Psilosibin

Senyawa kimia

Psilosibin adalah senyawa bakal obat psikedelik alami yang diproduksi oleh lebih dari 200 spesies jamur. Produsen paling poten untuk senyawa ini adalah anggota dari genus Psilocybe, seperti P. azurescens, P. semilanceata, dan P. cyanescens tetapi psilosibin juga dapat diisolasi dari sekitar selusin genera lain. Sebagai suatu prodrug (bakal obat), psilosibin dengan cepat diubah oleh tubuh menjadi psilosin, yang memiliki efek memengaruhi mental mirip dengan LSD, meskalin, dan DMT. Secara umum, psilosobin menghasilkan efek antara lain euforia, halusinasi visual dan mental, perubahan persepsi, persepsi waktu yang terdistorsi, dan pengalaman spiritual selain efek samping seperti mual dan serangan panik.

Struktur kimia Psilocybin
Struktur kimia Psilocybin

Ilustrasi pada mural dan lukisan batu pra-aksara, yang ditemukan di Spanyol dan Algeria, menunjukkan bahwa manusia sudah lama menggunakan jamur penghasil psilosibin. Di Mesoamerika, jamur-jamur sihir tersebut sudah lama dikonsumsi dalam upacara spiritual dan peramalan sebelum pencatat sejarah bangsa Spanyol mulai mendokumentasikan penggunaannya pada abad ke-16. Pada tahun 1959, kimiawan Swiss Albert Hofmann mengisolasi psilosibin awal yang aktif dari jamur Psilocybe mexicana. Atasan Hoffman, Sandoz, memasarkan psilosibin murni kepada dokter dan psikiater seluruh dunia sebagai bahan psikoterapi psikedelik. Pada akhir 1960-an, aturan hukum tentang obat semakin membatasi penelitian ilmiah tentang efek psilosibin dan halusinogen lain tetapi popularitasnya sebagai enteogen, bahan yang meningkatkan spiritualitas, bertambah pada dekade berikutnya karena meluasnya informasi tentang pembudidayaan jamur psilosibin.

Intensitas dan durasi efek psilosibin beragam, bergantung pada spesies atau kultivar jamur, dosis, faal individu, dan keadaan mental serta lingkungan fisik maupun sosial pengguna, sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah percobaan yang dipimpin oleh Timothy Leary di Universitas Harvard pada awal 1960-an. Setelah ditelan, psilosibin dengan cepat dimetabolisme menjadi psilosin yang memicu aksi pada reseptor serotonin di otak. Efek memengaruhi mental biasanya berlangsung selama 2-6 jam walau pengguna merasa durasi efek jauh lebih lama karena perubahan persepsi waktu. Kepemilikan atas jamur yang mengandung psilosibin dianggap sebagai tindak kriminal di banyak negara dan psilosibin termasuk dalam kategori obat terlarang dalam banyak aturan hukum tentang obat pada tingkat nasional berbagai negara.

Efek pengalaman mistis sunting

Jamur psilosibin (biasa juga disebut jamur sihir) telah dan masih digunakan dalam berbagai budaya asli di Dunia Baru (Benua-Benua Amerika) baik pada latar keagamaan, peramalan, atau kerohanian. Karena arti kata entheogen ("dewa dalam diri"), jamur sihir dihargai sebagai sakramen kerohanian kuat yang membuka akses ke dunia roh. Jamur ini biasa digunakan dalam komunitas dengan kelompok kecil sebagai perekat kohesi kelompok dan reafirmasi nilai tradisional.[1] Terence McKenna mencatat praktik penggunaan jamur psilosibin di seluruh dunia sebagai etos budaya yang menghubungkan dirinya dengan Bumi dan misteri alam. McKenna berpendapat bahwa jamur ini memperbesar kesadaran diri dan rasa dekat dengan "Yang Lebih Tinggi"—dalam kata lain, pemahaman yang lebih dalam akan terhubungnya manusia dengan alam.[2]

Obat psikedelik dapat menyebabkan terjadinya keadaan kesadaran yang kemudian meninggalkan makna personal dan kerohanian jangka panjang bagi individu yang religius atau condong kepada hal kerohanian; keadaan ini disebut sebagai pengalaman mistis. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa banyak sifat pengalaman mistis akibat penggunaan obat tidak dapat dibedakan dari pengalaman mistis yang diperoleh melalui cara yang tidak mengandalkan obat, seperti meditasi atau olah napas holotropik.[3][4] Pada 1960-an Walter Pahnke dan kawan-kawan mengevaluasi pengalaman mistis (yang mereka sebut "kesadaran mistis") secara sistematis dengan membuat kategori ciri umum. Kategori ini, menurut Pahnke, "mendeskripsikan inti pengalaman psikologis yang universal, bebas dari interpretasi teologi atau filsafat yang tergantung pada budaya", dan membantu peneliti menilai pengalaman mistis dalam skala numerik kualitatif.[5]

Pada Percobaan Marsh Chapel tahun 1962, yang diadakan oleh Pahnke di Harvard Divinity School di bawah pengawasan Timothy Leary, hampir semua sukarelawan mahasiswa seminari untuk gelar master yang diberi psilosibin melaporkan pengalaman religius yang dalam.[6] Salah satu partisipan percobaan yakni cendekiawan keagamaan Huston Smith, penulis sejumlah buku cetak tentang perbandingan agama; ia kemudian menggambarkan pengalamannya sebagai "peristiwa kembali ke rumah kosmik paling kuat yang pernah saya alami."[7] Pada penindaklanjutan percobaan setelah 25 tahun, semua subjek penelitian yang diberi psilosibin menggambarkan bahwa mereka mengalami unsur "mistis sesungguhnya dan mendefinisikannya sebagai salah satu titik puncak kehidupan spiritual mereka". Peneliti psikedelik Rick Doblin menganggap penelitian tersebut memiliki bagian yang cacat karena implementasi prosedur double-blind yang tidak benar dan sejumlah pertanyaan tidak presisi pada kuesioner tentang pengalaman mistis. Namun, ia mengatakan bahwa penelitian ini memunculkan "keraguan yang signifikan atas pernyataan bahwa pengalaman mistis dengan katalis obat bersifat inferior dibandingkan pengalaman mistis tanpa obat dalam hal baik isinya secara langsung maupun efek jangka panjangnya". Sentimen ini diulangi kembali oleh psikiater William A. Richards, yang pada tinjauan 2007 menyatakan "penggunaan jamur [psikedelik] dapat menjadi salah satu teknologi yang mendorong terjadinya pengalaman kewahyuan [penyingkapan] yang sekurang-kurangnya serupa dengan pengalaman yang terjadi melalui apa yang disebut sebagai perubahan kimiawi otak secara spontan."[8]

Kelompok peneliti dari Johns Hopkins University School of Medicine yang dipimpin oleh Griffiths mengadakan studi untuk menilai efek psikologis jangka pendek dan panjang pengalaman penggunaan psilosibin. Mereka menggunakan kuesioner tentang pengalaman mistis dan prosedur double-blind yang ketat dalam versi yang telah dimodifikasi.[9] Bersangkutan dengan kemiripan penelitiannya dengan studi oleh Leary, Griffith menjelaskan perbedaan keduanya: "Kami mengadakan penelitian sistematis yang ketat menggunakan psilosibin di bawah kondisi yang dimonitor secara saksama, alur yang Dr. Leary abaikan pada awal 1960-an."[10] Penelitian tersebut didanai oleh Institut Penyalahgunaan Obat Nasional Amerika Serikat (National Institute on Drug Abuse, NIDA), terbit pada 2006, dan disanjung oleh para pakar karena kekuatan desain percobaannya. Pada penelitian tersebut, 36 sukarelawan yang belum pernah menggunakan halusinogen diberikan psilosobin dan metilfenidat (Ritalin) pada sesi yang berbeda; sesi metilfenidat berfungsi sebagai kontrol dan plasebo psikoaktif. Tingkat pengalaman mistis diukur dengan kuesioner yang dibuat oleh Ralph W. Hood;[11] 61% subjek melaporkan "pengalaman mistis total" setelah mendapatkan sesi psilosibin sementara hanya 13% melaporkan hasil serupa setelah mendapatkan sesi metilfenidat. Dua bulan setelah diberi psilosibin, 79% partisipan melaporkan peningkatan kepuasan hidup dan rasa sejahtera yang sedang hingga besar. Sekitar 36% partisipan juga mengalami "pengalaman rasa takut" atau disforia yang kuat hingga ekstrem pada sesi psilosibin, hal ini tidak dilaporkan oleh satupun partisipan pada sesi metilfenidat; sekitar sepertiga dari mereka yang melaporkan disforia (13%) memberitahu bahwa rasa takut ini mendominasi seluruh sesi. Efek negatif ini dilaporkan dapat dengan mudah ditangani oleh peneliti dan tidak memberikan efek negatif jangka panjang pada rasa sejahtera subjek.[12]

