Spiroket (spirochete, spirochaeta) adalah bakteri gram-negatif, bergerak, berbentuk ramping dan berlekuk-lekuk.[1] Bakteri dengan morfologi unik ini banyak ditemukan di dalam lingkungan akuatik dan hewan.[1] Sel spiroket tersusun atas protoplasma silinder yang ditutup dengan membran dan dinding sel.[1] Bagian endoflagela dan protoplasma silinder akan dibungkus dengan berlapis-lapis membran (multilayer) yang bersifat fleksibel.[1] Membran ini disebut sebagai lapisan terluar (bahasa Inggris: outer sheat).[1]

Treponema pallidum, salah satu bakteri yang tergolong spirochetes.

Motilitas (pergerakan)

sunting

Motilitas atau pergerakan bakteri ini diatur oleh satu atau beberapa flagela yang ada di setiap bagian kutub bakteri tersebut.[2] Pada spirochetes, flagelata nya berlokasi di periplasma sel dan disebut sebagai endoflagela [2] Spirochetes memiliki model motilitas yang unik.[2] Endoflagela yang dimilikinya terdapat pada bagian ujung bakteri ini dan dapat mengalami pemanjangan hingga 2/3 panjang sel.[2] Bakteri ini bergerak dengan gerakan merenggangkan atau melenturkan dengan memanfaatkan rotasi endoflagela.[2] Ketika kedua endoflagela berotasi dengan arah yang sama dan protoplasma silinder bergerak dengan arah yang berlawanan maka sel spirochetes dapat bergerak atau berpindah.[2]

Klasifikasi

sunting

Berdasarkan habitat, patogenisitas, filogenik, serta sifat morfologis dan fisiologisnya, spirochetes dapat dibedakan menjadi 8 genus.[1]

Spirochaeta dan Christispira

sunting

Spirochaeta memiliki ciri-ciri anaerobik dan aerobik fakultatif serta dapat hidup bebas di lingkungan akuatik seperti air dan lumpur sungai, danau, lautan, dan tambak.[1] Contohnya adalah S. plicatilis yang banyak terdapat di air tawar dan habitat lautan yang mengadung H2S.[1] Contoh lainnya adalah S. stenostrepa dan S. aurantia.[1] Sementara itu, Christispira tersebar pada beberapa bentuk kristal dari hewan moluska seperti tiram dan kerang.[1] Apabila hewan moluska tersebut bergerak atau berotasi maka kehadiran bakteri Christispira dapat diamati secara langsung.[1] Hal ini dikarenakan ukuran tubuhnya bakteri tersebut tergolong cukup besar.[1]

Treponema

sunting

Treponema adalah golongan spirochetes yang bersifat anaerobik dan merupakan parasit pada manusia dan hewan (disebut juga bakteri komensal)[3] Contoh spesies Treponema adalah T. pallidum, T. denticola, T. primita, T. azotonutricium, T. saccharophilum, dan lainnya.[3] T. pallidum merupakan penyebab penyakit sifilis. Spesies ini berdiameter 0.2 µm, bersifat mikroaerofil, dan memiliki sistem sitokrom.[3] T. denticola merupakan salah satu bakteri komensal pada rongga mulut manusia yang dapat memfermentasikan asama amino seperti sistein dan serin untuk pembentukan asam asetat, CO2, NH3, dan H2S. Spesies T. saccharophilum dapat hidup pada organ pencernaan ruminansia berupa rumen yang bersifat anaerob.[1] Bakteri ini berperan dalam konversi polisakarida tanaman menjadi asam lemak volatil sebagai sumber energi hewan ruminansia.[1] T. saccharophilum dapat memfermentasi pektin, pati, inulin, dan polisakarida tanaman lainnya.[1]

Leptospira dan Leptonema

sunting
 
Hasil fotomikrograf dari ginjal penderita leptospirosis.

Kedua genus ini terdiri dari bakteri-bakteri aerob yang meneggunakan asam lemak rantai panjang, seperti asam oleat sebagai sumber karbon dan donor elektron. Karakteristik Leptospira adalah tipis, melilit, dan biasanya salah satu ujungnya membengkok membentuk kait. Hewan rodensia, anjing, dan babi merupakan beberapa inang alami lepstopira.[4] Contoh dari Leptospira adalah L. biflexa yang merupakan sel bebas dan L. interrogans yang merupakan mikroorganisme parasit.[4] Pada manusia, Leptospira dapat menyebabkan leptospirosis, yaitu suatu kelainan yang disebabkan akumulasi bakteri ini di ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal hingga kematian.[4] Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui membran mukous, ataupun kulit.[4] Setelah melakukan multiplikasi di berbagai tempat dalam tubuh, bakteri tersebut akan terakumulasi di ginjal dan keluar dari tubuh melalui urin.[4] Untuk mengeliminasi bakteri ini dari ginjal, dapat dilakukan terapi menggunakan penisilin, streptomisin, atau tetrasiklin.[4] Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi distemper-leptospira-hepatitis pada hwan peliharaan di rumah.[4]

Borrelia

sunting

Sebagian besar spesies Borrelia merupakan patogen pada hewan dan manusia.[5] Salah satunya adalah B. recurrentis yang menyebabkan demam kambuh (relapsing fever) pada manusia.[5] Penyakit ini ditularkan melalui bantuan vektor berupa serangga seperi kutu di tubuh manusia.[5] Spesies B. burgdorferi juga diketahui dapat menyebabkan penyakit Lyme yang menginfeksi manusia dan hewan melalui perantaraan kutu.[6] Dalam industri peternakan, Borrelia menjadi salah satu ancaman karena dapat menyerang hewan ternak seperti burung, kuda, dan domba.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris) Madigan MT, Martinko JM, (2000). Brock Biology of Microorganisms. Prentice Hall. ISBN 978-0-13-081922-2. Hal.407-411
  2. ^ a b c d e f (Inggris) Li C, Motaleb A, Sal M, Goldstein SF, Charon NW. (2000). "Spirochete Periplasmic Flagella and Motility" (PDF). J. Mol. Microbiol. Biotechnol. 2 (4): 345–354. 
  3. ^ a b c (Inggris) T. F. Kruger, M. H. Botha (2008). Clinical Gynaecology. Juta Academic. ISBN 978-0-7021-7305-9. Hal.118-121
  4. ^ a b c d e f g (Inggris) W. J. Terpstra (2003). Human leptospirosis: guidance for diagnosis, surveillance and control. World Health Organization. ISBN 978-92-4-154589-1. Hal.37-40
  5. ^ a b c d (Inggris) H. Meri T, Cutler SJ, Blom AM, Meri S, Jokiranta TS. (2006). "Relapsing fever spirochetes Borrelia recurrentis and B. duttonii acquire complement regulators C4b-binding protein and factor". Infect Immun. 74 (7): 4157–63. 
  6. ^ (Inggris) Dania Richter,Stefan Endepols, Andreas Ohlenbusch, Helmut Eiffert, Andrew Spielman, Franz-Rainer Matuschka (1999). "Genospecies Diversity of Lyme Disease Spirochetes in Rodent Reservoirs". Emerging Infectious Disease. 5 (2). 

Pranala luar

sunting

Web TerUpdate Indonesia