putri Kwee Seng, istri Kam Bu Song, meninggal terluka dalam
  • Bu Tek Lojin (Kakek Tua Tak Terkalahkan) – jurus: Khong-in-ban-kin (Awan Kosong Selaksa Kati)
  • Kalisani, panglima tua Khitan, murid Bu Tek Lojin – jurus: Kim-lun-sin-hoat (Ilmu Sakti Roda Emas),
  • Tayami, putri mahkota Khitan, tewas oleh Bayisan
  • Salinga, suami Tayami, tewas oleh Bayisan
  • Yalina atau Lin Lin, putri Tayami, putri angkat Kam Sian Ek
  • Bu Kek Siansu, cameo
  • Gan Siang Kok
  • Ciu Bun, sastrawan, meninggal di usia tua
  • Suma Ceng, putri Suma Kong
  • Cao Kuang Yin Sung Thai Cu, kaisar Song
  • Yu Kang, putra Yu Jin Tianglo, ketua baru Kai-pang

Antagonis sunting

  • Liu Lu Sian Tok-siauw-kwi (Setan Kecil Beracun), putri Liu Gan, istri Kam Si Ek – jurus: Hwa-kiamhoat (Ilmu Pedang Kembang), Sin-coa-kun (Silat Ular Sakti), Pat-mo Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis), Im-yang-ci (Totokan Im Yang),
  • Ma Thai Kun, sute Liu Gan – jurus: Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah), Cui-beng-ciang (Tangan Pengejar Nyawa)
  • See-liong-sam-ci-moi (Tiga Enci Adik Naga Barat), tewas oleh Liu Lu Sian
  • Ban-pi Lo-cia (Dewa Locia Berlengan Selaksa), tewas oleh Kwee Seng—jurus: Hek-see-ciang (Tangan Pasir Hitam)
  • Bayisan Hek-giam-lo (Maut Hitam), panglima muda Khitan, murid Ban-pi Lo-cia – jurus: Cap-sha-hui-to (Tiga belas Golok Terbang)
  • Lauw Kiat, murid Ban-pi Lo-cia
  • Couw Pa Ong Sin-jiu (Tangan Sakti) alias Kong Lo Sengjin, meninggal di usia tua
  • Pouw Kee Lui Kai-ong (Raja Pengemis), ketua baru Khong-sim Kai-pang, tewas dikeroyok anggota Kai-pang
  • Hwa-bin-liong (Naga Muka Kembang), tewas oleh Kwee Seng
  • Sin-ciang-hai-ma (Kuda Laut Bertangan Sakti), tewas oleh Kwee Seng
  • Coa Kim Bwee, selir #7, murid Liu Lu Sian
  • Suma Kong, pangeran
  • Suma Boan Lui-kong-sian (Dewa Geledek), putra Suma Kong, murid Pouw Kee Lui
  • Bhe Kiu Toat-beng Koai-jin (Manusia Aneh Pencabut Nyawa), murid & pelayan Couw Pa Ong
  • Bhe Ciu Tok-sim Lo-tong (Bocah Tua Berhati Racun), murid & pelayan Couw Pa Ong

