Shamanisme Korea

agama rakyat di semenanjung Korea

Shamanisme Korea adalah kepercayaan asli rakyat Korea yang menggabungkan berbagai kepercayaan dan praktik yang dipengaruhi agama asli Korea, Buddhisme dan Taoisme. Dalam bahasa Korea, shamanisme disebut mu () dan sang praktisi disebut mudang (무당, 巫堂). Tugas mudang biasanya dipegang oleh wanita yang melakukan kontak (menghubungkan) antara dewa dan manusia.

Persiapan upacara gut di Korean Folk Village.
Kebun Samseonggung, tempat ibadah Hwanin, Hwanung, dan Dangun.

Shaman mengadakan gut atau upacara persembahan untuk melakukan penyembuhan, mendatangkan keberuntungan serta menjadi perantara antara dewa dengan cara kerasukan. Upacara gut juga diadakan untuk membimbing arwah orang yang sudah meninggal menuju surga.

Rakyat Korea seperti banyak bangsa di Asia Timur lain, menganggap agama secara elektis dibanding ekslusif (mudah untuk memeluk suatu agama). Pandangan religius mereka tidak tertanam pada satu agama saja, tetapi oleh berbagai kombinasi kepercayaan dan agama yang dibawa masuk ke Korea. Walau banyak orang Korea yang memeluk agama tertentu seperti Buddhisme atau Kekristenan, banyak pula di antara mereka yang masih terikat dengan kepercayaan asli mereka.

Walaupun shamanisme Korea tidak lagi banyak pengikutnya seperti dahulu, praktik ini masih berlangsung di Korea. Pada masa lalu ritual ini juga diadakan untuk meminta kelimpahan pertanian.

Shamanisme Korea dicirikan dengan pengadaan upacara gut yang beraneka ragam untuk melakukan kontak antara manusia dengan alam roh. Profesi shaman biasanya cukup dapat menghasilkan banyak uang di Korea. Tradisi shaman Korea agak serupa dengan tradisi shaman dari suku-suku di Siberia, Mongolia, dan Manchuria.

Kata "shaman" sunting

Kata shaman diambil dari bahasa Tungusik yang digunakan oleh suku bangsa Tungusik di wilayah Siberia dan Asia Tengah. Istilah shaman mulai dipakai secara luas sejak diterbitkannya karya Mircea Eliade yang berjudul "Shamanism; Archaic Techniques of Ectasy" (Shamanisme; Teknik Kuno Mencapai Ekstasi). Eliade menyebut shamanisme sebagai teknik ekstasi, tidak serupa dengan bentuk ilmu hitam, sihir atau bahkan pengalaman ekstasi keagamaan.

Asal usul sunting

 
Lukisan seorang mudang yang sedang mengadakan gut dalam Munyeo sinmu, dilukis oleh Shin Yunbok pada tahun 1805 periode dinasti Joseon.

Kepercayaan terhadap alam gaib adalah bentuk paling awal dari kehidupan spiritual masyarakat Korea, yang telah dipraktikkan sejak zaman prasejarah.

Shamanisme Korea berakar dari kebudayaan masyarakat pedalaman daratan yang telah berusia lebih dari 40 ribu tahun. Kata shaman disamakan dengan "dukun", "tabib", "psychopomp", mistik, dan puitis (Eliade, 1974). Apa yang membedakan shaman dengan para penyembuh atau pemimpin spiritual adalah kemampuannya untuk melakukan teknik trance (kerasukan). Pada saat tak sadarkan diri, jiwa si-shaman akan pergi dari tubuhnya dan menuju alam lain dengan panduan arwah. Ia dapat melakukan penyembuhan dalam banyak tingkatan; secara fisik, psikologi, dan spiritual. Dalam konsepnya, jiwa seseorang dianggap sebagai tempat tinggal napas kehidupan dan raga. Setiap sakit fisik sudah pasti disebabkan sakitnya jiwa. Penyakit pikiran menyebabkan penderitaan diri, kekacauan dan ketidaksadaran diri.

