Samkhya Yoga

bab 2 Bhagawadgita

Samkhya Yoga adalah bab kedua dalam kitab Bhagawadgita. Bab ini terdiri dari 72 sloka. Menurut kamus Weda, kata Samkhya berarti sesuatu yang menguraikan hal-hal secara panjang lebar dan terperinci, dan filsafat Samkhya merujuk pada filsafat yang menguraikan sifat sejati mengenai roh. Samkhya Yoga berisi percakapan antara Arjuna dan Kresna mengenai kematian dan kehidupan. Dalam bab ini, Kresna menjelaskan tentang sifat-sifat roh menurut filsafat Samkhya kepada Arjuna. Bab ini juga menjelaskan fenomena perjalanan setelah mati dan kesedihan yang tak perlu karena kematian kerabat.

Latar belakang sunting

Dalam kitab Mahabharata yang keenam (Bhismaparwa) diceritakan bahwa ketika Arjuna melihat suasana medan perang di Kurukshetra, ia dilanda perasaan takut kehilangan sanak keluarga yang dicintainya. Ia menganggap bahwa membunuh keluarga sendiri demi mendapatkan kepuasan duniawi merupakan perbuatan yang termasuk dosa. Ia juga enggan untuk berperang melawan kakeknya demi memperebutkan sebuah kerajaan. Kresna menganggap bahwa pikiran Arjuna belum terbuka. Untuk membuka pemahaman Arjuna mengenai kematian dan kehidupan, Kresna menjabarkan ajaran Samkhya kepada Arjuna.

Uraian dalam Bhagawadgita sunting

Dalam bab Samkhya Yoga, Arjuna yang diliputi oleh perasaan gundah dan sedih, serta matanya dikaburkan oleh air mata. Kresna mencela Arjuna dan menuntunnya supaya menjadi pemberani. Ia bersabda sebagai berikut:

Dari mana datangnya perasaan melemahkan jiwa pada waktu keadaan sulit ini? Perasaan begini takkan dikenal oleh orang yang mulia, karena hal ini tidak akan memberikan jalan ke Sorga dan hanya menyebabkan penghinaan, O Arjuna.

Janganlah dikalahkan oleh sifat yang tidak patut dianut oleh seorang lelaki, O Arjuna, karena sifat itu tak pantas bagimu. Buanglah perasaan yang kecil dan penakut ini dan bangkitlah, O Arjuna.

Meskipun Kresna berceramah demikian, Arjuna tidak tega bertempur melawan Bisma dan Drona, gurunya sendiri. Ia bingung menentukan yang mana sebetulnya lebih patut untuk dihormati. Arjuna berpikir bahwa lebih baik hidup di dunia ini dengan jalan meminta–minta daripada menikam guru yang dihormatinya. Ia berpikir bahwa jika ia membunuh mereka, dan di dunia ini ia menikmati kesenangan dan kekayaan, segalanya itu akan ternoda dengan darah. Juga ia tidak mengetahui yang mana di antara dua ini yang baik, apakah menaklukkan mereka atau mereka menaklukan kita. Dengan pikirannya yang diliputi perasaan bingung mengenai apa yang sebenarnya disebut dharma, Arjuna meminta nasihat dari Kresna.

Kepada Arjuna yang sedang murung di tengah–tengah kedua pasukan itu, Kresna tersenyum lalu bersabda sebagai berikut:

Bedanya Badan dan Jiwa, kita tidak bersedih hati pada apa yang abadi.

Engkau telah bersedih hati kepada mereka yang tak patut disedihkan, akan tetapi kau berbicara dengan kata–kata yang penuh mengandung pengetahuan. Orang yang bijaksana tak sedih pada yang mati atau pada yang hidup. Tidak pernah ada suatu waktu dimana Aku tidak ada, tidak juga kau, pun juga tidak raja–raja ini, tidak juga di sana akan ada suatu waktu sesudah ini bahwa kita akan musnah dari hidup ini. Sebagai jiwa melalui badan ini pada waktu kita kecil, muda dan tua begitu juga di dalam masuknya ke badan yang lain, jiwa yang tenang itu tak dipengaruhi oleh keadaan proses ini. Dengan adanya perhubungan indria dengan objek–objek ini maka timbulah keadaan yang dingin dan panas, senang dan sedih. Ia muncul dan menghilang dan tidak kekal. Dari itu tahanlah dengan sabar, O Bharata (Arjuna).

