Prasasti Sangsang merupakan prasasti yang ditulis di atas lempeng tembaga. Tempat penemuannya tidak diketahui pasti. Sejak zaman kolonial, prasasti ini dibawa ke Belanda. Meskipun begitu, prasasti ini terpelihara dengan baik di Instituut voor de Tropen, Amsterdam, dengan nomor inventaris 1/958.

Prasasti ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Isi pokoknya tentang sebuah kuti, bangunan suci agama Buddha, di Hujung Galuh yang termasuk wilayah kekuasaan Lamwa. Oleh Samgat Lamwa pu Layang, kuti itu diperbarui dan diperbesar dengan menambahkan sebuah wihara. Tentang status Sima Waharu Kuti, disebutkan I’kanang Wanua Waharu Kuti I Hujunggaluh Watak Lamwa (Kuti di Wanua Hujunggaluh tersebut di bawah kekuasaan Watek Lamwa).

Setelah selesai, Samgat Lamwa memperoleh anugerah dari Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambhu sebuah daerah bernama Sangsang yang bebas dari kewajiban membayar pajak. Sebagai gantinya, segala hasil daerah itu harus dipergunakan untuk kepentingan wihara tersebut. Peristiwa itu terjadi pada 4 Kresnapaksa bulan Waisakha 829 Saka, identik dengan 4 Mei 907 Masehi.

Prasasti Sangsang juga menyinggung masalah ternak itik. Rupanya sejak lama hewan ini sudah ada dan telah dibudidayakan. Dalam prasasti ini tertulis tentang berapa jumlah komoditi pertanian bebas pajak yang dapat diperdagangkan pada masa itu.

Pembicaraan tentang prasasti ini pernah diterbitkan oleh F.H. van Naerssen (1937) dengan judul “Twee koper oorkonden van Balitung in het Koloniaal Instituut te Amsterdam,” BKI 95: 441-444, berupa alih aksara dan terjemahan. Hingga saat ini Prasasti Sangsang masih terawat baik di Belanda.

Referensi sunting

1. https://wilwatiktamuseum.wordpress.com/2014/12/03/prasasti-sangsang-907/