Studi lanjutan yang diadakan 14 bulan setelah sesi psilosibin awal mengonfirmasi bahwa partisipan secara lanjut memaknai pengalaman tersebut secara personal dan mendalam. Hampir sepertiga subjek melaporkan bahwa pengalaman tersebut adalah satu-satunya peristiwa paling berarti atau signifikan secara spiritual dalam hidup mereka; lebih dari dua per tiga subjek melaporkan peristiwa tersebut termasuk dalam lima peristiwa paling signifikan secara spiritual dalam hidup mereka. Sekitar dua per tiga subjek mengindikasikan bahwa pengalaman tersebut meningkatkan rasa sejahtera atau kepuasan hidup.[6] Bahkan setelah 14 bulan, mereka yang melaporkan pengalaman mistis mendapatkan nilai dengan rerata 4% lebih tinggi pada personality trait keterbukaan kepada pengalaman; biasanya personality trait bersifat stabil sepanjang umur orang dewasa. Hal yang serupa terjadi pada penelitian (2010) dengan kuesioner berbasis internet yang dirancang untuk meneliti persepsi pengguna terhadap manfaat dan bahaya penggunaan obat halusinogen: 60% dari 503 pengguna psilosibin melaporkan bahwa penggunaan psilosibin memiliki pengaruh positif jangka panjang pada rasa sejahtera.[13][14]

Walau banyak penelitian pada abad ke-21 menyimpulkan bahwa psilosibin dapat menyebabkan pengalaman mistis dengan arti personal dan berpengaruh secara spiritual, tidak semua anggota komunitas kesehatan setuju. Paul R. McHugh, mantan direktur Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku Johns Hopkins, menanggapi dalam tinjauan buku: "Fakta yang tidak disebutkan dalam The Harvard Psychedelic Club ialah bahwa LSD, psilosibin, meskalin, dan bahan serupa tidak menghasilkan "kesadaran yang lebih tinggi" melainkan sebuah "kesadaran yang lebih rendah" tertentu yang dengan baik dikenal oleh para psikiater dan ahli saraf—yaitu, "delirium toksik"."[15] Menanggapi penolakan McHugh terhadap pandangan bahwa pengalaman mistis menghasilkan pandangan baru, Michael Pollan merujuk kepada Roland Griffiths, peneliti dari Johns Hopkins dan penulis banyak penelitian yang mendapati bahwa banyak partisipan sesungguhnya mengalami hal yang memberikan arti personal yang besar dan berkelanjutan yang menghasilkan perubahan positif berkelanjutan dalam fungsi psikologis.[9][16] Menurut Pollan, Griffiths mengakui bahwa mereka yang menggunakan psilosibin dapat mengalami psikosis sementara tetapi merincikan bahwa pasien yang McHugh gambarkan kemungkinan tidak melaporkan pengalaman mereka bertahun-tahun kemudian dengan ujaran "Waw, itu pengalaman paling hebat dan berarti dalam hidupku."[17] Respons demikian dalam kata lain ialah bahwa menyamakan pengalaman karena psilosibin menghasilkan pandangan menakjubkan secara otomatis dengan pengalaman pasien psikiatrik yang serupa secara dangkal (delirium toksik semata) adalah tidak pantas karena hanya "pandangan baru" yang didapatkan dari pengalaman dengan psilosibin yang dilaporkan sering menghasilkan perubahan berkelanjutan dan bermanfaat yang besar dalam hidup seseorang.

Bentuk sediaan sunting

Walau psilosibin dapat dibuat secara sintetik, bahan yang digunakan di luar penelitian biasanya tidak demikian. Psilosibin terkandung dalam spesies jamur tertentu dan dapat dikonsumsi dengan berbagai cara: dengan konsumsi langsung bagian buah segar atau kering, dengan bentuk teh herbal, atau dengan mencampurkannya ke makanan lain untuk menutup rasa pahit.[18] Pada kasus yang jarang, ekstrak jamur disuntikkan langsung secara intravena.[14]

Efek merugikan sunting

Sebagian besar kejadian penggunaan jamur psikedelik fatal, yang relatif sedikit, yang dilaporkan dalam pustaka melibatkan penggunaan obat lain secara bersamaan, terutama alkohol. Kebanyakan penyebab kebutuhan penanganan medis atas penggunaan jamur psikedelik mungkin termasuk disforia atau reaksi panik, yang memengaruhi individu yang menjadi cemas, bingung, gelisah, atau terdisorientasi secara ekstrem. Kecelakaan, kegiatan menyakiti diri, atau percobaan bunuh diri dapat terjadi pada kasus serius episode psikosis akut.[14] Walau tidak ada penelitian yang menemukan hubungan antara psilosibin dan kecacatan lahir,[19] perempuan hamil dianjurkan agar menghindari penggunaan psilosibin.[20]

Toksisitas sunting

Data toksisitas psilosibin tidak banyak ditemui tetapi pada 2010-an kejadian overdosis jamur psilosibin semakin banyak tercatat. Sebuah analisis jamur, yang digunakan oleh mereka yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan karena keracunan psilosibin, menemukan kadar fenetilamina (phenethylamine, PEA) yang tinggi. Hal yang sama ditemukan pada urin mereka yang menggunakan jamur psilosibin. Maka dari itu, terdapat hipotesis bahwa PEA dapat meningkatkan intensitas efek keracunan psilosibin.[21]

Median dosis letal (LD50) pada tikus jika psilosibin diberikan secara oral (ditelan) adalah 280 miligram per kilogram (mg/kg), sekitar 1,5 kali lipat LD50 kafein. Jika psilosibin diberikan secara intravena kepada kelinci, LD50 mendekati 12,5 mg/kg.[22] Jamur Psilocybe cubensis mengandung psilosibin sebanyak sekitar 1% menurut bobot sehingga sekitar 1,7 kg jamur kering, atau 17 kg jamur segar, menyebabkan manusia dengan berat badan 60 kg mengalami hal yang sama seperti tikus yang memiliki LD50 psilosibin sebanyak 280 mg/kg.[14] Berdasarkan penelitian pada hewan, dosis letal (mematikan) psilosibin diperhitungkan menurut ekstrapolasi berjumlah 6 gram, 1000 kali lebih besar daripada dosis efektif 6 mg.[23] Pendaftaran Efek Toksik Bahan Kimia menetapkan bahwa psilosibin memiliki indeks terapi yang relatif tinggi, yaitu 641 (semakin tinggi nilai indeks terapi maka profil keamanannya semakin baik); sebagai perbandingan, indeks terapi aspirin adalah 199 sedangkan nikotin adalah 21.[24] Dosis letal psilosibin pada penggunaan sebagai medikasi atau bahan rekreasi tunggal belum pernah terdokumentasi—hingga 2011, hanya ada dua laporan resmi atas kasus overdosis jamur halusinogen (tanpa penggunaan bahan lain) pada pustaka ilmiah dan mungkin kasus-kasus tersebut melibatkan faktor lain di samping psilosibin.[14]

Psikiatri sunting

Serangan panik dapat terjadi karena konsumsi jamur yang mengandung psilosibin, terutama jika jamur tertelan secara tidak disengaja atau tidak terduga. Reaksi tersebut bercirikan perilaku kekerasan, pemikiran ingin bunuh diri,[25] psikosis seperti pada skizofrenia,[26][27] dan kejang[28] sesuai berbagai pustaka ilmiah. Sebuah survei diadakan di Inggris pada tahun 2005; penelitian tersebut menemukan bahwa hampir seperempat dari mereka yang pernah menggunakan psilosibin dalam jangka waktu satu tahun mengalami serangan panik.[14] Efek merugikan lain yang tidak begitu banyak dilaporkan antara lain paranoia, kebingungan, derealisasi (hilangnya koneksi dengan kenyataan) jangka panjang, dan mania.[13] Penggunaan psilosibin dapat memicu episode gangguan depersonalisasi secara sementara.[29] Penggunaannya oleh mereka yang mengidap skizofrenia dapat memicu episode psikosis akut yang membutuhkan penanganan medis.[30]