Orang yang tenang, yang sama di dalam keadaan penderitaan dan kesenangan, dan yang tidak dapat diganggu oleh keadaan ini, dia sajalah yang dapat mencapai penghidupan yang kekal, O Arjuna, orang yang terbesar di antara manusia. Apa yang tidak ada tidak pernah akan ada, apa yang ada tidak pernah akan tidak ada. Orang–orang yang mempunyai pengetahuan tentang kebenaran mengetahui kedua keadaan ini. Ketahuilah bahwa itu yang berada di mana–mana tak dapat dibinasakan. Dari makhluk yang abadi ini siapapun tak dapat membinasakan. Badan wadag dari jiwa yang abadi, tak terhancurkan dan tak terbatas ini, dipahami sebagai badan wadag yang fana. Oleh karena itu berperanglah, O Bharata. Ia yang berpikir bahwa jiwa adalah pembunuh dan ia yang berpikir bahwa jiwa dapat dibunuh; kedua mereka ini tak mengetahui kebenarannya. Jiwa ini tidak membunuh pun tidak dapat dibunuh. Ia tidak pernah lahir pun juga tidak pernah mati kapanpun, pun juga tidak pernah muncul dan lagi tidak pernah menghilang. Ia adalah tidak pernah mengenal kelahiran, kekal, abadi, dan selalu ada. Ia tidak dapat dibunuh bila badan dibunuh.

Senjata tidak dapat memotong jiwatma, api tidak dapat membakarnya dan air tidak dapat membasahinya, pun angin tidak dapat mengeringkan. Ia tidak dapat dipotong, Ia tidak dapat dibakar, Ia tidak dapat dibasahi maupun dikeringkan. Ia adalah abadi, berada di mana–mana, tidak berubah dan bergerak. Ia adalah selalu sama. Ia dikatakan tidak terwujud, tidak terpikrkan, tidak berubah. Oleh karena itu, mengetahui ia demikian, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Kita tidak bersedih hati pada apa yang dapat musnah. Meskipun jika engkau berpikir bahwa jiwatma, jiwa yang sejati, adalah selalu lahir dan selalu mati, meskipun demikian, O Arjuna, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Karena pada apa yang lahir, kematian adalah pasti dan pasti pula kelahiran pada yang mati. Oleh karena itu pada apa yang tidak dapat dielakkan, engkau seharusnya tidak bersedih hati.

Berbahagialah para Ksatrya, O Partha (Arjuna) yang dapat kesempatan untu berperang, yang muncul tanpa dicari karena hal itu tidak bedanya dengan pintu ke sorga baginya. Bila engkau tidak laksanakan perang kebenaran ini, maka engkau akan ingkar pada kewajiban dan kehormatanmu akan cemar serta engkau akan berdosa. Bila tejadi peperangan antara kebenaran dan ketidakadilan orang harus ikut, bahkan kalau mengasingkan lantaran ketakutan atau kelemahan akan berdosa. Disamping itu orang–orang akan selalu membicarakan tentang keburukanmu dan bagi ia yang telah mendapat kehormatan, keburukan adalah lebih hina daripada kematian. Para pahlawan besar akan berpikir bahwa engkau telah lari dari peperangan disebabkan karena ketakutan dan mereka yang dahulunya menyanjungmu tidak akan berbuat demikian lagi. Juga musuhmu, mengecam akan keberanianmu, dan akan mengatakan mengenai dirimu (sesuatu) yang tidak pantas diucapkan. Hal apa yang lebih menyedihkan daripada ini? Jika terbunuh di medan perang engkau akan ke Sorga, jika menang engkau akan menikmati dunia ini, oleh karena itu bangkitlah, O Arjuna, putuskanlah untuk berperang.

Dengan memandang sama, kedudukan dan kebahagiaan, keuntungan dan kerugian kemenangan dan kekalahan, berperanglah. Dengan demikian engkau tidak akan berdosa. Pengertian mendalam tentang Yoga. Ini ajaran Samkhya yang telah diberikan padamu. Sekarang dengarkanlah tentang Yoga. Bila engkau dapat mengertikannya engkau akan dibebaskan dari ikatan pekerjaan. Di dalam hal ini, tidak ada usaha yang gagal, dan tidak ada halangan yang merintangi, meskipun bagian kecil saja dari dharma ini, akan dapat menyelamatkan dirimu dari ketakutan.

