Perilaku nonverbal dalam pendekatan konseling

Perilaku nonverbal dalam pendekatan konseling merupakan cakupan dari segala bentuk perilaku, seperti gerak tubuh, gerak isyarat, air muka, tarikan napas, serta getaran atau nada suara, yang tidak disadari klien secara langsung. Kemunculan perilaku nonverbal tidaklah secara acak, melainkan berada dalam tiap elemen helping relationship. Artinya, perilaku nonverbal muncul bersamaan pada saat klien menggunakan bahasa verbal (lisan).[1]

Klasifikasi perilaku nonverbal sunting

Perilaku nonverbal sangat dibutuhkan oleh konselor untuk memahami serta memperjelas makna verbal (lisan) yang diucapkan oleh klien. selain itu, walaupun klien tidak berucap sepatah kata pun, perilaku nonverbal klien dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami serta mengerti kondisi klien. Adapun perilaku nonverbal diklasifikasikan menjadi tujuh bagian, yaitu:

  1. Body motion (gerak tubuh), yang termasuk ke dalam gerak tubuh yaitu gestur, mimik wajah, perilaku/gerakan mata.
  2. Physical characteristic (karakteristik fisik), meliputi tanda-tanda fisik yang tidak bergerak seperti berat badan, tinggi badan, bau mulut/badan, dan sebagainya.
  3. Touching behavior, meliputi perilaku yang memiliki kontak dengan orang lain seperti salaman, ucapan selamat tinggal, usapan, memegang, dan memukul.
  4. Paralanguage, meliputi hal yang berhubungan dengan bahasa atau lisan, suara dan tekanan suara, tempo, ritme, artikulasi, karakteristik vokal, dan resonasi.
  5. Proxemics, berhubungan dengan penggunaan jarak jauh atau dekat.
  6. Artifac, meliputi penggunaan kacamata, lipstik, parfum, dan lain sebagainya.
  7. Environmental factors, meliputi penggunaan lampu-lampu, dekorasi interior, warna, musik, temperatur, dan sebagainya.[1]

Fungsi perilaku nonverbal sunting

Pada pendekatan konseling, beberapa fungsi perilaku nonverbal yakni:

  1. Repetisi. Komunikasi atau perilaku nonverbal digunakan untuk mengulangi atau sebagai pendukung bahasa verbal. contohnya seseorang turut menggelengkan kepala ketika mengucapkan kata "tidak", dan menganggukkan kepala ketika mengucapkan kata "iya".
  2. Kontradiksi. Perilaku nonverbal dapat menunjukkan pandangan atau makna lain dari perilaku verbal.
  3. Komplemen. Dalam hal ini, perilaku nonverbal digunakan sebagai pelengkap dari perilaku verbal, sehingga dapat menghasilkan makna kompleks antara satu dengan yang lain.
  4. Substisuti. Perilaku nonverbal dapat menjadi pengganti dari perilaku verbal. misalnya, seseorang bisa saja mengatakan "iya" hanya dengan menganggukkan kepalanya tanpa disertakan bahasa verbal.
  5. Aksentuasi. dalam hal ini, aksentuasi digunakan sebagai penegasan atau penguat bahasa verbal.[2]

Pemalsuan perilaku nonverbal sunting

Walaupun adanya perilaku nonverbal dalam pendekatan konseling dapat membantu sebagai penguat, sekaligus pembanding dari informasi yang disampaikan melalui bahasa verbal, akan tetapi pemalsuan perilaku nonverbal juga dapat terjadi. bahkan ada buku atau situs web yang sengaja menawarkan saran tentang penggunaan bahasa tubuh agar target yang dituju dapat percaya dengan apa yang akan disampaikan oleh orang tersebut. Mulai dari cara duduk, bahkan cara berjabat tangan agar terkesan percaya diri dan mendominasi. Jika orang tersebut benar-benar percaya diri dan dapat memegang kendali, maka bukan tidak mungkin ia bisa memalsukan perilaku nonverbalnya.[3]

Referensi sunting

  1. ^ a b Willis, Sofyan S. (April 2017). Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung: ALFABETA. hlm. 124–127. ISBN 9789798433573. 
  2. ^ Media, Kompas Cyber (2022-01-18). "5 Fungsi Komunikasi Nonverbal Menurut Mark L. Knapp Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-11-22. 
  3. ^ "Nonverbal Communication and Body Language - HelpGuide.org". https://www.helpguide.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-11-22.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)