Sepuluh Suku yang Hilang

Sepuluh Suku yang 'Hilang' atau Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' merujuk pada sepuluh Suku Israel yang berasal dari Kerajaan Israel Utara yang tidak diketahui keberadaannya lagi setelah penaklukan oleh Bangsa Asyur (Asiria) pada abad ke-8 SM.

Latar belakang sunting

Sekitar tahun 1900 SM, ada seorang yang bernama Yakub yang merupakan leluhur Bangsa Israel. Nama Yakub kemudian diganti menjadi Israel. Israel memiliki 12 orang anak, Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin. Keturunan merekalah yang disebut dengan ke-12 Suku Israel. Ke-12 Suku ini disebut sebagai "anak-anak Israel".

Setelah mereka menduduki tanah Kanaan, Suku Lewi tidak mendapatkan daerah warisan karena mereka adalah Suku spesial, yaitu Suku para Imam. Suku Yusuf maka dibagi menjadi dua menurut anak-anak Yusuf, yaitu Manasye dan Efraim (karena Yusuf mendapat berkat ganda dari ayahnya, Israel). Demikianlah tanah Kanaan dibagi menjadi 12 bagian oleh orang Israel.

Kedua belas suku Israel mencapai puncak kejayaannya pada pemerintahan Raja Salomo pada abad ke-10 SM. Namun setelah kematian Salomo, Kerajaan Israel terpecah menjadi dua, menjadi Kerajaan Israel Utara (yang disebut "Kerajaan Israel") dengan 10 suku, dan Kerajaan Israel Selatan (yang disebut "Kerajaan Yehuda") hanya dengan suku Yehuda dan suku Benyamin. Kerajaan Israel beribu kota di Samaria dan Kerajaan Yehuda/Yudea beribu kota di Yerusalem. Kata "Yahudi" dipakai untuk menyebut keturunan dari Kerajaan selatan ini, yang akhirnya membentuk Negara Israel modern, dengan demikian merujuk pada orang Israel modern.

Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' berasal dari Kerajaan utara, sementara Suku Yehuda dan Benyamin bergabung dengan Kerajaan selatan. Pada abad kedelapan SM Kerajaan utara ditaklukkan oleh Bangsa Asiria dari Kekaisaran Asiria, dan kesepuluh Suku Israel tersebut ditawan dan dipaksa untuk pergi ke Negeri Asiria. Mereka tidak pernah kembali lagi dan tidak ada catatan tentang mereka lagi. Merekalah yang disebut dengan Sepuluh Suku Utara Israel yang ‘Hilang’.

Mengenai Suku Simeon yang tidak banyak disebutkan dan dipercaya telah tercerai-berai sejak kematian Yakub, beberapa sumber menggabungkan Suku ini dengan kesepuluh Suku yang ‘hilang’ dari utara, namun beberapa lainnya menggabungkannya dengan Kerajaan selatan, dan posisinya dalam 'kesepuluh' Suku digantikan oleh 'Manasye barat' dan 'Manasye timur' (Suku Manasye yang besar memiliki dua bagian tanah, satu di tepi barat sungai Yordan, dan satu di sebelah timurnya).

12 Suku Israel sunting

Menurut kitab suci Yahudi dan Kristen, Yakub mempunyai 12 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang tercatat (Dina) dari 2 istri dan 2 gundik, yaitu (dengan urutan kelahiran dalam tanda kurung):

Kedua belas anak laki-laki ini kelak menjadi bapak leluhur dari "Dua belas suku Israel". Ketika Musa, Eleazar, Yosua dan para kepala suku-suku Israel membagi tanah Israel pada 12 suku ini, Suku Lewi tidak mendapatkan bagiannya karena suku ini dikhususkan untuk menjadi imam. Suku Yusuf, atas wasiat Yakub sebelum meninggal, mendapatkan dua bagian tanah melalui Suku Efraim dan Manasye, yang merupakan keturunan dari dua putra Yusuf dari Asnat, istrinya yang berasal dari Mesir.[1]

Suku Yehuda, dan Suku Benyamin bergabung membentuk Kerajaan Yehuda/Yudea, yang dipercaya merupakan cikal bakal dari bangsa Yahudi yang hidup saat ini. Suku Lewi yang memiliki tugas keagamaan sama sekali tidak memiliki tanah (hanya menguasai area Bait Suci dan 6 kota sisa). Sedangkan suku lainnya (Ruben, Simeon, Isakhar, Zebulon, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Efraim, Manasye Timur, dan Manasye Barat) merupakan bagian dari Kerajaan Israel Utara yang nantinya dinyatakan sebagai "Suku yang Hilang".