Figuran sunting

  • Liu Mo, adik Liu Gan
  • Kauw Bian, sute Liu Gan
  • Liu Hwee, putri Liu Mo
  • Khu Kim Lin Ang-siauw-hwa (Bunga Kecil Merah), tewas oleh Ban-pi Lo-cia
  • Lim-wangwe (Hartawan Lim)
  • Lai Kui Lan, suci Kam Si Ek
  • Phang-ciangkun, bawahan Kam Si Ek, tewas oleh Liu Lu Sian
  • Kian Hi Hosiang, ketua Siauw-lim-pai
  • Cheng Han Hwesio, murid I Kian Hi Hosiang
  • Cheng Hie Hwesio, murid II Kian Hi Hosiang
  • Ang Sin Tojin
  • Han Bian Ki Siauw-kim-liong (Naga Emas Muda)
  • Bhong Siat si Muka Kuning
  • Lie Kung
  • Kulu-khan, raja Khitan, tewas dikhianati
  • Kubakan, pangeran, putra Kulu-khan
  • Pek-bin Ciangkun (Panglima Muka Putih)
  • Sin-tung Sam-kai (Tiga Pengemis Tongkat Sakti), yang tertua tewas oleh Pouw Lee Kui
  • Wei-ho Si-eng (Empat Orang Gagah Sungai Wei-ho): (Houw Hwat hwesio, Liong Sin Cu, Bun-tanio, Lu Tek Gu) (tewas oleh Couw Pa Ong)
  • Ciu Bwee Hwa, istri kedua Kam Si Ek
  • Giam Sui Lok, teman kecil Ciu Bwee Hwa
  • Tan Hui Hui-kiam-eng (Pendekar Pedang Terbang), tewas oleh Liu Lu Sian — jurus: Coan-in-hui (Terbang Terjang Awan)
  • Siok Lan, calon istri Tan Hui
  • Liong Keng Lo-enghiong Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti), ketua Sian-kauw-bu-koan, tewas oleh Pouw Kee Lui
  • Liong Bi Loan, putri Liong Keng, tewas bunuh diri
  • Koai-tung Tiang-lo (Orang Tua Tongkat Setan), ketua Ban-hwa-kai-pang
  • Yap Kwan Bi, murid Siauw-lim-pai, tewas bunuh diri
  • Su Pek Hong, nikouw, bibi guru Yap Kwan Bi – jurus: I-kin-swe-jwe (Ganti Otot Cuci Sumsum)
  • Tan Liu Nio, murid Siauw-lim-pai
  • Tan Bhok, murid Siauw-lim-pai, tewas oleh Liu Lu Sian
  • Liong Kiat, murid Siauw-lim-pai, tewas oleh Liu Lu Sian
  • Lo Keng Siong, murid Siauw-lim-pai, tewas oleh Liu Lu Sian
  • Kim Leng Tosu, ketua Kong-thong-pai
  • Lie Kong Hian, pangeran
  • Cu Bian, panglima muda, tewas oleh Couw Pa Ong
  • Kui Sam
  • Ciu Tang
  • Ciu Gwan Liong, adik sastrawan Ciu Bun, pemegang Suling Emas, mati bunuh diri
  • Kiang Ti, pangeran, suami Suma Ceng

Tempat-tempat sunting

  • Nan Cao, kerajaan
  • See-ouw (Telaga Barat)
  • Liong-kui-san (Bukit Siluman Naga)
  • Fu-niu, pegunungan
  • Poki, kota
  • Paoto, kotaraja Khitan
  • Kai-feng, ibu kota propinsi Ho-nan
  • Jwee-bun, kota
  • Sin-yang, kota
  • Tapie-san, gunung
  • Min-san, gunung
  • Ting-chun, dusun
  • Cin-ling-san, gunung
  • Pek-coa-to (Pulau Ular Putih)
  • Hek-teng, dusun
  • Cou Muda, kerajaan
  • Lam-hai (Laut Selatan)
  • An-sui, kota
  • Tai-hang-san, gunung

Perkumpulan sunting

  • Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong)
  • Ban-hwa-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Selaksa Bunga)
  • Hong-ma-piauwkiok (Perusahaan Pengantar Kuda Angin)
  • Sian-kauw-bu-koan (Perkumpulan Silat Monyet Sakti)
  • Ban Hwa Po Koan (Rumah Judi Selaksa Bunga)
  • Siauw-lim-pai
  • Go-bi-pai
  • Kong-thong-pai
  • Hoa-san-pai
  • Hui-to-pang
  • Perkumpulan Teratai Merah
  • Kelompok Bunga Bangkai

Pusaka sunting

  • Beng-kong-kiam (Pedang Sinar Terang), milik Liu Gan
  • Sam-po-cin-keng (Tiga Kitab Pusaka), milik Liu Gan, lalu Liu Lu Sian
  • Toa-hong-kiam (Pedang Angin Badai), milik Liu Lu Sian
  • Lui-kong-pian (Cambuk Halilintar), milik Ban-pi Lo-cia
  • Cap-sha-seng-keng (Kitab Ilmu Tiga Belas Bintang), milik Go-bi-pai, lalu Liu Lu Sian
  • Pek-giok-kiam (Pedang Pusaka Kumala Putih), milik Hoa-san-pai, lalu Liu Lu Sian
  • Kim-siauw (Suling Emas), milik Bu Kek Siansu, lalu Ciu Bun, lalu Kam Bu Song

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting