Siwalima merupakan drama tari opera yang digarap pada tahun 1975, yang garapannya mengambil unsur-unsur dari ketiga wilayah Maluku, yaitu Maluku Utara, Maluku Tengah dan Maluku Tenggara. Adapun ragam tari yang dimasukkan dalam drama tari opera ini ialah Sahu Reka-Reka, Horlapep, Soya-Soya, Cakalele, tari Panah, tari Tabar, tari Kahua, Mako-Mako, Maru-Maru dan Ronggeng. Drama tari opera Siwalima ini dibawakan oleh berpuluh-puluh penari pria dan wanita ini diiringi oleh instrumen-instrumen musik yang berupa totobuang, tifa, seruling, hawaien, gitar dan juga suara terompet kerang yang disebut tahuri. Istilah Siwalima ini sekarang merupakan nama resmi dari propinsi Maluku.[1]

Sejarah Siwalima sunting

Drama tari opera ini bermula dari pertikaian antara dua kelompok suku sebagai akibat dari penolakan pinangan dari putera kelompok Patalima terhadap puteri dari kelompok Patasiwa. Pada sebuah pesta rakyat yang diselenggarakan oleh Latu Ulisiwa dari Patasiwa, seorang putera dari Patalima berhasil memikat hati puteri Latu Ulisiwa raja dari Patasiwa. Pemuda dari Patalima tersebut berhasil melarikan puteri. Latu Ulisiwa menjadi marah sekali mengetahui peristiwa itu dan dengan terompet kerangnya mengumumkan perang terhadap Patalima. Rakyat Patasiwa bertempur melawan rakyat Patalima. Di tengah-tengah peperangan yang sedang berkobar ini maka muncul seorang puteri perdamaian yang bernama Hainuwele. Puteri pendamai ini membawa obor di kedua tangannya dan berhasil mendamaikan panglima dan rakyat dari kedua belah pihak yaitu Patasiwa dan Patalima.

Dari peristiwa ini terciptalah persatuan dan perdamaian Patasiwa dan Patalima. Setelah kedua kelompok ini menghentikan perang dan bersatu, puteri Hainuwele menghilang diselimuti oleh cahaya bulan. Perdamaian dan persatuan ini ditandai dengan ditiupnya seruling perdamaian. Peristiwa ini kemudian disusul dengan perkawinan antara puteri dari Latu Ulisiwa dengan pemuda dari Patalima. lring-iringan pengantin dengan mas kawinnya yang disebut arta diiringi oleh tari Lengso. Pengantin disambut dengan gembira oleh Latu Ulisiwa dan keluarganya. Penyambutan ini merupakan puncak dari peristiwa perdamaian dan persatuan antara Patasiwa dan Patalima yang lalu menjadi Siwalima.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b Djamaludin;, SUDARSONO; Atjep. Tari-Tarian Indonesia I (dalam bahasa Indonesia). Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.