Kerajaan Israel Utara sunting

Setelah perang saudara di waktu pemerintahan Rehabeam, anak dari Raja Salomo, 10 Suku melepaskan diri dari Kerajaan utama dan membuat Kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Israel Utara. 10 Suku ini terdiri dari 9 Suku (yang memiliki hak tanah) yaitu Suku Zebulon, Isakhar, Asyer, Naftali, Dan, Manasye, Efraim, Ruben dan Gad, dan beberapa anggota dari Suku Lewi yang tidak memiliki hak tanah. Suku Simeon tidak disebut sama sekali dalam Alkitab dan banyak yang percaya bahwa Suku ini telah tercerai berai sejak kembali dari Mesir.

Kerajaan Israel Selatan atau Yehuda/Yudea, beribu kota di Yerusalem dan dipimpin oleh Raja Rehabeam. Kerajaan ini memiliki penduduk dari Suku Yehuda dan Benyamin (dan juga oleh beberapa anggota Lewi dan Simeon yang masih tersisa).

Penaklukan Bangsa Asing sunting

Pada tahun 721 SM, [Samaria] sebagai ibuKota Kerajaan Israel Utara diserbu oleh pasukan Asyur (Asiria) yang dipimpin oleh Salmaneser V dan dilanjutkan oleh Sargon II. Satu tahun kemudian Samaria takluk dan dihancurkan. Penduduk Kerajaan Israel Utara yang terdiri dari 10 suku Israel (suku Yehuda dan suku Benyamin tidak termasuk di dalamnya) diasingkan dan dibuang ke Khorasan, yang sekarang merupakan bagian dari Iran Timur dan Afganistan Barat. Suku-suku ini dipercaya oleh bangsa Yahudi sekarang telah hilang dari sejarah, karena melebur dengan suku-suku bangsa tempat mereka tinggal.

Perang pun terus berlanjut di Timur Tengah. Bangsa-bangsa kuat saling beradu satu sama lain memperebutkan kawasan Timur Tengah. Pada tahun 603 SM, kekuasaan bangsa Asyur ("Asiria") digantikan oleh bangsa Babel ("Babilonia"). Pada masa kekuasaan Babel, Kerajaan Israel Selatan atau Kerajaan Yehuda jatuh, dan Yerusalem dihancurkan (587/586 SM). Setelah itu berlangsunglah masa pembuangan di Babel. 50 tahun kemudian, 538 SM, Kekaisaran Persia merebut kekuasaan Babel. Sebagian Suku Yehuda dan Benyamin diperkenankan untuk kembali ke Yudea. Namun sepuluh Suku Israel lainnya, penduduk Kerajaan Israel Utara, tidak pernah disebutkan kembali sebagaimana dua suku itu, sehingga mereka dijuluki sebagai "Sepuluh Suku (Utara) Israel yang 'Hilang'".

Tulisan Flavius Yosefus tentang Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' sunting

Dalam Alkitab Perjanjian Lama 2 Raja-raja 18:11 tertulis

Tempat-tempat ini sekarang terletak pada bagian utara Irak dan sebelah barat laut Iran yang disebut Kurdistan. Kesepuluh Suku Israel tersebut mulanya diangkut ke sana.

Menurut sejarawan kuno Flavius Yosefus yang hidup pada abad pertama Masehi, di mana ia menulis tentang keberadaan kesepuluh Suku tersebut: "... kesepuluh Suku yang berada di Efrat hingga sekarang, dan yang berjumlah sangat besar, yang jumlahnya tidak dapat diperkirakan." (Antiquitates Iudaicae 11:2)

Yosefus menulis bahwa pada abad pertama Masehi kesepuluh Suku Israel hidup dalam jumlah yang sangat besar di seberang Sungai Efrat. Hal ini mungkin berarti bahwa beberapa dari mereka tersebar ke sebelah timur sungai Efrat.