Kemiripan gejala yang dipicu oleh psilosibin dengan gejala pada skizofrenia menjadikan senyawa ini sebagai alat penelitian dalam studi perilaku dan pencitraan saraf pada gangguan psikosis skizofrenia.[31][32][33] Pada kedua kasus, gejala psikosis dianggap muncul karena "pembatasan yang kurang terhadap informasi kognitif dan indra" dalam otak yang pada akhirnya memicu "fragmentasi kognitif dan psikosis".[32] Flashback (berulangnya pengalaman sebelumnya dengan psilosibin secara spontan) dapat terjadi lama setelah penggunaan jamur psilosibin. Hallucinogen persisting perception disorder (HPPD) bercirikan adanya gangguan visual berkelanjutan yang mirip dengan gangguan yang muncul karena bahan psikedelik. Flashback maupun HPPD secara umum berhubungan dengan penggunaan psilosibin.[14]

Alkoholisme sunting

psilocybin, menurut sebuah studi tahun 2022 yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association Psychiatry, memiliki kemampuan untuk membendung penggunaan alkohol yang berlebihaang berlebihan.[34]

Toleransi dan ketergantungan sunting

Toleransi terhadap psilosibin muncul dan menghilang dengan cepat; konsumsi psilosibin lebih dari satu kali sepekan dapat membuat hilangnya efek psilosibin. Toleransi menghilang setelah beberapa hari sehingga pemberiannya dapat dilakukan dengan jeda beberapa hari agar efek terhindarkan.[35] Toleransi silang dapat terjadi antara psilosibin dan LSD dengan ciri farmakologi yang mirip[36] serta antara psilosibin dan fenetilamina seperti meskalin dan DOM.[37]

Penggunaan berulang psilosibin tidak menyebabkan ketergantungan fisik.[38] Penelitian pada 2008 menyimpulkan bahwa, berdasarkan data Amerika Serikat pada 2000-2002, onset remaja (usia 11-17 tahun) dalam menggunakan obat halusinogen (termasuk psilosibin) tidak meningkatkan risiko ketergantungan obat pada masa dewasa. Hal ini diterangkan dalam perbandingan dengan penggunaan remaja atas ganja, kokain, inhalansia, obat penenang, dan stimulan, yang semuanya berhubungan dengan "risiko besar mengalami gejala klinis ketergantungan obat di kemudian hari".[39] Penelitian di Belanda pada tahun 2010 memeringkatkan bahaya relatif jamur psilosibin dibandingkan dengan 19 obat rekreasi, antara lain alkohol (minuman keras), ganja, kokain, ekstasi, heroin, dan tembakau (bahan rokok). Dalam studi tersebut, jamur psilosibin menempati peringkat obat ilegal dengan bahaya paling rendah,[40] menguatkan kesimpulan yang telah dibuat oleh kelompok pakar dari Inggris.[41]

Farmakologi sunting

Farmakodinamik sunting

Psilosibin dengan cepat mengalami defosforilasi dalam tubuh menjadi psilosin, yang merupakan agonis sejumlah reseptor serotonin, yang juga dikenal sebagai reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT). Pada tikus, psilosin memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2A dan afinitas yang rendah terhadap reseptor 5-HT1, termasuk reseptor 5-HT1A dan 5-HT1D; efek psilosin juga dimediasi oleh reseptor 5-HT2C.[38] Efek psikotomimetik (serupa psikosis) karena psilosin dapat dihentikan dengan mekanisme bergantung-dosis oleh ketanserin, obat antagonis 5-HT2A.[26] Sejumlah bukti menunjukkan bahwa interaksi psilosin dengan reseptor non-5-HT2 juga berperan dalam efek obat secara subjektif dan dalam hal perilaku.[37] Contohnya, psilosin secara tidak langsung meningkatkan kadar neurotransmiter dopamin di basal ganglia dan sebagian gejala psikotomimetik karena psilosin dapat dikurangi oleh haloperidol, antagonis reseptor dopamin nonselektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat peran dopaminergik tidak langsung dalam munculnya efek psikotomimetik karena psilosin.[42] Psilosibin dan psilosin tidak memiliki afinitas terhadap reseptor D2 dopamin, tidak seperti agonis reseptor 5-HT lain, yaitu LSD.[38] Psilosin berperan sebagai antagonis reseptor H1 dengan afinitas sedang sementara LSD memiliki afinitas lebih rendah. Reseptor serotonin terdapat di banyak bagian otak, antara lain korteks otak besar, dan berperan dalam banyak fungsi, antara lain regulasi suasana hati, motivasi, suhu tubuh, nafsu makan, dan libido.[43] Psilosibin juga menginduksi perubahan glutamat tergantung-region yang dapat menyebabkan pengalaman subjektif disolusi-ego.[44]

Farmakokinetik sunting

Efek obat mulai terjadi pada 10–40 menit setelah psilosibin masuk ke saluran cerna; efek berlangsung selama 2–6 jam tergantung dosis psilosibin, spesies jamur, dan metabolisme individu.[45] Waktu paruh psilosibin yakni 163 ± 64 menit jika dikonsumsi secara oral (lewat saluran cerna) atau 74.1 ± 19.6 menit jika disuntikkan secara intravena.[38]

Psilosibin dimetabolisme terutama di hati. Dengan dikonversinya psilosibin menjadi psilosin, bahan ini mengalami efek first-pass sehingga kadarnya berkurang sangat banyak sebelum sampai ke sirkulasi sistemik. Psilosin dipecah oleh enzim monoamine oxidase (MAO) menghasilkan sejumlah metabolit yang dapat beredar dalam plasma darah, antara lain 4-hidroksiindol-3-asetaldehida, 4-hidroksitriptofol, dan asam 4-hidroksiindol-3-asetat.[38] Sebagian psilosin tidak dipecah oleh enzim, mereka kemudian diubah menjadi glukuronida; mekanisme biokimia ini digunakan oleh hewan untuk mengeliminasi zat beracun melalui pengikatannya dengan asam glukuronat dan ekskresi melalui urine.[46][47] Psilosin mengalami glukuronasi dengan enzim glukuronosiltransferase UGT1A9 di hati dan dengan UGT1A10 di usus halus.[48] Berdasarkan penelitian pada hewan, sejumlah 50% psilosibin yang tertelan diabsorbsi melalui lambung dan usus halus. Dalam waktu 24 jam, sekitar 65% psilosibin yang terabsorbsi diekskresi melalui urine dan 15-20% sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Walaupun sebagian besar sisa obat dieliminasi dengan cara demikian dalam waktu 8 jam, psilosibin masih terdeteksi dalam urine setelah 7 hari.[49] Uji klinis menunjukkan bahwa kadar psilosin dalam plasma darah orang dewasa berjumlah rata-rata 8 µg/liter dalam waktu 2 jam setelah masuknya dosis tunggal oral 15 mg psilosibin;[50] efek psikologis terjadi jika kadar psilosin dalam plasma berjumlah 4–6 µg/liter.[38] Psilosibin bersifat 100 kali kurang poten daripada LSD menurut perbandingan bobot per bobot, efek psikologisnya juga berlangsung separuh waktu dari LSD.[51]

Inhibitor MAO diketahui memperpanjang dan memperbesar efek dimetiltriptamin (DMT), sebuah penelitian menunjukkan bahwa efek psilosibin serupa karena sifat strukturnya yang analog terhadap DMT.[52] Konsumsi alkohol (minuman keras) dapat memperbesar efek psilosibin karena asetaldehida, salah satu metabolit utama dari alkohol, bereaksi dengan amina biogenik yang ada dalam tubuh, menghasilkan inhibitor MAO yang mirip dengan tetrahidroisokuinolin dan β-karbolin.[14] Pengisap rokok juga dapat mengalami efek psilosibin yang lebih besar[14] karena paparan asap tembakau mengurangi aktivitas MAO dalam otak dan saraf tepi.[53]