Ada banyak sekali jumlah sembahan seperti dewata-dewata, roh-roh, mulai dari "jenderal dewa" yang menguasai alam lain di langit dan gunung (sanshin). Kepercayaan shamanisme juga meyakini roh-roh yang mendiami hutan, gua keramat, batu-batuan, rumah-rumah dan desa, juga hantu-hantu orang yang meninggal secara tidak wajar. Roh-roh ini dipercaya mempunyai kekuatan untuk memengaruhi atau memberi keberuntungan bagi manusia.

Ritual-ritual yang dilakukan telah mengalami banyak perubahan sejak zaman Silla dan Goryeo. Bahkan kepercayaan ini tak tergerus dalam masa dinasti Joseon yang menerapkan Konfusianisme kuat.

Tempat di masyarakat sunting

Banyak para ahli lebih menganggap shamanisme Korea sebagai agama daripada obat dengan ikut campurnya macam-macam mahkluk gaib membantu manusia. Shaman dianggap orang-orang yang berpengaruh dan banyak orang yang berkonsultasi dengannya untuk suatu keperluan. Biasanya shaman yang tergolong dalam kasta cheonmin atau kasta terendah sejak zaman dinasti Joseon sampai sekarang masih mengalami diskriminasi.

Kepercayaan shamanisme masih kuat berpengaruh di desa-desa nelayan dan komunitas desa petani. Di kota-kota besar juga dapat ditemui praktik shaman.

Kebangkitan sebagai elemen budaya sunting

 
Jeomjip, rumah tempat ramal yang dikelola oleh mudang)

Mulai awal tahun 1970-an, ritual-ritual shamanisme mulai menarik perhatian orang-orang asing, bahkan seorang manajer dari hotel beserta para eksekutifnya terlihat menonton ritual kerasukan mudang pada saat membuka cabang baru di Seoul.

Masa depan shamanisme sendiri mulai tidak menentu sejak tahun 1980-an. Masyarakat yang semakin modern akan lebih membutuhkan jasa psikiater atau dokter daripada berkonsultasi dengan dukun.

Pemerintahan modern menganggap shamanisme hanya sebagai takhayul dan menekan keberadaan serta praktiknya dalam kehidupan masyarakat Korea. Namun perubahan iklim nasionalisme dan kepercayaan diri akan budaya tradisional, maka tarian, lagu-lagu dan syair mantra yang dipentaskan di prosesi gut (upacara persembahan) telah dimasukkan sebagai aset budaya berharga yang patut dilestarikan.

Jenis mudang sunting

 
Seorang mudang sedang melakukan ritual gut selama 5 hari penuh; pedesaan Korea, Oktober 2007

Mudang dibagi menjadi 2 jenis: pertama adalah saeseupmu (세습무, 世襲巫) yang tugasnya melakukan ritual dan kangshinmu (강신무, 降神巫) yang mendapatkan pengakuan sebagai mudang melalui suatu upacara inisiasi. Sessŭmu dapat dijumpai di bagian selatan semenanjung Korea, sementara kangshinmu dapat dijumpai di seluruh Korea, tetapi sekarang lebih khusus terkonsentrasi di wilayah Korea Utara dan wilayah berpopulasi Korea di Tiongkok, serta di beberapa wilayah tengah semenanjung Korea dan di sekitar Sungai Han.[1]

Kangshinmu sunting

Kangshinmu adalah mudang yang mengadakan upacara untuk meminta petunjuk dewa atau roh dengan cara kesurupan. Ada 2 jenis kangshinmu, yakni mudang dan myongdu.

Seseorang yang menjadi kangshinmu harus melakukan upacara pertama yang dinamakan Naerimgut, yang pada saat pementasan ia akan mengalami shinbyeong, yakni kesurupan roh yang konon diikuti kesakitan fisik dan jiwa. Para pengikut shamanisme meyakini bahwa penyakit fisik dan mental harus disembuhkan melalui penerimaan dan penyatuan secara penuh dengan arwah dan dewa, bukan pergi ke dokter.[1]

Mudang adalah jenis shaman yang mengalami kerasukan dewa, istilahnya momju. Dalam keadaan tersebut ia melakukan peramalan melalui tuntunan suara gaib. Gut yang mereka selenggarakan diikuti nyanyian dan tarian. Jenis yang lebih khusus daripada mudang adalah sonmudang dan posal, yang mendapatkan kekuatan melalui pengalaman spiritual, tetapi belum dapat memimpin sebuah gut. Umumnya dukun di kategori ini lelaki yang disebut paksu.[1]

