Pesirah (Belanda: margahoofd) adalah kepala pemerintahan marga pada masa Hindia Belanda di wilayah Zuid Sumatra (Sumatera Selatan yang wilayahnya bukan seperti saat ini). Pesirah merupakan seorang tokoh masyarakat yang memiliki kewenangan memerintah beberapa desa. Istilah pesirah di Sumatera Selatan masih digunakan hingga tahun 1970-an, karena perundang-undangan di Sumatera Selatan masih dipengaruhi oleh peraturan-peraturan yang bersumber dari kebijakan Hindia Belanda.

Pemilihan pesirah sunting

Pesirah dipilih langsung oleh masyarakat yang waktu pemilihannya selama beberapa hari, karena pemilihannya dilangsungkan tidak serentak untuk tiap desa yang termasuk dalam satu marga.

Kepangkatan sunting

Orang yang telah mempertahankan status pesirah selama waktu yang telah dianggap masyarakat telah lama menjabat sebagai pesirah, biasanya pesirah tersebut diberi gelar pangeran. Pesirah membawahi beberapa desa yang setiap desanya dipimpin ginde (kepala desa). Kepala desa di tempat kedudukan pesirah diberi gelar pembarab. Di bawah ginde ada kerio (kepala dusun) dan penggawo (kepala kampung).

Atribut sunting

Sama halnya dengan kepangkatan pada era modern saat ini, pesirah juga mengenakan atribut tertentu saat berdinas ataupun mengikuti kegiatan-kegiatan resmi lainnya. Atribut yang digunakan pesirah berupa topi yang khusus digunakan oleh penyandang status pesirah. Selain itu, pesirah juga mengenakan dasi berwarna putih (dasi mirip selendang) dan jas berwarna hitam serta mengenakan celana berwarna putih. Secara kasatmata, penampilan mereka jauh berbeda dengan rakyat biasa. Ada juga yang tidak terlalu membanggakan penampilan mereka dengan selalu mengenakan topi pesirah, tetapi mengenakan ikat kepala sejenis serban.

Pranala luar sunting