Sifat kimia dan biosintesis sunting

Psilosibin (O-fosforil-4-hidroksi-N,N-dimetiltriptamin, 4-PO-Psilosin, atau 4-PO-HO-DMT) adalah prodrug (bakal obat) yang berubah menjadi psilosin—senyawa yang aktif secara farmakologis—melalui reaksi defosforilasi. Reaksi kimia ini terjadi dalam kondisi asam kuat di laboratorium atau dalam tubuh makhluk hidup dengan adanya enzim fosfatase.[54]

Psilosibin termasuk senyawa triptamin dengan struktur kimia cincin indol yang terikat dengan substituen etilamina. Senyawa ini dapat diturunkan dari asam amino triptofan dan memiliki struktur yang mirip dengan neurotransmiter serotonin. Psilosibin adalah anggota golongan senyawa turunan triptofan yang mulanya berfungsi sebagai antioksidan pada makhluk hidup sederhana dan akhirnya berperan dalam fungsi yang rumit pada makhluk hidup multiseluler seperti manusia.[55] Senyawa psikedelik lain yang memiliki cincin indol yaitu dimetiltriptamin (DMT) yang ditemukan terkandung pada banyak spesies tanaman dan dalam jumlah sangat sedikit terkandung pada beberapa hewan menyusui serta bufotenin yang ditemukan pada kulit katak psikoaktif.[56]

Psilosibin termasuk senyawa alkaloid yang larut dalam air, metanol, dan pelarut air-etanol tetapi tidak larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan petroleum eter.[56] Nilai pKa psilosibin diperkirakan 1,3 serta 6,5 untuk gugus-gugus OH fosfat dan 10,4 untuk gugus dietilamina sehingga psilosibin termasuk struktrur zwitter-ion secara keseluruhan. Paparan cahaya memengaruhi kestabilan larutan berair psilosibin dan mengakibatkan oksidasi yang cepat—menjadi catatan pertimbangan penggunaannya sebagai standar analisis.[57] Osamu Shirota dan kawan-kawan melaporkan metode sintesis skala besar psilosibin tanpa pemurnian kromatografis pada 2003.[58] Dengan bahan baku 4-hidroksiindol, mereka membuat psilosibin dari psilosin, menghasilkan rendemen 85%, peningkatan rendemen yang besar jika dibandingkan dengan metode sintesis yang telah ada.[59][60][61] Psilosibin murni berbentuk serbuk kristalin putih seperti jarum dengan titik leleh antara 220–228 °C dan rasa yang sedikit mirip dengan amonia. Pada 2020, terdapat pengembangan metode baru untuk sintesis psilosibin.[62]

Dalam biosintesis, transformasi biokimia triptofan menjadi psilosibin melibatkan sejumlah reaksi enzim: dekarboksilasi, metilasi N9, hidroksilasi C4, dan fosforilasi O. Percobaan dengan pelabelan isotop pada 1960-an menunjukkan bahwa dekarboksilasi triptofan adalah langkah dimulainya biosintesis sedangkan fosforilasi O adalah langkah terakhir[63][64] tetapi analisis pada 2010-an dengan isolasi enzim menunjukkan bahwa fosforilasi O adalah langkah ketiga biosintesis pada P. cubensis.[65] Rangkaian langkah intermediat dengan enzim melibatkan 4 enzim yang berbeda (PsiD, PsiH, PsiK, dan PsiM) pada P. cubensis dan P. cyanescens walau jalur biosintesisnya berbeda antarspesies.[56] Enzim-enzim ini diekspresikan dari kode yang termuat dalam klaster gen pada Psilocybe, Panaeolus, dan Gymnopilus.[66] Para peneliti telah melakukan rekayasa genetik Escherichia coli di laboratorium sehingga dapat mengadakan manufaktur psilosibin dalam jumlah besar.[67] Psilosibin dapat diproduksi secara de novo dengan khamir.[68][69]

Metode analisis sunting

Sejumlah uji kimia sederhana—tersedia secara komersial sebagai perlengkapan uji reagen—dapat digunakan dalam menilai keberadaan psilosibin pada ekstrak yang dibuat dari jamur. Psilosibin bereaksi terhadap uji Marquis dengan menghasilkan warna kuning dan terhadap reagen Mandelin menghasilkan warna hijau.[70] Namun, uji-uji tersebut tidak bereaksi hanya dengan psilosibin saja; misalnya, uji Marquis juga bereaksi dengan banyak golongan obat terlarang seperti senyawa-senyawa dengan gugus amino primer dan cincin benzena yang tidak tersubstitusi, antara lain amfetamin dan metamfetamin.[71] Reagen Ehrlich dan DMACA digunakan sebagai bahan yang disemprotkan setelah kromatografi lapis tipis untuk mendeteksi keberadaan psilosibin.[72] Banyak teknik kimia analisis modern digunakan untuk menentukan jumlah kadar psilosibin dalam sampel jamur. Metode awal yang umum digunakan adalah kromatografi gas tetapi suhu tinggi diperlukan untuk menguapkan sampel psilosibin sebelum analisis sehingga gugus fosforil psilosibin langsung terlepas dan senyawa menjadi psilosin, kedua senyawa sulit dibedakan dalam metode ini. Dalam toksikologi forensik, teknik dengan penggabungan kromatografi gas dan spektrometri massa (gas chromatography-mass spectrometry, GC-MS) adalah metode yang paling luas digunakan karena sensitivitasnya yang tinggi dan kemampuannya dalam memisahkan senyawa-senyawa pada campuran biologis kompleks.[73] Metode kimia analisis yang digunakan dalam pengujian psilosibin termasuk ion mobility spectrometry,[74] elektroforesis kapiler,[75] spektroskopi ultraviolet,[76] dan spektroskopi inframerah.[77] Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) digunakan bersama metode spektrometri massa ultraviolet,[57] fluoresensi,[78] elektrokimia,[79] dan electrospray ionization (ESI).

Beragam metode kromatografi disusun dengan tujuan mendeteksi psilosin pada cairan tubuh: sistem identifikasi obat darurat cepat (rapid emergency drug identification system, REMEDI HS), metode penapisan obat dengan KCKT;[80] KCKT dengan pendeteksian elektrokimia;[79][81] GC-MS;[46][80] dan kromatografi cair yang dibarengi spektrometri massa.[82] Walaupun penentuan kadar psilosin dalam urine dapat dilakukan tanpa pengolahan sampel terlebih dahulu (penghilangan kontaminan yang mempersulit penilaian konsentrasi secara akurat), analisis psilosin dalam plasma atau serum darah mengharuskan ekstraksi pendahuluan, diikuti oleh derivatisasi ekstrak untuk GC-MS. Imunoasai khusus juga dibuat untuk mendeteksi psilosin dalam sampel darah utuh.[83] Sebuah artikel yang diterbitkan pada 2009 melaporkan penggunaan KCKT dalam pemisahan cepat obat-obatan ilegal penting dalam kajian forensik, termasuk psilosibin dan psilosin; metode tersebut dapat mengidentifikasi senyawa-senyawa itu dalam hitungan waktu analisis setengah menit.[84] Namun demikian, teknik-teknik analisis pengujian konsentrasi psilosibin dalam cairan tubuh tidak tersedia secara rutin dan tidak biasa digunakan dalam lingkungan klinis.[85]