Myongdu berbeda dari tipe mudang yang umum. Myongdu tidak mengalami kerasukan oleh roh melainkan menerima arwah orang-orang yang sudah meninggal (terutama anak-anak dari kerabat myongdu). Ia mengundang arwah ke dalam kuil kecil di rumahnya. Myongdu dapat dijumpai di wilayah Honam di Korea Selatan.[1]

Saeseupmu sunting

Saeseupmu (baca sessummu), jenis mudang yang dijumpai di wilayah bagian selatan Sungai Han (Korea Selatan). Ia menjadi shaman karena warisan dari keluarganya yang juga berprofesi sebagai shaman. Shaman tipe ini terbagi atas 2 jenis, yakni shinbang dan tang-ol.

Shinbang serupa dengan kangshinmu yang menjadi perantara arwah dan dewa. Namun tidak dengan cara kerasukan dan tugasnya mengadakan upacara adalah warisan dari orang tuanya. Shinbang berhubungan dengan alam gaib melalui medium (mujeomgu) dan tak memiliki kuil sendiri.[1]

Tang-ol adalah jenis mudang yang dapat dijumpai di wilayah paling selatan semenanjung Korea, seperti di wilayah Yeongnam (Gyeongsang) dan Honam (Jeolla). Tang-ol dari Honam memiliki sebuah distrik khusus (tang-olpan) dan memiliki hak untuk mengadakan suatu upacara gut. Gut yang diselenggarakan tang-ol meliputi tarian dan nyanyian yang dilakukan untuk menghibur dewata-dewata dan sembahannya untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan mereka. Upacara-upacara dan perayaan yang dipraktikkan tang-ol telah banyak berubah sehingga sekarang sudah berkesan terkena pengaruh agama tertentu. Tak seperti tipe mudang lain, tang-ol tidak mengundang arwah dan dewata dalam upacara pertamanya. Ia pun tidak punya kuil dan biasanya tidak memuja suatu dewata tertentu.[1]

Shinbyeong sunting

Hal utama yang terjadi saat mudang memulai upacara pertamanya adalah kesakitan yang disebut shinbyeong. Ini disebut juga kesakitan atau penderitaan jiwa yang dicirikan dengan hilangnya nafsu makan, insomnia, serta halusinasi visual dan pendengaran. Untuk menyembuhkan sakit ini diperlukan ritual naerimgut yang juga melibatkan mudang lain.

Gejala sunting

Gejala shinbyeong beragam, bergantung dari latar belakang dan lingkungannya. Seringkali gejala yang terjadi adalah ia tidak bisa makan dan mengalami penurunan kesehatan tubuh dan jiwa. Di jenis shinbyeong yang lain kadang-kadang diikuti sakit secara fisik dan gangguan jiwa, ada pula yang mengalami kegoncangan mental akibat kejutan. Secara jarang mudang akan melakukan peramalan lewat mimpi dimana ia berjumpa dengan dewa atau arwah.

Gejala shinbyeong dapat berthan dalam waktu lama, rata-rata 8 tahun dan paling lama 30 tahun. Kebanyakan dari mereka akan kehilangan selera makan, mengalami gangguan pencernaan karena sedikit makan. Tubuh mereka akan melemah dan kejang-kejang dalam beberapa kasus diikuti buang air darah. Ia juga akan mengalami sakit jiwa dan halusinasi dengan pikiran yang sangat lelah karena mengalami kontak dengan alam gaib. Dalam beberapa kasus, penyakit jiwa menjadi sangat ekstrem sehingga si mudang akan lari dari rumah dan berkeliaran di gunung dan sawah. Gejala ini konon tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan modern karena dipercaya hal itu akan memperparah sakit jiwanya. Sakit ini harus disembuhkan dengan mengadakan gangshinje, yaitu upacara gut untuk mengembalikan jiwa si mudang.

Aspek religius sunting

Dalam tradisi mudang, shinbyeong dianggap sebagai pengalaman spiritual terstruktur yang menggambarkan hubungan vertikal antara manusia dengan dewa atau singkatnya bahwa dewa dalam beberapa hal ada di dalam kesadaran manusia. Ini membuat mudang dapat melakukan peramalan dan koneksi dengan alam lain akan mengubah pikiran dan perilakunya. Shinbyeong dianggap sebagai bentuk yang lebih tinggi dari kesadaran mudang.