Disini, O Keturunan Kuru (Arjuna) hanya ada keputusan pikiran yang tunggal, akan tetapi pikiran orang yang ragu–ragu mempunyai banyak cabang dan tidak ada akhirnya. Tidak ada kebijaksanaan bagi mereka yang keduniawian. O, Arjuna, tidak ada ketentuan yang tegas di dalam pikiran dari mereka yang telalu mengikatkan diri kepada kesenangan dan kekuasaan dan kehilangan kecerdasan disebabkan oleh kata–kata yang muluk dari orang yang tidak bijaksana yang penuh dengan keinginan–keinginan dan memandang pada sorga sebagai tujuan yang tertinggi, dan ia mendapatkan kebahagiaan dari kata–kata pujian di dalam Weda–weda dan mengatakan tidak ada yang lain lagi. Kata–katanya yang muluk dipancarkan dengan berbagai–bagai upacara yang istimewa sebagai alat untuk mendapatkan kebahagiaan dan kekuasaan dan menjadi sebab dari kelahiran–kelahiran yang baru sebagai akibat dari pekerjaannya yang dilakukan dengan ikatan keinginan.

Pusatkan pikiran dalam Yoga, lakukan pekerjaanmu, O Arjuna, bebaskan ikatan dengan pikiran yang sama dalam sukses dan kegagalan, karena keseimbangan dalam pikiran adalah disebut Yoga. Pekerjaan yang dilakukan dengan keinginan adalah jauh lebih rendah daripada melaksanakan dengan kebijaksanaan, tidak terganggu oleh pikiran–pikiran akan hasilnya, O Arjuna, berbuatlah dengan kebijaksanaan. Celakalah mereka yang melaksanakan pekerjaan dan mengikatkan diri akan hasilnya. Ia yang bijaksana akan dapat membebaskan diri di dalam hidup ini, dari kedua unsur baik ataupun buruk. Oleh karena itu berjuanglah untuk Yoga. Yoga adalah membantu dalam pekerjaan. Orang yang bijaksana yang telah mencapai keseimbangan pikiran ini tidak mengikatkan diri daripada hasil dari pekerjaannya, bebas untuk selama–lamanya dari ikatan kelahiran dalam mencapai keadaan yang bahagia, bebas dari dukacita.

Inti ajaran sunting

Menurut penjelasan dalam kitab Bhagawadgita, perang diperlukan apabila segala cara gagal ditempuh untuk menegakkan kebenaran. Dalam ajaran agama Hindu, membunuh manusia dilegalkan apabila dilakukan oleh kesatria yang sedang berperang membela kebenaran dan tanah air. Peperangan tidak boleh didasari oleh nafsu membunuh. Bagi kesatria yang turut berpartisipasi dalam peperangan, kewajiban utamanya adalah membinasakan musuh-musuhnya tanpa memikirkan pahala.

Menurut Bhagawadgita, dalam proses kematian di dunia nyata, hanya badan kasar yang mati, sedangkan jiwa tak pernah mati dengan berbagai cara. Menurut ajaran Hindu, setelah jiwa meninggalkan suatu badan maka jiwa mencari badan baru, ibarat orang melepas baju lama untuk memakai baju baru. Proses ini dikenal sebagai reinkarnasi. Jadi, semua kepribadian adalah individu yang kekal. Mereka adalah individu masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang, sebab roh-roh individual kekal selamanya dan mengalami reinkarnasi. Pengetahuan mengenai sang roh dan badan dari berbagai segi pandang pandang diuraikan dalam Bhagawadgita sebagai Samkhya.

Dalam Bhagawadgita dijelaskan bahwa kesatria yang berperang melawan musuhnya sesungguhnya tidak membunuh siapapun. Mereka hanya menjalankan kewajibannya, yaitu membela kebenaran, tanah air dan hak-haknya. Maka menurut Bhagawadgita, kesatria yang melakukan kewajibannya di medan perang seharusnya tidak memikirkan dan menyesali kematian. Kehilangan kehormatan lebih buruk daripada kematian. Menurut kitab Bhismaparwa, gugur di medan perang bagi kaum kesatria sesungguhnya mulia daripada meninggal di rumah karena digerogoti penyakit.

Perdebatan sunting

Menurut kitab Bhagawadgita yang disusun A. C. B. Swami Prabhupada, Samkhya yang diuraikan dalam Bhagawadgita berbeda dengan filsafat Samkhya yang berisi filsafat ateisme. Jadi, filsafat Samkhya ada dua, yaitu filsafat Samkhya yang percaya kepada Tuhan dan filsafat Samkhya yang tidak percaya kepada Tuhan. Pembawa ajaran Samkhya adalah Kapila. Namun kitab Bhagawadgita oleh A. C. B. Swami Prabhupada mengatakan bahwa ada dua orang berbeda yang bernama Kapila, dan sama-sama mengajarkan sebuah filsafat yang disebut Samkhya. Kapila yang mengajarkan filsafat Samkhya beraliran teisme muncul lebih awal daripada Kapila yang mengajarkan filsafat Samkhya beraliran ateisme.

Pranala luar sunting