Kelimpahan alami sunting

Psilosibin terkandung dengan kadar yang beragam pada lebih dari 200 spesies jamur Basidiomycota. Dalam review tahun 2000 tentang persebaran jamur halusinogen seluruh dunia, Gastón Guzmán dan kawan-kawan berpendapat bahwa psilosibin terkandung dalam genus: Psilocybe (116 spesies), Gymnopilus (14 spesies), Panaeolus (13), Copelandia (12), Hypholoma (6), Pluteus (6), Inocybe (6), Conocybe (4), Panaeolina (4), Gerronema (2), dan Galerina (1 spesies).[86] Guzmán memperbanyak perkiraan jumlah anggota Psilocybe yang menghasilkan psilosibin menjadi 144 spesies pada review tahun 2005. Sebagian besar spesies ditemukan di Meksiko (53 spesies), sisanya tersebar di Amerika Serikat dan Kanada (22), Eropa (16), Asia (15), Afrika (4), dan Australia beserta pulau-pulau di sekitarnya (19).[87] Keanekaragaman jamur psilosibin dilaporkan meningkat dengan adanya transfer klaster gen psilosibin secara horizontal antarspesies jamur yang tidak memiliki hubungan kekerabatan genetik.[66][88] Pada umumnya, spesies yang menghasilkan psilosibin merupakan jamur berlamela, dengan spora gelap, yang tumbuh di padang rumput dan hutan daerah subtropis dan tropis, biasanya pada tanah yang kaya akan humus dan sisa-sisa tumbuhan yang mati.[56] Jamur psilosibin hidup di semua benua dan kebanyakan jamur ditemukan di hutan basah subtropis.[86] Spesies anggota Psilocybe yang biasa ditemukan di daerah tropis termasuk P. cubensis dan P. subcubensis. P. semilanceata—dianggap oleh Guzmán sebagai jamur psilosibin yang memiliki persebaran paling luas[89]—ditemukan di Eropa, Amerika Utara, Asia, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru tetapi sama sekali tidak ada di Meksiko.[87] Walaupun keberadaan atau ketiadaan psilosibin tidak digunakan sebagai penanda kelompok taksonomi berdasarkan bahan kimia yang dihasilkan pada tingkat famili atau yang lebih tinggi, psilosibin digunakan untuk mengklasifikasi takson pada kelompok taksonomi yang lebih rendah.[90]

Baik bagian atas buah maupun batang jamur mengandung senyawa-senyawa psikoaktif, bagian atas buah ditemukan memuat mereka dalam jumlah yang lebih banyak secara konsisten. Spora jamur tidak mengandung psilosibin dan tidak pula psilosin.[74][91][92] Potensi total jamur sangat beragam jika dibandingkan antarspesies, hal yang sama didapati bahkan untuk antarspesimen yang spesiesnya sama dan dipanen atau dibudidayakan dari jenis galur yang sama.[93] Karena kebanyakan biosintesis psilosibin terjadi di masa awal pembentukan bagian buah atau sclerotium (tempat penyimpanan cadangan bahan metabolisme dan pigmen), jamur yang muda, dan lebih kecil, cenderung mengandung psilosibin dalam kadar yang lebih tinggi daripada jamur dewasa.[94] Pada umumnya, kadar psilosibin dalam jamur beragam (dengan jangkauan bawah 1,5% bobot kering)[95] dan tergantung spesies, galur, kondisi saat tumbuh dan pengeringan, serta ukuran jamur.[45] Jamur hasil budi daya cenderung memiliki kandungan psilosibin yang kurang beragam dibandingkan dengan jamur liar.[96] Senyawa psikoaktif lebih stabil pada jamur kering daripada jamur segar. Potensi jamur kering dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.[45] Sementara itu, jamur yang masuk ke penyimpanan dalam keadaan segar hanya mengandung sejumlah kecil psilosibin setelah empat bulan penyimpanan jika dibandingkan dengan saat awal disimpan.[14]