Pathans (Pasthun) di Afghanistan & Pakistan sunting

Pathans atau Pasthun menganggap diri mereka sebagai anak-anak Israel, meskipun mereka beragama Islam. Bangsa Pasthun memiliki kemiripan dengan kebiasaan Israel kuno. Bangsa Pasthun kini tinggal di perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mereka disebut Afghans atau Pishtus menurut bahasanya. Di Afghanistan, jumlah mereka sekitar enam juta jiwa, dan di Pakistan sekitar tujuh hingga delapan juta jiwa dan dua juta jiwa lagi hidup seperti Suku Badui. Bukti-bukti yang menarik adalah beberapa nama Suku-suku yang sama dengan Suku-suku Israel seperti:

  • "Suku Harabni" yakni Ruben,
  • Suku Shinwari adalah Simeon,
  • Suku Levani - Lewi,
  • Suku Daftani - Naftali,
  • Suku Jaji - Gad,
  • Suku Ashuri - Asyer,
  • Suku Yusuf Su, anak-anak Yusuf,
  • Suku Afridi - Efraim, dan seterusnya.

Pathans atau Pasthun mengaku mempunyai hubungan dengan Kerajaan Israel kuno dari Suku Benyamin dan keluarga Saul. Menurut tradisi, Saul mempunyai seorang anak, bernama Yeremia yang memiliki anak bernama Afghana.

Menurut Alkitab, terutama Kitab 2 Raja-raja, Kitab 1 Tawarikh dan Kitab 2 Tawarikh, sepuluh suku Israel dibuang ke Halah, Havor, sungai Gozan dan Kota-Kota Madai. Beberapa kemiripan Tradisi Pasthun dengan Israel kuno: memiliki sunat untuk anak laki-laki pada hari kedelapan, Patrilineal (Garis Bapak), menggunakan Talith (Jubah Doa) Tsitsit, pernikahan (Hupah), kebiasaan kaum wanita (pembasuhan di sungai), pernikahan dari pihak keluarga ibu atau bapak (Yibbum), Sangat menghormati bapak, larangan memakan daging kuda dan unta, Shabbat dengan menyiapkan 12 roti Hallah, menghidupkan lilin pada saat Shabbat, hari Yom Kippur, menyembuhkan penyakit dengan bantuan kitab Mazmur (menempatkan kitab Mazmur dibawah kepada pasien, nama-nama Ibrani di desa-desa dan menyebut nama Musa, dan menggunakan simbol bintang Daud. Mereka hidup sebagai Suku-suku yang terpencar dan memiliki hukum tradisi yakni Pashtunwali atau hukum Pasthun yang mirip dengan hukum Taurat. Pasthun bertradisi pernikahan ipar, yang mengharuskan saudara laki-laki menikahi janda saudaranya yang meninggal tanpa keturunan, sama seperti Israel kuno (Ulangan 25:5–6). Pasthun juga bertradisi mengorbankan kambing-domba penebusan, sama seperti masa Israel kuno yang membebankan dosa seluruh Bangsa pada domba yang diusir ke gurun dan disembelih (Imamat 16).

Kashmir di India bagian utara sunting

Di India bagian utara yakni Kashmir terdapat sekitar 5-7 juta jiwa. Terdapat nama Ibrani di lembah dan di desa-desa di Kashmir seperti Har Nevo, Beit Peor, Pisga, Heshubon. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa Bangsa Kashmir keturunan Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' pada pembuangan tahun 722 SM. Penampilan fisik mereka berbeda dengan umumnya orang India. Tradisi mereka memang mengindikasikan perbedaan asal-usul. Orang Kashmir memiliki hari raya Paskah pada musim semi, saat dilakukan penyesuaian perbedaan penanggalan candra dan surya, dengan cara seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi. Mereka memang menyebut diri sebagai Bene Israel, Anak-anak Israel. Orang Kashmiri menghormati Sabbath (beristirahat dari semua jenis kerja); menyunat bayi pada usia delapan bulan (di Alkitab, Kejadian 17:12: 8 hari); tidak makan ikan yang tak bersisik dan bersirip (Imamat 11), dan merayakan beberapa Hari Raya Yahudi lainnya, tetapi tidak yang berasal dari setelah kehancuran Bait Allah pertama (seperti Hannukah).

