Sistem sosial-ekologi

Sistem sosial-ekologi (SSE) adalah sistem yang dibentuk dari komponen biologi, geologi, dan fisik (bio-geo-fisik) serta beragam aktor dan institusi sosial terkait dengan komponen-komponen tersebut. Sistem sosial-ekologi[1] sifatnya kompleks dan adaptif serta dibatasi oleh lingkup ruang atau fungsi yang terhubung dengan ekosistem dan konteks masalah tertentu.[2]

Definisi-definisi sunting

Belum ada definisi tetap dari SSE. Bersumber dari penelaahan sejawat, beberapa definisi yang menjelaskan karakteristik utama SSE diantaranya:[3]

  1. Sebuah sistem koheren tersusun dari faktor-faktor biofisik dan sosial yang kerap berinteraksi dalam pola yang resilien dan berkelanjutan;
  2. Sebuah sistem yang didefinisikan oleh beberapa skala ruang, waktu, dan organisasi yang saling terhubung dan memiliki hierarki;
  3. Kumpulan dari beberapa sumber daya penting (alam, sosioekonomi, dan budaya) dimana aliran dan pemanfaatanya diatur oleh kombinasi dari beberapa sistem ekologi dan sosial; dan
  4. Sebuah sistem yang kompleks, dan senantiasa dinamis dengan beradaptasi.[1][4][5]

SSE, sederhananya, adalah bentukan dari sistem manusia dan sistem alam yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.[6] Keterhubungan ini juga dijabarkan beberapa cendekiawan dalam istilah konsep lain seperti "sistem sosioekologi" (socioecological system),[7] "sistem ekososisal" (ecosocial system),[8] dan "sistem manusia-alam yang tergandeng " (coupled human-environment system).[9]

Pendekatan integratif sunting

Dalam beberapa dekade terakhir, titik temu antara ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan alam masih sangat terbatas untuk membantu memahami sistem sosial-ekologi. Sebagaimana ekologi mainstream telah mencoba mengecualikan unsur manusia dalam kajian ekologi, lingkungan alam juga telah dikesampingkan dalam kajian pengetahuan sosial dimana lingkup analisis dibatasi hanya pada manusia.[1] Meskipun beberapa cendekia (misal: Bateson 1979) [10] telah mencoba menerapkan teori pemisahan budaya-alam; umumnya kajian sosial masih terpusat dalam penyelidikan proses yang terjadi dalam ranah sosial saja, masih memperlakukan ekosistem hanya sebagai "kotak hitam" [6] serta berasumsi jika sistem sosial menunjukkan kemampuan adaptasi atau terorganisir dengan baik sebagai institusi maka sistem sosial akan mengelola sumber daya alam dengan cara yang lestari.[11]

Keadaan di atas berubah pada tahun 1970- dan 80-an ketika munculnya cabang-cabang keilmuan dibawah sains sosial yang secara eksplisit mengikutsertakan lingkungan alam dalam pembingkaian masalah yang dikaji.[1] Cabang keilmuan tersebut diantaranya:

  1. Environmental ethics, yang muncul sebab perlunya dicetuskan sebuah filosofi etika tentang relasi antara manusia dan alam sebab, secara baku, cabang filosofi etika hanya berlaku untuk hubungan antara manusia.[6]
  2. Political ecology, yang meluaskan perhatian ekologis dengan menempatkan pengaruh aktivitas politik dan budaya dalam analisis beragam ekosistem yang dipengaruhi kuat, tetapi tidak selalu, oleh konstruksi sosial.[12]
  3. Environmental history, yang muncul dari aktivitas akumulasi besar sumber daya alam sebagai wujud dokumentasi antara masyarakat dengan alam.
  4. Ecological economics, yang meninjau hubungan antara ekonomi dan ekologi dengan menjembatani dua disiplin ilmu tersebut untuk memperkenalkan sudut pandang ekonomika ke dalam kajian ekosistem.[13]
  5. Common property, yang mengkaji antara manajemen sumber daya dengan organisasi sosial, menganalisis bagaimana beragam institusi dan sistem hak kepemilikan menghadapi dilema 'tragedy of the commons'. [14][15]
  6. Traditional ecological knowledge, yang merujuk kepada pemahaman ekologis yang dirumuskan bukan oleh para pakar atau cendekia, tetapi oleh orang-orang yang hidup dan menggunakan sumber daya alam di suatu tempat.[16]

Pondasi konsep dan sejarah sunting

Ostrom|Elinor Ostrom bersama sejumlah besar rekan-rekan penelitinya mengembangkan kerangka konsep "Social-Ecological Systems" (Sistem Sosial-Ekologi) yang komprehensif di saat teori common-pool resources dan collective self-governance sedang berkembang. SSE juga bertumpu kuat pada konsep ekologi sistem(berbeda dengan ekosistem) dan teori kompleksitas. Studi tentang SSE banyak berkaitan, tetapi tidak selalu, dengan masalah utama sosial (misal: kesetaraan dan kesejahteraan manusia) yang kerap mendapatkan sedikit perhatian di dalam penerapan teori sistem adaptif kompleks; dan sebagian teori kompleksitas (misal: fisika kuantum) juga memiliki relevansi, tetapi sedikit, di dalam memahami SSE.[17]