Referensi sunting

  1. ^ Psychedelic medicine : new evidence for hallucinogenic substances as treatments. Michael Winkelman, Thomas B. Roberts. Westport, Conn.: Praeger Publishers. 2007. ISBN 978-0-275-99023-7. OCLC 85813998. 
  2. ^ McKenna, Terence K. (1993). Food of the gods : the search for the original tree of knowledge : a radical history of plants, drugs, and human evolution (edisi ke-Bantam trade pbk ed). New York: Bantam Books. ISBN 0-553-37130-4. OCLC 45078669. 
  3. ^ James, William (1997). The varieties of religious experience : a study in human nature (edisi ke-1st Touchstone ed). New York: Simon & Schuster. ISBN 0-684-84297-1. OCLC 37818928. 
  4. ^ R, Metzner (1998-10). "Hallucinogenic drugs and plants in psychotherapy and shamanism". Journal of psychoactive drugs (dalam bahasa Inggris). 30 (4). doi:10.1080/02791072.1998.10399709. ISSN 0279-1072. PMID 9924839. 
  5. ^ Wn, Pahnke; Wa, Richards (1966 Jul). "Implications of LSD and experimental mysticism". Journal of religion and health (dalam bahasa Inggris). 5 (3). doi:10.1007/BF01532646. ISSN 0022-4197. PMID 24424798. 
  6. ^ a b R, Griffiths; W, Richards; M, Johnson; U, McCann; R, Jesse (2008 Aug). "Mystical-type experiences occasioned by psilocybin mediate the attribution of personal meaning and spiritual significance 14 months later". Journal of psychopharmacology (Oxford, England) (dalam bahasa Inggris). 22 (6). doi:10.1177/0269881108094300. ISSN 0269-8811. PMC 3050654 . PMID 18593735. 
  7. ^ Smith, Huston (2000). Cleansing the doors of perception : the religious significance of entheogenic plants and chemicals. New York: Jeremy P. Tarcher/Putnam. ISBN 1-58542-034-4. OCLC 43286677. 
  8. ^ Richards, William A. (2008-01). "The Phenomenology and Potential Religious Import of States of Consciousness Facilitated by Psilocybin". Archive for the Psychology of Religion (dalam bahasa Inggris). 30 (1): 189–200. doi:10.1163/157361208X317196. ISSN 0084-6724. 
  9. ^ a b Griffiths, R. R.; Richards, W. A.; McCann, U.; Jesse, R. (2006-08). "Psilocybin can occasion mystical-type experiences having substantial and sustained personal meaning and spiritual significance". Psychopharmacology. 187 (3): 268–283; discussion 284–292. doi:10.1007/s00213-006-0457-5. ISSN 0033-3158. PMID 16826400. 
  10. ^ Simpkins, Beth. "Griffiths psilocybin". www.hopkinsmedicine.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-05. 
  11. ^ Hood, Ralph W. (1975-03). "The Construction and Preliminary Validation of a Measure of Reported Mystical Experience". Journal for the Scientific Study of Religion. 14 (1): 29. doi:10.2307/1384454. 
  12. ^ "Medical News: Psilocybin Viewed as Therapy or Research Tool - in Psychiatry, Addictions from MedPage Today". web.archive.org. 2008-10-05. Archived from the original on 2008-10-05. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  13. ^ a b Carhart-Harris, R. L.; Nutt, D. J. (2010-08). "User perceptions of the benefits and harms of hallucinogenic drug use: A web-based questionnaire study". Journal of Substance Use (dalam bahasa Inggris). 15 (4): 283–300. doi:10.3109/14659890903271624. ISSN 1465-9891. 
  14. ^ a b c d e f g h i j Amsterdam, Jan van; Opperhuizen, Antoon; Brink, Wim van den (2011-04). "Harm potential of magic mushroom use: A review". Regulatory Toxicology and Pharmacology (dalam bahasa Inggris). 59 (3): 423–429. doi:10.1016/j.yrtph.2011.01.006. 
  15. ^ "The Harvard Psychedelic Club, by Don Lattin - Commentary". web.archive.org. 2019-04-10. Archived from the original on 2019-04-10. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  16. ^ Griffiths, Roland R.; Johnson, Matthew W.; Richards, William A.; Richards, Brian D.; Jesse, Robert; MacLean, Katherine A.; Barrett, Frederick S.; Cosimano, Mary P.; Klinedinst, Maggie A. (2018-01). "Psilocybin-occasioned mystical-type experience in combination with meditation and other spiritual practices produces enduring positive changes in psychological functioning and in trait measures of prosocial attitudes and behaviors". Journal of Psychopharmacology (Oxford, England). 32 (1): 49–69. doi:10.1177/0269881117731279. ISSN 1461-7285. PMC 5772431 . PMID 29020861. 
  17. ^ "How to Change Your Mind | Annotated Summary — Trippingly.Net". web.archive.org. 2019-11-01. Archived from the original on 2019-11-01. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  18. ^ Hallucinogenic mushrooms : an emerging trend case study : EMCDDA Thematic papers. Roumen Sedefov, Deborah Olszewski, Jennifer Hillebrand, European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction. Lisbon: EMCDDA. 2006. ISBN 92-9168-249-7. OCLC 1044322885. 
  19. ^ Pagliaro, Louis A. (2012). Handbook of child and adolescent drug and substance abuse : pharmacological, developmental, and clinical considerations. Ann M. Pagliaro. Hoboken, N.J.: John Wiley and Sons. ISBN 978-0-470-63906-1. OCLC 707710851. 
  20. ^ Drugs during pregnancy and lactation : handbook of prescription drugs and comparative risk assessment : with updated information on recreational drugs, diagnostic procedures, vaccinations, poisoning, workplace and environmental contaminants, and breastfeeding during infectious disease. Christof Schaefer (edisi ke-1st ed). Amsterdam: Elsevier. 2001. ISBN 978-0-444-50763-1. OCLC 53325604. 
  21. ^ Reinert, Justin P.; Colunga, Kayla; Etuk, Alexandria; Richardson, Victoria; Dunn, Rebecca L. (2020-08). "Management of overdoses of salvia, kratom, and psilocybin mushrooms: a literature review". Expert Review of Clinical Pharmacology. 13 (8): 847–856. doi:10.1080/17512433.2020.1794811. ISSN 1751-2441. PMID 32648791. 
  22. ^ The Merck index : an encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals. Maryadele J. O'Neil (edisi ke-13th ed). Whitehouse Station, N.J.: Merck. 2001. ISBN 0-911910-13-1. OCLC 52301949. 
  23. ^ Gable, Robert S. (2004-06). "Comparison of acute lethal toxicity of commonly abused psychoactive substances". Addiction (Abingdon, England). 99 (6): 686–696. doi:10.1111/j.1360-0443.2004.00744.x. ISSN 0965-2140. PMID 15139867. 
  24. ^ Inner paths to outer space : journeys to alien worlds through psychedelics and other spiritual technologies. Rick Strassman. Rochester, Vt.: Park Street Press. 2008. ISBN 978-1-59477-224-5. OCLC 190872398. 
  25. ^ Peden, N. R.; Pringle, S. D.; Crooks, J. (1982-10). "The problem of psilocybin mushroom abuse". Human Toxicology. 1 (4): 417–424. doi:10.1177/096032718200100408. ISSN 0144-5952. PMID 7173927. 
  26. ^ a b Vollenweider, F. X.; Vollenweider-Scherpenhuyzen, M. F.; Bäbler, A.; Vogel, H.; Hell, D. (1998-12-01). "Psilocybin induces schizophrenia-like psychosis in humans via a serotonin-2 agonist action". Neuroreport. 9 (17): 3897–3902. doi:10.1097/00001756-199812010-00024. ISSN 0959-4965. PMID 9875725. 
  27. ^ Hyde, C.; Glancy, G.; Omerod, P.; Hall, D.; Taylor, G. S. (1978-06). "Abuse of indigenous psilocybin mushrooms: a new fashion and some psychiatric complications". The British Journal of Psychiatry: The Journal of Mental Science. 132: 602–604. doi:10.1192/bjp.132.6.602. ISSN 0007-1250. PMID 566144. 
  28. ^ Mack, R. B. (1983-10). "Phenomenally phunny phungi--psilocybin toxicity". North Carolina Medical Journal. 44 (10): 639–640. ISSN 0029-2559. PMID 6580536. 
  29. ^ Simeon, Daphne (2004). "Depersonalisation disorder: a contemporary overview". CNS drugs. 18 (6): 343–354. doi:10.2165/00023210-200418060-00002. ISSN 1172-7047. PMID 15089102. 
  30. ^ Nielen, Roman J.; van der Heijden, Frank M. M. A.; Tuinier, Siegfried; Verhoeven, Willem M. A. (2004-01). "Khat and mushrooms associated with psychosis". The World Journal of Biological Psychiatry: The Official Journal of the World Federation of Societies of Biological Psychiatry. 5 (1): 49–53. doi:10.1080/15622970410029908. ISSN 1562-2975. PMID 15048636. 
  31. ^ Geyer, M. A. (1998-07). "Behavioral studies of hallucinogenic drugs in animals: implications for schizophrenia research". Pharmacopsychiatry. 31 Suppl 2: 73–79. doi:10.1055/s-2007-979350. ISSN 0176-3679. PMID 9754837. 
  32. ^ a b Vollenweider, F. X.; Geyer, M. A. (2001-11-15). "A systems model of altered consciousness: integrating natural and drug-induced psychoses". Brain Research Bulletin. 56 (5): 495–507. doi:10.1016/s0361-9230(01)00646-3. ISSN 0361-9230. PMID 11750795. 