Gut (굿) atau ritual sunting

 
Sebuah diorama di Museum Rakyat dan Alam Jeju yang menampilkan seorang dukun yang mengadakan upacara Jejudo yeongdeung-gut atau Jeju chilmeoridang-gut.

Gut adalah ritual shamanisme yang mengharuskan si mudang memberikan persembahan bagi dewa-dewa. Dengan menyanyi dan menari, mudang memohon berkat dari dewa. Ia memakai pakaian yang berwarna-warni dan menukarnya beberapa kali.

Ada 3 buah elemen dari gut. Pertama roh dan dewa-dewa adalah objek dari pemujaan, kedua para pengikut akan memohon berkat kepada mereka, dan terakhir, kedua hal itu akan dihubungkan oleh si mudang

Bentuk-bentuk gut bervariasi sesuai daerah. Bagian terpenting dari alur upcara adalahj bagian pemujaannya. Kemampuan dan karakter si mudang juga memengaruhi cara penyelenggaraan gut

Naerim-gut (내림굿) sunting

Naerimgut adalah ritual atau upacara permulaan. Seseorang dapat menjadi mudang dengan cara kesurupan arwah dan juga untuk menyembuhkan gejala shinbyeong.

Dodang-gut (도당굿) sunting

Dodanggut adalah upacara yang diselenggarakan di provinsi-provinsi tengah Korea Selatan. Tujuannya adalah untuk memohon kemakmuran dan kelimpahan pangan bagi desa. Biasanya diadakan setahun sekali atau beberapa kali, yakni sekitar tahun baru imlek, atau di musim panas dan gugur.

Ssitgim-gut (씻김굿) sunting

Ssitgimgut adalah upacara pembersihan jiwa orang yang sudah meninggal. Sejak zaman dahulu, orang Korea percaya bahwa ketika seseorang meninggal, tubuhnya mungkin tidak dapat masuk ke alam baka karena jiwanya tidak bersih. Ssitgimgut bertujuan menyucikan kekotoran itu. Praktik ssitgimgut dapat dijumpai di bagian barat laut Korea Selatan.

Chaesu-gut (재수굿) sunting

Penyelenggaraan chaesu-gut dilakukan bertahap sampai 12 segmen yang mengharuskan mudang mengenakan pakaian lelaki. Mudang memerlukan kostum lelaki karena ia akan melakukan ritual kesurupan arwah pyolsang atau taegam (arwah mandor serakah) yang merupakan arwah lelaki. Tetapi mudang juga akan kesurupan arwah wanita, jadi ia mengenakan perlengkapan dan pakaian gabungan lelaki dan wanita sekaligus. Silang pakaian menjadi rumit dan multi-fungsi sebab ia melambangkan arwah yang merasukinya. Keadaan silang kelamin seperti ini mencakup 75 persen dalam upacara gut yang dilakukan si mudang. Selain itu dengan "bertindak sebagai lelaki", si mudang dapat dengan mudah memiliki wibawa lelaki dimana di negara yang berideologi Konfusianisme ini wanita dipandang rendah. Ia memberi kesempatan kepada para penonton wanita untuk berinteraksi dengannya. Biasanya peran arwah laki-laki yang dimainkan mudang diisi dengan candaan, kata-kata kotor serta perdebatan dengan penonton.

Ritual shaman daerah sunting

Ritual tradisional tidak terpaku pada kalender Masehi, tetapi diadakan berdasarkan peristiwa-peristiwa tertentu dalam kalender lunar, misalnya pada acara kematian.