Shin-lung (Bnei Menashe) di sekitar perbatasan India-Myanmar sunting

Di kawasan pegunungan di kedua sisi perbatasan India-Myanmar, bermukim sekitar 2 juta orang Shin-lung. Mereka memiliki tradisi penyembelihan binatang korban seperti suku-suku Israel kuno pada umumnya, dan menyebut diri "Anak Manasye" atau "Bnei Menashe". Kata Manasye banyak bermunculan dalam puisi dan doa (mereka menyeru “Oh God of Manasseh”). Mereka memiliki tradisi cerita yang mengatakan bahwa mereka dibuang ke suatu tempat yang berada di sebelah barat tempat asal mereka, lalu bermigrasi ke timur dan mulai menjadi penggembala dan penyembah dewa. Migrasi mereka berlanjut ke timur, mencapai perbatasan Tibet-Tiongkok, lalu mengikuti aliran Sungai Wei, hingga masuk dan bermukim di Tiongkok Tengah sekitar tahun 230 SM. Orang Tionghoa menjadikan mereka sebagai budak, sehingga beberapa di antara mereka melarikan diri dan tinggal di gua-gua kawasan pegunungan Shin-lung, dan hidup miskin selama dua generasi. Mereka juga disebut orang gua atau orang gunung dan tetap menyimpan kitab suci mereka. Akhirnya mereka mulai berasimilasi dengan orang Tionghoa dan terpengaruh budaya Tionghoa, hingga akhirnya mereka meninggalkan gua-gua pegunungan dan pergi ke barat, melalui Thailand, menuju Myanmar. Setelah itu mereka berkelana tanpa kitab suci, dan membangun tradisi lisan, hingga sampai di Sungai Mandaley, dan menuju Pegunungan Chin. Pada abad-18 sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram, India Timur Laut.

Mereka sadar bahwa mereka bukan orang Tionghoa meskipun menggunakan bahasa Tionghoa dialek lokal, dan menyebut diri Lusi yang berarti Sepuluh Suku (”Lu” berarti Suku, dan “si” berarti sepuluh). Tradisi Manasye antara lain adalah sunat (kini sudah ditinggalkan), upacara pemberkatan anak pada usia 8 hari, hari raya keagamaan yang mirip dengan hari raya keagamaan Yahudi, praktik pernikahan ipar demi kelangsungan nama marga, menyebut nama Tuhan sebagai “Yahwe”, dan memelihara puisi yang mirip dengan kisah penyeberangan Kitab Keluaran ketika Bangsa Israel menyeberang Laut Merah. Di setiap kampung ada Pendeta atau Imam yang selalu bernama Harun (Aaron, saudara Musa dan Imam Pertama Yahudi) dengan pewarisan turun-temurun. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi kampung, berdoa dan mempersembahkan korban, dengan jubah ber-‘breastplate’, ikat pinggang dan mahkota, dan selalu membuka doa dengan menyebut nama Manasye. Dalam kasus terdapat orang jatuh sakit, para Imam dipanggil untuk memberkati pesakit dan mempersembahkan korban. Imam akan menyembelih domba atau kambing dan mengoleskan darahnya di telinga, punggung dan kaki pesakit sambil mengucapkan mantra yang mirip dengan Imamat 14:14. Pada kasus penyakit khusus, diselenggarakan upacara khusus. Semacam upacara penebusan yang dilakukan dengan memotong sayap burung dan menebar bulunya ke udara. Pada kasus penyakit lepra, para Imam menyembelih burung di lapangan terbuka. Untuk penebusan dosa, dilakukan pengorbanan domba di altar seperti dilakukan di Bait Allah (seperti disaksikan seorang penulis di hutan Myanmar sekitar tahun 1963-1964). Darah sembelihan ditorehkan di ujung altar, dagingnya dimakan. Yom Kippur dirayakan sebagai hari penebusan, sekali setahun seperti tradisi Yahudi. Kendaraan Imam tidak boleh dibuat dari logam, namun dari tanah liat, kain, atau kayu. Melakukan praktik pemujaan berhala dan mempercayai klenik sehubungan dengan roh dan setan. Percaya reinkarnasi tapi percaya Tuhan di sorga akan membantu dalam kesusahan.