Teori SSE menggabungkan ide-ide dari teori yang berkaitan dengan kajian tentang resilience (daya lenting), robustness (kekokohan), sustainability (keberlanjutan), dan vulnerability (kerentanan) (contoh kajian: Levin 1999[18],Berkes et al. 2003[19] Gunderson dan Holling 2002,[20] Norberg dan Cumming 2008[17][21]); termasuk teori lainya yang bisa menjelaskan atribut dan dinamika SSE dengan lebih luas lagi seperti teori sistem dinamik dan sistem multi-agen[22][23]) Walaupun teori SSE juga mengacu secara spesifik pada berbagai bidang keilmuan seperti biogeografi pulau, teori pencarian-makanan yang optimal, dan teori mikroekonomi; cakupan SSE kini jauh lebih luas daripada teori-teori tersebut.[17]

Sebagai konsep yang relatif baru, secara garis besar teori SSE muncul dari kombinasi beberapa bidang keilmuan[17] dan dari gagasan tentang kompleksitas. Kemunculan ini dihadirkan dalam karya banyak sarjana, khususnya dari Institut Santa Fe (2002). Sebab ini, teori sistem kompleks dianggap sebagai 'orang tua intelektual' dari teori SSE.[21] Namun, sebab (1) beragam konteks sosial dari penelitian SSE serta (2) penerjemahan hasil penelitian SSE menjadi rekomendasi yang berpengaruh pada orang banyak di dunia nyata; cara pandang penelitian SSE menjadi jauh lebih 'sadar diri' dan lebih 'pluralistik' dibanding cara pandang yang diterapkan dengan teori kompleksitas yang mendahului SSE.[17]

Penelitian SSE telah menjadi sebuah bidang interdisipliner tersendiri yang berkembang dengan pesat.[17] Penelaahan SSE - yang umumnya menggunakan cara pandang sistem kompleks - telah menjadi upaya yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu, ke dalam pengetahuan baru, yang dianggap dapat diterapkan untuk menyelesaikan beberapa masalah lingkungan yang paling serius saat ini.[17] Dalam hal ini, di dalam sebuah sistem yang kompleks, pengelolaan sistem dapat dimutakhirkan dengan: (1) membuat sistem yang adaptif dan fleksibel; dan mampu menghadapi ketidakpastian (uncertainty) dan kejutan (surprises); dan dengan (2) membangun kapasitas adaptasi dari beragam aktor dan komponen di dalam sistem, terhadap perubahan sosial atau ekologis di dalam SSE. SSE, dengan demikian, juga bersifat kompleks dan adaptif yang berarti mengelola SSE akan memerlukan (1) pengujian secara kontinu, (2) pembelajaran tentang perubahan dan ketidakpastian di dalam sistem, dan (3) mengembangkan pengetahuan (misal: data, informasi, pengalaman) dan pemahaman; yang kesemuanya dibutuhkan untuk menghadapi untuk menghadapi perubahan dan ketidakpastian di dalam SSE.[24][25]