  33. ^ Geyer, Mark A.; Vollenweider, Franz X. (2008-09). "Serotonin research: contributions to understanding psychoses". Trends in Pharmacological Sciences. 29 (9): 445–453. doi:10.1016/j.tips.2008.06.006. ISSN 0165-6147. PMID 19086254. 
  34. ^ scienceblog (2022-08-27). "Psilocybin membendung alkoholisme". scienceblog. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  35. ^ Nicholas, L. G. (2006). Psilocybin mushroom handbook : easy indoor & outdoor cultivation. Kerry Ogamé. [Oakland, Calif.]: Quick American. ISBN 0-932551-71-8. OCLC 68626880. 
  36. ^ Passie, Torsten; Halpern, John H.; Stichtenoth, Dirk O.; Emrich, Hinderk M.; Hintzen, Annelie (2008). "The pharmacology of lysergic acid diethylamide: a review". CNS neuroscience & therapeutics. 14 (4): 295–314. doi:10.1111/j.1755-5949.2008.00059.x. ISSN 1755-5949. PMC 6494066 . PMID 19040555. 
  37. ^ a b Halberstadt, Adam L.; Geyer, Mark A. (2011-09). "Multiple receptors contribute to the behavioral effects of indoleamine hallucinogens". Neuropharmacology. 61 (3): 364–381. doi:10.1016/j.neuropharm.2011.01.017. ISSN 1873-7064. PMC 3110631 . PMID 21256140. 
  38. ^ a b c d e f Passie, Torsten; Seifert, Juergen; Schneider, Udo; Emrich, Hinderk M. (2002-10). "The pharmacology of psilocybin". Addiction Biology. 7 (4): 357–364. doi:10.1080/1355621021000005937. ISSN 1355-6215. PMID 14578010. 
  39. ^ Chen, Chuan-Yu; Storr, Carla L.; Anthony, James C. (2009-03). "Early-onset drug use and risk for drug dependence problems". Addictive Behaviors. 34 (3): 319–322. doi:10.1016/j.addbeh.2008.10.021. ISSN 1873-6327. PMC 2677076 . PMID 19022584. 
  40. ^ van Amsterdam, Jan; Opperhuizen, Antoon; Koeter, Maarten; van den Brink, Wim (2010). "Ranking the harm of alcohol, tobacco and illicit drugs for the individual and the population". European Addiction Research. 16 (4): 202–207. doi:10.1159/000317249. ISSN 1421-9891. PMID 20606445. 
  41. ^ Nutt, David J.; King, Leslie A.; Phillips, Lawrence D.; Independent Scientific Committee on Drugs (2010-11-06). "Drug harms in the UK: a multicriteria decision analysis". Lancet (London, England). 376 (9752): 1558–1565. doi:10.1016/S0140-6736(10)61462-6. ISSN 1474-547X. PMID 21036393. 
  42. ^ Coull, Jennifer T; Cheng, Ruey-Kuang; Meck, Warren H (2011-01). "Neuroanatomical and Neurochemical Substrates of Timing". Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 36 (1): 3–25. doi:10.1038/npp.2010.113. ISSN 0893-133X. PMC 3055517 . PMID 20668434. 
  43. ^ Jr, J. D. Adams. "Chemical Interactions with Pyramidal Neurons in Layer 5 of the Cerebral Cortex: Control of Pain and Anxiety". Current Medicinal Chemistry (dalam bahasa Inggris). 16 (27): 3476–3479. doi:10.2174/092986709789057626. 
  44. ^ Mason, N. L.; Kuypers, K. P. C.; Müller, F.; Reckweg, J.; Tse, D. H. Y.; Toennes, S. W.; Hutten, N. R. P. W.; Jansen, J. F. A.; Stiers, P. (2020-11). "Me, myself, bye: regional alterations in glutamate and the experience of ego dissolution with psilocybin". Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 45 (12): 2003–2011. doi:10.1038/s41386-020-0718-8. ISSN 0893-133X. PMC 7547711 . PMID 32446245. 
  45. ^ a b c Stamets, Paul (1996). Psilocybin mushrooms of the world : an identification guide. Berkeley, Calif.: Ten Speed Press. ISBN 0-89815-839-7. OCLC 34514700. 
  46. ^ a b Grieshaber, Alison F.; Moore, Karla A.; Levine, Barry (2001-05-01). "The Detection of Psilocin in Human Urine". Journal of Forensic Sciences (dalam bahasa Inggris). 46 (3): 15014J. doi:10.1520/JFS15014J. 
  47. ^ Hasler, Felix; Bourquin, Daniel; Brenneisen, Rudolf; Vollenweider, Franz X (2002-09). "Renal excretion profiles of psilocin following oral administration of psilocybin: a controlled study in man". Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis (dalam bahasa Inggris). 30 (2): 331–339. doi:10.1016/S0731-7085(02)00278-9. 
  48. ^ Meyer, Markus R; Maurer, Hans H (2011-02). "Absorption, distribution, metabolism and excretion pharmacogenomics of drugs of abuse". Pharmacogenomics (dalam bahasa Inggris). 12 (2): 215–233. doi:10.2217/pgs.10.171. ISSN 1462-2416. 
  49. ^ Matsushima, Yoshihiro; Eguchi, Fumio; Kikukawa, Tadahiro; Matsuda, Takahide (2009). "Historical overview of psychoactive mushrooms". Inflammation and Regeneration. 29 (1): 47–58. doi:10.2492/inflammregen.29.47. ISSN 1880-9693. 
  50. ^ Baselt, Randall C. (2008). Disposition of toxic drugs and chemicals in man (edisi ke-8th ed). Foster City, Ca: Biomedical Publications. hlm. 1346–1348. ISBN 978-0-9626523-7-0. OCLC 243548756. 
  51. ^ Cole, Spencer M. (2006). New Research on Street Drugs (dalam bahasa Inggris). Nova Publishers. hlm. 167–186. ISBN 978-1-59454-961-8. 
  52. ^ Beck, Olof; Helander, Anders; Karlson-Stiber, Christine; Stephansson, Nikolai (1998-01-01). "Presence of Phenylethylamine in Hallucinogenic Psilocybe Mushroom: Possible Role in Adverse Reactions". Journal of Analytical Toxicology (dalam bahasa Inggris). 22 (1): 45–49. doi:10.1093/jat/22.1.45. ISSN 1945-2403. 
  53. ^ Amsterdam, Jan van; Talhout, Reinskje; Vleeming, Wim; Opperhuizen, Antoon (2006-10). "Contribution of monoamine oxidase (MAO) inhibition to tobacco and alcohol addiction". Life Sciences (dalam bahasa Inggris). 79 (21): 1969–1973. doi:10.1016/j.lfs.2006.06.010. 
  54. ^ Bioactive compounds in foods. John Gilbert, Hamide Z. Senyuva. Oxford: Blackwell Pub. 2008. hlm. 120. ISBN 978-1-4443-0228-8. OCLC 352827711. 
  55. ^ Handbook of the behavioral neurobiology of serotonin. Christian Peter Müller, Barry L. Jacobs (edisi ke-1st ed). London: Academic Press. 2010. ISBN 978-0-12-374634-4. OCLC 647764752. 
  56. ^ a b c d Wurst, M.; Kysilka, R.; Flieger, M. (2002). "Psychoactive tryptamines from basidiomycetes". Folia Microbiologica. 47 (1): 3–27. doi:10.1007/BF02818560. ISSN 0015-5632. PMID 11980266. 
  57. ^ a b Anastos, N.; Barnett, N. W.; Pfeffer, F. M.; Lewis, S. W. (2006-04). "Investigation into the temporal stability of aqueous standard solutions of psilocin and psilocybin using high performance liquid chromatography". Science & Justice: Journal of the Forensic Science Society. 46 (2): 91–96. doi:10.1016/S1355-0306(06)71579-9. ISSN 1355-0306. PMID 17002211. 
  58. ^ Shirota, Osamu; Hakamata, Wataru; Goda, Yukihiro (2003-06). "Concise large-scale synthesis of psilocin and psilocybin, principal hallucinogenic constituents of "magic mushroom"". Journal of Natural Products. 66 (6): 885–887. doi:10.1021/np030059u. ISSN 0163-3864. PMID 12828485. 
  59. ^ Troxler, F.; Seemann, F.; Hofmann, A. (1959). "Abwandlungsprodukte von Psilocybin und Psilocin. 2. Mitteilung über synthetische Indolverbindungen". Helvetica Chimica Acta (dalam bahasa Inggris). 42 (6): 2073–2103. doi:10.1002/hlca.19590420638. 
  60. ^ Hofmann, A.; Frey, A.; Ott, H.; Petr Zilka, T.; Troxler, F. (1958-11-15). "[Elucidation of the structure and the synthesis of psilocybin]". Experientia. 14 (11): 397–399. doi:10.1007/BF02160424. ISSN 0014-4754. PMID 13609599. 
  61. ^ Nichols, David E. (1999-06). "Improvements to the Synthesis of Psilocybin and a Facile Method for Preparing the O-Acetyl Prodrug of Psilocin". Synthesis. 1999 (06): 935–938. doi:10.1055/s-1999-3490. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-16. Diakses tanggal 2022-01-25. 
  62. ^ Kargbo, Robert B.; Sherwood, Alexander; Walker, Andrew; Cozzi, Nicholas V.; Dagger, Raymond E.; Sable, Jessica; O'Hern, Kelsey; Kaylo, Kristi; Patterson, Tura (2020-07-14). "Direct Phosphorylation of Psilocin Enables Optimized cGMP Kilogram-Scale Manufacture of Psilocybin". ACS omega. 5 (27): 16959–16966. doi:10.1021/acsomega.0c02387. ISSN 2470-1343. PMC 7364850 . PMID 32685866. 
  63. ^ Agurell, S.; Nilsson, J. L. (1968). "Biosynthesis of psilocybin. II. Incorporation of labelled tryptamine derivatives". Acta Chemica Scandinavica. 22 (4): 1210–1218. doi:10.3891/acta.chem.scand.22-1210. ISSN 0001-5393. PMID 5750023. 
  64. ^ Chilton, W. S.; Bigwood, J.; Jensen, R. E. (1979-01). "Psilocin, bufotenine and serotonin: historical and biosynthetic observations". Journal of Psychedelic Drugs. 11 (1-2): 61–69. doi:10.1080/02791072.1979.10472093. ISSN 0022-393X. PMID 392119. 