Qiang (Ch’iang-min) di Tiongkok bagian barat sunting

Orang-orang Qiang atau Ch’iang-min (sekitar 250 ribu orang, 1920) bermukim di Provinsi Sechuan, Tiongkok bagian barat, di daerah pegunungan sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet [Thomas Torrance “The History, Customs and Religion of the Ch’iang People of West China” (1920) dan “China’s First Missionaries: Ancient Israelites” (1937)]. Mereka menganggap diri sebagai imigran dari barat yang datang ke tempat tersebut setelah berjalan selama tiga tahun tiga bulan. Orang Tionghoa menganggap mereka sebagai barbar, dan mereka menilai orang Tionghoa sebagai penyembah berhala (Ch’iang-min percaya hanya pada satu Tuhan dan menyebutnya ‘Yawei’ ketika berada dalam kesulitan). Ch’iang-min mempraktikkan persembahan korban yang dilakukan Imam, jabatan yang hanya bisa dijabat oleh pria yang sudah menikah (Imamat 21:7,13) dan diwariskan turun-temurun. Para Imam mengenakan jubah putih bersih dan bersurban khusus. Mezbah dibuat dari batu yang tidak dipotong dengan alat logam (Keluaran 20:25), dan tidak boleh didekati oleh orang asing dan “cacat” (Imamat 21:17–23). Para Imam Ch’iang-min menggunakan tali pengikat jubah, dan sebatang tongkat berbentuk seperti ular (kisah Musa di gurun). Setelah berdoa, para Imam membakar bagian dalam dan daging korban sembelihan, dan mengambil bagian pundak, dada, kaki dan kulit, sementara dagingnya dibagikan kepada pemberi persembahan. Saat persembahan, mereka mengibarkan 12 bendera di sekitar altar untuk menjaga tradisi bahwa mereka berasal dari satu bapak yang memiliki 12 anak. (Mereka bertradisi sebagai keturunan Abraham dan berleluhur seorang bapak dengan 12 anak). Di antara orang Ch’iang-min, terdapat tradisi mengoleskan darah pada ambang pintu demi keselamatan dan keamanan rumah, pernikahan ipar, tudung kepala bagi wanita, memberi nama anak pada usia 7 hari hingga menjelang malam ke-40.

Kelompok Suku/Bangsa lainnya yang 'terindikasi' keturunan dari 10 Suku Utara Israel yang 'Hilang' sunting

  • Yahudi Kurdi di Suriah, Irak, Iran, Turki & Armenia
  • Bene Israel di India bagian utara
  • Yahudi Cochin di India bagian selatan
  • Yahudi Kaifeng di Tiongkok
  • Batak di Sumatra bagian utara, Indonesia
  • Nias di Sumatra bagian utara, Indonesia
  • Mentawai di Sumatra bagian barat, Indonesia
  • Jawa di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
  • Dayak di Kalimantan (Indonesia, Malaysia & Brunei)
  • Talaud di Sulawesi bagian utara, Indonesia
  • Sangir di Sulawesi bagian utara, Indonesia
  • Minahasa di Sulawesi bagian utara, Indonesia
  • Pamona di Sulawesi bagian tengah, Indonesia
  • Toraja di Sulawesi bagian selatan, Indonesia
  • Melanesia Sumba dan Suku-suku Melanesia lainnya di Nusa Tenggara Timur, Indonesia & Timor-Leste
  • Melanesia Alef'uru di Maluku, Indonesia
  • Suku-suku Melanesia Papua Pesisir di Pesisir Papua, Indonesia & Pesisir Papua Nugini
  • Pribumi Amerika di Amerika Serikat
  • Pribumi Amazon di Amerika bagian selatan
  • Yahudi Falasha (Beta Israel) di Eritrea dan Ethiopia
  • Abayudaya di Uganda
  • Madagaskar
  • Lemba di Malawi, Zimbabwe dan Afrika Selatan
  • Timbuktu (Bilad el-Sudan) di Mali
  • Sefwi (Rumah Israel) di Ghana
  • Yahudi Igbo di Nigeria
  • Anglo-Saxon (Anglo-Israel) yang membentuk Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara, Kanada, Afrika Selatan, Australia, Selandia Baru & Negara Amerika Serikat
  • Armenia
  • Aborigin Australia di Australia
  • Polinesia Maori di Selandia Baru

Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' dalam pandangan Kristen sunting

Siapa sebenarnya Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang'? Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15:24). Ini berarti dalam pengertian rohani orang-orang Kristen adalah Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' dari umat Israel pada semua Suku/Bangsa, tidak hanya terbatas pada mereka yang mempunyai gen/darah Israel.

Referensi sunting

Pranala luar sunting