Istilah "social-ecological systems" pertama kali dipopulerkan di 1998 oleh buku yang ditulis Fikret Berkes dan Carl Folke sebab mereka ingin menegaskan kebutuhan proporsi yang seimbang antara penelaahan dimensi sosial dan ekologi dalam proses analisis penelitian, ketimbang penelaahan yang condong pada satu macam dimensi atau sistem saja.[26]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d Berkes, F., Colding, J., and Folke, C. 2003. Navigating social–ecological systems: building resilience for complexity and change. Cambridge University Press, Cambridge, UK.
  2. ^ Glaser, M., Krause, G., Ratter, B., and Welp, M. 2008. Human-Nature-Interaction in the Anthropocene. Potential of Social-Ecological Systems Analysis. [Website], Tersedia dari: <http://www.dg-humanoekologie.de/pdf/DGH-Mitteilungen/GAIA200801_77_80.pdf> Diarsipkan 2015-11-29 di Wayback Machine.
  3. ^ Redman, C., Grove, M. J. and Kuby, L. 2004. Integrating Social Science into the Long Term Ecological Research (LTER) Network: Social Dimensions of Ecological Change and Ecological Dimensions of Social Change. Ecosystems Vol.7(2), pp. 161-171.
  4. ^ Machlis, G.E., Force J.E, and. Burch, W.R Jr. 1997. The human ecosystem part I: The human ecosystem as an organizing concept in ecosystem management. Society and Natural Resources, Vol.10, pp.347-367.
  5. ^ Gunderson, L. H., and Holling C. S. 2002. Panarchy: understanding transformations in human and natural systems. Island Press, Washington, D.C., USA.
  6. ^ a b c Berkes, F., Folke, C., & Colding, J. 2000. Linking social and ecological systems: Management practices and social mechanisms for building resilience, Cambridge University Press.
  7. ^ Young, O.R., Berkhout, F., Gallopin, G.C. Janssen, M.A., Ostrom, E. & van der Leeuw, S. 2006. 'The globalization of socio-ecological systems: An agenda for scientific research', Global Environmental Change, vol. 16, no. 3, pp. 304-16.
  8. ^ Krieger, N., 1994. 'Epidemiology and the web of causation: has anyone seen the spider?', Social Science and Medicine, no.39, pp. 887-903
  9. ^ Turner, Billie Lee, Pamela A. Matson, James J. McCarthy, Robert W. Corell, Lindsey Christensen, Noelle Eckley, Grete K. Hovelsrud-Broda et al. 2003. "Illustrating the coupled human–environment system for vulnerability analysis: three case studies." Proceedings of the National Academy of Sciences 100, no. 14, pp. 8080-85.
  10. ^ Bateson, G. (1979) Mind and Nature: A necessary unit. [Website], Tersedia dari: <http://www.oikos.org/mind&nature.htm Diarsipkan 2021-01-23 di Wayback Machine.> [Diakses: 28 April 2016]
  11. ^ Folke, C. 2006. Resilience: The emergence of a perspective for social-ecological systems analysis, Global Environmental Change, Vol. 16, pp. 253–267.
  12. ^ Greenberg, J.B and Park, TK. 1994. Political ecology. Journal of Political Ecology, Vol. 1 pp. 1-12.
  13. ^ Costanza R, Low BS, Ostrom E, Wilson J. 2001. Institutions, Ecosystems, and Sustainability. Boca Raton, FL: Lewis
  14. ^ McCay, B.J., Acheson, J.M. 1987. The Question of the Commons. The Culture and Ecology of Communal Resources. Tucson: The University of Arizona Press.
  15. ^ Berkes, F. 1989. Common Property Resources: Ecology and Comtnunity-Based Sustainable Development London: Belhaven Press.
  16. ^ Warren, DM., Slikkerveer, LJ., Brokensha, D. 1995. The Cultural Dimension of Development: Indigenous Knowledge System. London: Intermediate Technology Publications.
  17. ^ a b c d e f g Cumming, Graeme S. (2011). Spatial Resilience in Social-Ecological Systems (dalam bahasa Inggris). Netherlands: Springer. ISBN 978-94-007-0307-0. 
  18. ^ A., Levin, Simon (1999). Fragile dominion : complexity and the commons. Reading, Mass.: Perseus Books. ISBN 0738201111. OCLC 41539503. 
  19. ^ Berkes, Fikret, ed. (1989-05-04). Common Property Resources: Ecology of Community-Based Sustainable Development. John Wiley & Sons Ltd. ISBN 9780471944799. 
  20. ^ Gunderson, Lance H.; Holling, C. S. (2002). Panarchy: Understanding Transformations in Human and Natural Systems (dalam bahasa Inggris). Island Press. ISBN 9781559638579. 
  21. ^ a b Norberg, Jon; Cumming, Graeme (2008-07-11). Complexity Theory for a Sustainable Future (dalam bahasa Inggris). Columbia University Press. ISBN 9780231508865. 
  22. ^ Duggan, Jim. "System Dynamics and Social-Ecological Systems Framework: Complimentary Methods for Exploring the Dynamics of Complex Systems". Systems Research and Behavioral Science (dalam bahasa Inggris). 32 (4): 433–436. doi:10.1002/sres.2335. ISSN 1092-7026. 
  23. ^ "Combining system dynamics and agent-based modeling to analyze social-ecological interactions - an example from modeling restoration of a shallow lake - Stockholm Resilience Centre" (dalam bahasa Inggris). 2016-04-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-08. Diakses tanggal 2018-09-08. 
  24. ^ Levin, Simon; Xepapadeas, Tasos; Crépin, Anne-Sophie; Norberg, Jon; de Zeeuw, Aart; Folke, Carl; Hughes, Terry; Arrow, Kenneth; Barrett, Scott (2012-12-07). "Social-ecological systems as complex adaptive systems: modeling and policy implications". Environment and Development Economics (dalam bahasa Inggris). 18 (02): 111–132. doi:10.1017/S1355770X12000460. ISSN 1355-770X. 
  25. ^ Carpenter, Stephen R.; Gunderson, Lance H. (2001). "Coping with Collapse: Ecological and Social Dynamics in Ecosystem Management". BioScience (dalam bahasa Inggris). 51 (6): 451. doi:10.1641/0006-3568(2001)051[0451:CWCEAS]2.0.CO;2. ISSN 0006-3568. 
  26. ^ Berkes, F. and C. Folke. 1998. Linking social and ecological systems: management practices and social mechanisms for building resilience. Cambridge University Press, Cambridge, UK.