  65. ^ Fricke, Janis; Blei, Felix; Hoffmeister, Dirk (2017-09-25). "Enzymatic Synthesis of Psilocybin". Angewandte Chemie (International Ed. in English). 56 (40): 12352–12355. doi:10.1002/anie.201705489. ISSN 1521-3773. PMID 28763571. 
  66. ^ a b Reynolds, Hannah T.; Vijayakumar, Vinod; Gluck-Thaler, Emile; Korotkin, Hailee Brynn; Matheny, Patrick Brandon; Slot, Jason C. (2018-04). "Horizontal gene cluster transfer increased hallucinogenic mushroom diversity". Evolution Letters. 2 (2): 88–101. doi:10.1002/evl3.42. ISSN 2056-3744. PMC 6121855 . PMID 30283667. 
  67. ^ Megha Satyanarayana (2019-10-07). "Modified E. coli pump out psilocybin". C&EN Global Enterprise (dalam bahasa Inggris). 97 (39): 11–11. doi:10.1021/cen-09739-scicon9. ISSN 2474-7408. 
  68. ^ Denmark, Technical University of. "Psychedelic compound from magic mushrooms produced in yeast". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  69. ^ "MIND Blog | Magic Yeasts and How to Make Them Produce Psilocybin". MIND Foundation (dalam bahasa Inggris). 2021-01-15. Diakses tanggal 2022-01-25. 
  70. ^ Jenkins, AJ (2003). Principles of forensic toxicology. Barry Levine (edisi ke-2nd ed). Washington, DC: AACC Press. hlm. 281. ISBN 1-890883-87-5. OCLC 52166155. 
  71. ^ Cole, M. D. (2003). The analysis of controlled substances. New York: Wiley. hlm. 132–133. ISBN 0-470-86455-9. OCLC 52761947. 
  72. ^ Bresinsky, Andreas (1990). A colour atlas of poisonous fungi : a handbook for pharmacists, doctors, and biologists. Helmut Besl. London, England: Wolfe Pub. hlm. 113. ISBN 978-0-7234-1576-3. OCLC 22547396. 
  73. ^ Kamata, Tooru; Katagi, Munehiro; Tsuchihashi, Hitoshi (2010-01). "Metabolism and toxicological analyses of hallucinogenic tryptamine analogues being abused in Japan". Forensic Toxicology (dalam bahasa Inggris). 28 (1): 1–8. doi:10.1007/s11419-009-0087-9. ISSN 1860-8965. 
  74. ^ a b Keller, T.; Schneider, A.; Regenscheit, P.; Dirnhofer, R.; Rücker, T.; Jaspers, J.; Kisser, W. (1999-01-11). "Analysis of psilocybin and psilocin in Psilocybe subcubensis Guzmán by ion mobility spectrometry and gas chromatography-mass spectrometry". Forensic Science International. 99 (2): 93–105. doi:10.1016/s0379-0738(98)00168-6. ISSN 0379-0738. PMID 10077856. 
  75. ^ Pedersen-Bjergaard, S.; Sannes, E.; Rasmussen, K. E.; Tønnesen, F. (1997-07-04). "Determination of psilocybin in Psilocybe semilanceata by capillary zone electrophoresis". Journal of Chromatography. B, Biomedical Sciences and Applications. 694 (2): 375–381. doi:10.1016/s0378-4347(97)00127-8. ISSN 1387-2273. PMID 9252052. 
  76. ^ Lee, R. E. (1985-07). "A technique for the rapid isolation and identification of psilocin from psilocin/psilocybin-containing mushrooms". Journal of Forensic Sciences. 30 (3): 931–941. ISSN 0022-1198. PMID 4040953. 
  77. ^ Wurst, Milan; Kysilka, Roman; Koza, Tomas (1992-02). "Analysis and isolation of indole alkaloids of fungi by high-performance liquid chromatography". Journal of Chromatography A (dalam bahasa Inggris). 593 (1-2): 201–208. doi:10.1016/0021-9673(92)80287-5. 
  78. ^ Saito, Kimie; Toyo’oka, Toshimasa; Fukushima, Takeshi; Kato, Masaru; Shirota, Osamu; Goda, Yukihiro (2004-12). "Determination of psilocin in magic mushrooms and rat plasma by liquid chromatography with fluorimetry and electrospray ionization mass spectrometry". Analytica Chimica Acta (dalam bahasa Inggris). 527 (2): 149–156. doi:10.1016/j.aca.2004.08.071. 
  79. ^ a b Lindenblatt, H.; Krämer, E.; Holzmann-Erens, P.; Gouzoulis-Mayfrank, E.; Kovar, K. A. (1998-05-29). "Quantitation of psilocin in human plasma by high-performance liquid chromatography and electrochemical detection: comparison of liquid-liquid extraction with automated on-line solid-phase extraction". Journal of Chromatography. B, Biomedical Sciences and Applications. 709 (2): 255–263. doi:10.1016/s0378-4347(98)00067-x. ISSN 1387-2273. PMID 9657222. 
  80. ^ a b Sticht, G.; Käferstein, H. (2000-09-11). "Detection of psilocin in body fluids". Forensic Science International. 113 (1-3): 403–407. doi:10.1016/s0379-0738(00)00213-9. ISSN 0379-0738. PMID 10978655. 
  81. ^ Kysilka, R. (1990-12-14). "Determination of psilocin in rat urine by high-performance liquid chromatography with electrochemical detection". Journal of Chromatography. 534: 287–290. doi:10.1016/s0378-4347(00)82176-3. PMID 2094720. 
  82. ^ Kamata, Tooru; Nishikawa, Mayumi; Katagi, Munehiro; Tsuchihashi, Hitoshi (2003-11-05). "Optimized glucuronide hydrolysis for the detection of psilocin in human urine samples". Journal of Chromatography. B, Analytical Technologies in the Biomedical and Life Sciences. 796 (2): 421–427. doi:10.1016/j.jchromb.2003.08.030. ISSN 1570-0232. PMID 14581081. 
  83. ^ Albers, C.; Köhler, H.; Lehr, M.; Brinkmann, B.; Beike, J. (2004-12). "Development of a psilocin immunoassay for serum and blood samples". International Journal of Legal Medicine. 118 (6): 326–331. doi:10.1007/s00414-004-0469-9. ISSN 0937-9827. PMID 15526212. 
  84. ^ Lurie, Ira; Li, Li (2009-10-09). "Use of High-Temperature Liquid Chromatography with Sub-2 µm Particle C 18 Columns for the Analysis of Seized Drugs". Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies (dalam bahasa Inggris). 32 (18): 2615–2626. doi:10.1080/10826070903245516. ISSN 1082-6076. 
  85. ^ Attema-de Jonge, M. E.; Portier, C. B.; Franssen, E. J. F. (2007-12-29). "[Automutilation after consumption of hallucinogenic mushrooms]". Nederlands Tijdschrift Voor Geneeskunde. 151 (52): 2869–2872. ISSN 0028-2162. PMID 18257429. 
  86. ^ a b Guzmán, G; Allen, JW; Gartz, J (2000). "A worldwide geographical distribution of the neurotropic fungi, an analysis and discussion" (PDF). web.archive.org (edisi ke-14). Annali del Museo Civico di Rovereto: Sezione Archeologia, Storia, Scienze Naturali. hlm. 189–280. Archived from the original on 2018-02-05. Diakses tanggal 2022-02-01. 
  87. ^ a b Guzman, Gaston (2005). "Species Diversity of the Genus Psilocybe (Basidiomycotina, Agaricales, Strophariaceae) in the World Mycobiota, with Special Attention to Hallucinogenic Properties". International Journal of Medicinal Mushrooms (dalam bahasa Inggris). 7 (1-2): 305–332. doi:10.1615/IntJMedMushr.v7.i12.280. ISSN 1521-9437. 
  88. ^ Yong, Ed (2017-08-24). "How Mushrooms Became Magic". The Atlantic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-01. 
  89. ^ Guzmán, Gastón (1983). The genus Psilocybe : a systematic revision of the known species including the history, distribution, and chemistry of the hallucinogenic species. Vaduz [Liechtenstein]: J. Cramer. ISBN 3-7682-5474-7. OCLC 12947841. 
  90. ^ Saupe, Stephen G. (1981-07). "Occurrence of Psilocybin/Psilocin in Pluteus salicinus (Pluteaceae)". Mycologia. 73 (4): 781. doi:10.2307/3759505. 
  91. ^ Wurst, M.; Semerdžieva, M.; Vokoun, J. (1984-03). "Analysis of psychotropic compounds in fungi of the genus psilocybe by reversed-phase high-performance liquid chromatography". Journal of Chromatography A (dalam bahasa Inggris). 286: 229–235. doi:10.1016/S0021-9673(01)99190-3. 
  92. ^ Kysilka, R.; Wurst, M. (1989-03-03). "High-performance liquid chromatographic determination of some psychotropic indole derivatives". Journal of Chromatography. 464 (2): 434–437. doi:10.1016/s0021-9673(00)94264-x. PMID 2722990. 
  93. ^ Bigwood, J.; Beug, M. W. (1982-05). "Variation of psilocybin and psilocin levels with repeated flushes (harvests) of mature sporocarps of Psilocybe cubensis (Earle) Singer". Journal of Ethnopharmacology. 5 (3): 287–291. doi:10.1016/0378-8741(82)90014-9. ISSN 0378-8741. PMID 7201054. 
  94. ^ Gartz, J (1992). "New aspects of the occurrence, chemistry and cultivation of European hallucinogenic mushrooms". Supplemento Agli Annali dei Musei Civici di Rovereto Sezione Archeologica, Storia e Scienze Naturali. 8: 107–124. 
  95. ^ Stafford, Peter G. (1992). Psychedelics encyclopedia. Jeremy Bigwood (edisi ke-3rd expanded ed). Berkeley, CA: Ronin Pub. ISBN 0-914171-51-8. OCLC 43324399. 
  96. ^ "Hallucinogenic mushrooms drug profile | www.emcdda.europa.eu". www.emcdda.europa.eu. Diakses tanggal 2022-02-04.