Suharnoko Harbani

menteri perindustrian Indonesia

Marsekal Madya TNI (Purn.) Suharnoko Harbani (30 Maret 1925 – 5 November 2001), adalah Menteri Perindustrian Indonesia pada Kabinet Dwikora II dan Kabinet Dwikora III pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Ia juga mantan anggota Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan pelaku sejarah dari TNI AU dalam penyerangan melalui udara diwilayah tangsi-tangsi Belanda di Kota Semarang, Salatiga dan Ambarawa pada tahun 1947.[1][2] dengan pangkat terakhir Marsekal Madya TNI. Suharnoko Harbani juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kamboja.[3]

Suharnoko Harbani
Menteri Perindustrian Ringan Indonesia
Masa jabatan
24 Februari 1966 – 25 Juli 1966
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
M. Jusuf
Pengganti
M. Jusuf
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1925-03-30)30 Maret 1925
Tegalsari, Banyuwangi
Meninggal5 November 2001(2001-11-05) (umur 76)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Suami/istriNy. Maemunah Supardi Suharnoko Harbani (Almh)
Anak1. Harry Suharnoko Harbani
2. Andri Suharnoko Harbani
3. Maya Suharnoko Harbani
4. Hudi Suharnoko Harbani.
Alma materSekolah Penerbang A-1 (1945-1946)
Karier militer
Dinas/cabang TNI Angkatan Udara
Pangkat Marsekal Madya TNI
SatuanKorps Penerbang (Tempur)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Saat ini nama beliau oleh TNI Angkatan Udara diabadikan menjadi nama Pangkalan Udara TNI AU di daerah Tarakan, Kalimantan Utara, dan menjadi Lanud Suharnoko Harbani.

Riwayat Hidup sunting

 
Makam Suharnoko Harbani di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Pelaku Penyerangan Markas Belanda Di Ambarawa sunting

Marsdya TNI (Purn) Suharnoko Harbani adalah seorang Kadet yang melakukan pengeboman markas Belanda di Ambarawa menggunakan pesawat cureng pada 29 Juli 1947 silam. para Penerbang AU, Kadet Penerbang Mulyono, Sutarjo Sigit, dan Suharnoko Harbani, mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Mereka melakukan serangan udara pada pagi hari ke kubu pertahanan Belanda di Semarang, Ambarawa dan Salatiga. Serangan udara itu merupakan operasi udara pertama kali, dan menjadi cikal bakal operasi udara yang terus dikembangkan TNI AU. Kemudian, gugurnya perintis dan pendahulu TNI AU, Komodor Udara Agustinus Adisucipto dan Komodor Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo, yang sedang melakukan misi kemanusiaan, membawa obat-obatan bantuan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia.[4]

Lapangan Terbang Maguwo menjadi saksi bisu peristiwa 71 tahun silam. Selasa subuh, 29 Juli 1947 para pemuda penerbang Indonesia sibuk mempersiapkan serangan ke tangsi militer Belanda di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Empat pesawat direncanakan melakukan operasi udara, namun saat akan terbang, hanya tiga pesawat yang siap dipasangi bom. Hal itu dikerjakan siang malam oleh para teknisi.

Deru mesin pesawat pagi itu memecahkan lapangan Udara Maguwo. Pesawat Guntai dan dua pesawat Cureng secara beruntun terbang meninggalkan Maguwo. Pesawat Guntai dipiloti Kadet Udara 1 Mulyono, didampingi Air-Gunner Dulrahman tinggal landas terlebih dahulu. Disusul dua pesawat Cureng yang diawaki Kadet Udara 1 Sutarjo Sigit, berpasangan dengan Air-Gunner Sutarjo. Juga Kadet Udara 1 Suharnoko Harbani dengan Air-Gunner Kaput.

Kaca Cockpit pesawat dilepaskan, badan dan sayap diberi cat warna hijau militer. Sedangkan modifikasi mengutamakan pada mekanisme untuk menjatuhkan bom, yang digantungkan di kedua sayap pesawat. Bom beratnya masing masing 50 kg. Kadet Mulyono diperintah menyerang tangsi Belanda yang berada di Semarang. Menggunakan pesawat pembom tukik “driver Bomber” Guntai berkekuatan 850 daya kuda. Pesawat berkecepatan jelajah 265 km/ jam dibebani 400 kg. Dilengkapi dua senapan, disayap dan dibelakang penerbang. Berperan sebagai penembak udara, Dulrahman.

Dengan menggunakan penerangan lampu senter dibarengi kode-kode dari sesama penerbang, akhirnya pesawat berhasil diterbangkan. Ketika malam masih menyelimuti kota, bom telah dijatuhkan ke tangsi militer. Misi selesai, sesegera mungkin kembali ke pangkalan udara Maguwo dengan terbang rendah dan mendarat jam enam pagi.

Sekolah Penerbang Angkatan ke-1 sunting

Ia merupakan alumni Sekolah Penerbang Angkatan ke-1 tahun 1945-1946[5], meluluskan 29 Penerbangan diantaranya Komodor (Anumerta) Iswahjoedi, Marsda TNI (Anumerta) Prof. Abdulrahman Saleh, Opsir Udara I (Anumerta) Husein Sastranegara, Maradya TNI H. Sujono dan Kapten Udara (Anumerta) Muljono.

Referensi sunting

Dalam budaya populer sunting

Pranala luar sunting

Jabatan politik
Didahului oleh:
M. Jusuf
Menteri Perindustrian Ringan
1966
Diteruskan oleh:
M. Jusuf
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Boediardjo
Duta Besar Indonesia untuk Kamboja
1968–1971
Diteruskan oleh:
Hartono Rekso Dharsono