Nama Tujuan Daerah
Hamgyeong-do Manmukgut Diadakan 3 hari setelah kematian untuk membuka jalan ke alam baka. Hamgyeong-do
Pyeongan-do Darigut Diadakan untuk mempermudah arwah orang yang sudah meninggal pergi ke alam baka. Prosedurnya menyerupai prosedur Buddhisme. Pyeongan-do
Hwanghae-do Naerimgut Upacara inisiasi untuk menjadi mudang. Hwanghae-do
Hwanghae-do Jinogwigut Gut ini bertujuan untuk membukakan jalan ke surga bagi orang yang sudah meninggal dan melindunginya dari gangguan arwah-arwah jahat. Hwanghae-do
Ongjin Baeyeonsingut Upacara persembahan para nelayan kepada raja naga laut agar diberi tangkapan ikan melimpah dan kedamaian sepanjang tahun. Hwanghae-do
Yangju Sonorigut Ini adalah ritual pemujaan hewan ternak yang diadakan untuk meminta kelimpahan panen, keberhasilan dan kemakmuran masyarakat desa. Ini adalah salah satu gut yang paling unik dan menarik di Korea. Yangju, Gyeonggi
Seoul Danggut Ritual ini diadakan untuk meminta kedamaian dan kelimpahan panen. Gunung Jeongbal, Dapsimni-dong, Sinnae-dong, Gunung Bonghwa, Seoul
Seoul Jinogwigut Ritual ini diadakan untuk membukakan jalan ke surga untuk orang yang sudah meninggal setelah 49 hari kematiannya. Ini didasarkan pada kepercayaan Taoisme, yaitu setiap orang punya 7 buah jiwa, dimana setiap jiwa tersebut akan naik ke surga tiap 7 hari. Seoul
Gyeonggi-do Dodanggut Ritual ini dilakukan untuk mengusir setan dan arwah jahat dari desa. Juga memohon kemakmuran dan mengadakan sembahyang di kuil-kuil. Daerah Dongmak, Jangmal di Bucheon, Gyeonggi
Gangneung Danogut Upacara gut berskala besar yang mengikutsertakan puluhan mudang. Mereka berdoa kepada dewa gunung meminta perlindungan desa daripada hewan buas, juga kelimpahan panen dan tangkapan ikan. Upacara ini dimeriahkan dengan drama tari topeng dan permainan tradisional. Gangneung, Gangwon-do
Eunsan Byeolsingut Ritual penghormatan bagi arwah nenek moyang di kuil-kuil. Selain itu juga untuk memberi penghormatan kepada jasa Jendral Boksin dan Biksu Dochim dalam meindungi kedaulatan kerajaan Baekje. Salah satu bagian upacara dilakukan di depan tiang-tiang totem (jangseung) keramat. Eunsan- i, Buyeo-gun, Chungcheong Selatan
Suyongpo Sumanggut Gut ini diadakan untuk orang yang tenggelam di laut dan mengantarkan mereka ke alam baka. Yeongil- gun, Gyeongsang
Gangsa-ri Beomgut Gut ini diadakan di desa nelayan untuk meminta kedamaian dan tangkapan hasil laut yang melimpah. Gangsa-ri, Yeongil-gun, Gyeongsang Utara
Geojedo Byeolsingut Gut yang diadakan di desa-desa nelayan untuk meminta hasil tangkapan berlimpah dan kedamaian dalam masyarakat. Geoje, Gyeongsang Selatan
Tongyeong Ogwisaenamgut Gut untuk menolong jiwa orang yang tenggelam di laut dan mengantarkan mereka ke alam baka. Tongyeong, Gyeongsang Selatan
Wido Ttibaegut Gut untuk memohon keberuntungan dan kemakmuran bagi para nelayan. Pulau Wido, Buan-gun, Jeolla Utara
Jindo Ssitgimgut Gut untuk membersihkan jiwa orang yang meninggal, diadakan pada hari peringatan kematian. Pulau Jindo, Pulau Jangsando, Jeolla Selatan
Jejudo Singut Gut untuk membantu mudang agar naik ke posisi keshamanan yang lebih tinggi. Ini juga termasuk ritual inisiasi dan mudang mengadakannya sebanyak 3 kali dalam hidupnya. Jeju
Jejudo Yeongdeunggut Gut ini diadakan untuk di bulan ke-2 kalender lunar untuk memohon kepada Yeongdeungsin (dewi laut) agar diberkati keselamatan dan kelimpahan tangkapan hasil laut. Wilayah pesisir, juga di Jeju
Jejudo Muhongut Gut untuk membersihkan jiwa seseorang yang tenggelam di laut dan mengantarkannya ke alam baka. Jeju

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f Kim, Tae-kon (1998). Korean Shamanism—Muism. Jimoondang Publishing Company. hlm. 32–33. ISBN 89-88095-09-X. 

Pranala luar sunting

Lihat pula sunting